Bab 4: Potret yang Tak Diambil
Lentera merah itu bergoyang pelan seolah ditiup angin meski udara di hutan begitu mati dan diam. Ryota menatapnya lama, menimbang apakah harus mendekat atau menjauh. Akal sehatnya berkata: jangan sentuh apa pun. Tapi rasa penasaran atau mungkin dorongan yang tak berasal dari dirinya sendiri mendorong langkahnya maju.
Lentera itu tergantung dari dahan rendah. Tak ada tali. Tak ada paku. Hanya... menggantung di udara.
Saat Ryota hampir menyentuhnya, kamera Polaroid di lehernya berbunyi sendiri.
Klik.
Ia mundur refleks. Foto meluncur keluar.
Dengan tangan gemetar, ia mengambilnya. Gambar perlahan muncul. Dan saat bentuknya mulai jelas, napas Ryota tercekat.
Dalam foto itu, ia berdiri di belakang dirinya sendiri.
Wajahnya di sana tampak pucat, dengan mata hitam legam dan mulut terbuka seperti menjerit. Tangan sosok itu mengarah ke lentera merah. Tapi anehnya, Ryota tidak merasa takut... justru tubuhnya terasa lemas, seperti dijangkiti kantuk yang tak wajar.
Ia menyimpan foto itu di saku dan buru-buru menjauh dari lentera, mengikuti tali pendek yang tadi ia pasang. Tapi semakin ia berjalan, semakin hutan tampak berubah.