Mohon tunggu...
Ahmad Sastra
Ahmad Sastra Mohon Tunggu... Penulis - penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ahmad Sastra adalah seorang peminat literasi fiksi maupun nonfiksi. beberapa buku fiksi dan non fiksi telah ditulisnya. banyak juga menulis artikel populer di berbagai media masa cetak dan elektronik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terima Kasih Abang Tukang Bakso, Perjuangan Wong Cilik di Negeri Kaya Raya

25 Juni 2022   18:32 Diperbarui: 25 Juni 2022   18:34 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keberadaan tukang bakso tentu saja sangat dinanti masyarakat kecil di kampung-kampung. Bakso termasuk makanan mewah bagi wong cilik yang pendapatannya tidak menentu. Tidak setiap hari wong cilik bisa membeli semangkuk bakso. Jika ada uang, mungkin lebih baik dibelikan beras untuk melanjutkan hidup beberapa hari. Keberadaan abang tukang bakso tentu saja tidak bisa dianggap sepele, apalagi sebagai bahan celaan dan hinaan. Mungkin keringan dan kejujuran mereka itulah yang akan mengantarkan kepada surga.

Abang tukang bakso juga bisa dikatakan sebagai ironi jika dibandingkan dengan kekayaan negeri ini yang melimpah ruah. Mungkin saja abang tukang bakso itu sulit membagi hasil jualannya untuk keperluan sehari-hari seperti bayaran anak sekolah, biaya listrik, air dan kontrakakn rumah. Sementara Indonesia adalah negeri yang dianugerahi oleh Allah berupa sumber daya alam yang melimpah ruah. Bahkan jika dikelola secara islami, bangsa ini akan makmur gemah ripah loh jinawi. Tapi apa daya, negeri ini telah lama terjajah, SDA nya tak banyak memberikan manfaat bagi kemakmuran rakyatnya sendiri.

Landasan filosofi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia adalah Pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia 1945, yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal tersebut memiliki makna yang mendalam yang patut dipatuhi oleh para penyelenggara negara dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam, termasuk pengelolaan pertambangan mineral dan batubara. Ada beberapa kata yang perlu dijabarkan maknanya lebih lanjut untuk implementasi dalam peraturan perundang-undangan, yaitu: kata "dikuasai oleh negara" dan kata "untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Hal di atas mengingatkan kita sebuah hadist Rasulullah bahwa"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.

Namun apalah daya, inilah sistem yang semuanya hanya berhitung untung rugi kepada rakyat. Sistem yang bobrok ini berasas pada aspek manfaat semata. Yang mana seluruh kegiatan dalam meriayah rakyat harus memberikan keuntungan bagi mereka pemegang kekuasaan. Mereka tidak memperdulikan lagi, apakah itu harta milik umum ataukah tidak. Di negeri ini sumber daya alam milik rakyat malah dikuasai oleh oligarki, sementara rakyat terkapar kepaparan.

Hal ini berbeda dengan Islam, Islam melarang tegas negara, ataupun individu untuk menswastanisasi harta milik umum (rakyat) tersebut, apalagi hingga dikelola oleh swasta/individu. Dalam Islam, negara berkewajiban mengelola harta milik umum, seperti air, tambang, dan lain sebagainya, dan hasilnya dikembalikan demi kesejahteraan rakyatnya. Sehingga kebutuhan rakyat benar-benar terpenuhi secara keseluruhan, tanpa ada yang kekurangan sedikitpun.


Hal tersebut tergambar pada masa kejayaan Islam. Yang mana, saat itu Rasulullah telah memberikan izin kepada Abyadh untuk mengelola tambang garam. Rasulullah mengizinkannya. Namun, saat mengetahui bahwa tambang garam tersebut merupakan harta milik umum, Rasulullah lalu mencabut pemberiannya tersebut dan melarang tambang tersebut dimiliki pribadi. (Sumber : Siti Komariah, S. Pd. I, Komunitas Peduli Umat Konda, Konda, dari Sulawesi Tenggara)

Perjuangan wong cilik yang namanya abang tukang bakso hanyalah secuil fragmen negeri kaya raya yang terjajah oleh oligarki. Maka abang tukang bakso itu mestinya menjadi renungan para pemimpin dan pejabat negeri ini yang di pundaknya ada amanah dari Allah dan rakyat. Amanah ini mesti dipertanggungjawabkan di hadapan Allah nanti di pengadilanNya. Abang tukang bakso mestinya menjadi cermin bahwa negara ini belum merdeka dan masih terjajah oleh ideologi kapitalisme oligarki.

Abang tukang bakso bukanlah orang yang dihinakan, namun mestinya dimuliakan karena keringatnya telah memberikan kehidupan bagi keluarganya, di tengah negeri yang konon kaya raya, namun faktanya terjajah. Terima kasih abang tukang bakso, jasamu bagi keluarga sungguh luar biasa. Lebih mulia jadi abang tukang bakso yang jujur dari pada jadi pejabat yang kerjanya korupsi uang rakyat.

(AhmadSastra,KotaHujan,25/06/22 : 12.09 WIB)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun