Mohon tunggu...
Mohamad Agus Yaman
Mohamad Agus Yaman Mohon Tunggu... Freelancer - Seniman

kreator Prov. Kep. Bangka Belitung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Uang Kembalian

24 Juli 2020   09:36 Diperbarui: 25 November 2020   14:25 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kadang tanpa sadar dan tidak teliti kita masukkan uang kembalian ke dalam saku celana, dan suatu waktu saat kita ingin menggunakannya kita baru sadar kalau kembalian itu sobek disekitaran angka nol. Robek di angka nol ujung, dan ini jelas tidak akan di terima oleh toko-toko lainnya. Jika dibayangkan sudah berapa tangan uang ini berpidah tangan?, kenapa orang-orang itu masih menggunakannya untuk mengecoh orang lain?

Saya juga pernah menemukan uang kertas yang dicoret-coret, ditandatangani, bertuliskan angka, bahkan uang 100 ribuan pun ada bekas lubang steples, robek di angka nol, ada bekas lakban, dan sebagainya. Apa yang anda rasakan jika membelanjakan uang demikian ini?, jika malu dan tidak menggunakan uang tersebut, berarti anda orang yang baik hati.

Sebagian orang tidak malu menggunakan uang tersebut, mereka belanjakan lagi karena takut rugi, ada sebagian orang yang melihat robekan itu mengembalikan kepada toko/warung dan minta di tukar, ada yang melipat sobekan dan membelanjakannya ke tempat lain, ada juga yang memberikannya kepada orang lain agar dipergunakan, dan sebagainya. Saya pernah menemukan uang 100 ribu robek di angka nol di antara uang ratusan ribu lainnya. Apa yang dipikirkan orang yang menyelipkan uang robek itu?, jika uang ini berasal dari bank, itu hal yang kecil terjadi.

Mungkin orang yang menyelipkan uang tersebut untuk menggantikannya dengan yang bagus, ia tidak memiliki rasa kasihan jika uang tersebut berpindah ke tangan orang lain. Banyak juga yang membelanjakannya karena terpaksa, karena faktor kebutuhan, karena itu kita tidak bisa menyalahkan siapapun untuk hal ini, namun yang jadi pertanyaan muncul di benak saya jika yang menggunakan uang tersebut orang yang mampu, apakah akan ia belanjakan atau tidak? itu hak dia, jika ia belanjakan maka ia tidak memiliki rasa bagaimana rasa orang yang nantinya akan menerima uang tersebut? Ada baiknya ia memanfaatkannya dengan cara yang baik-baik, ditukarkan di bank atau di simpan hingga suatu waktu uang tersebut menjadi berharga.

Uang yang sudah lecek, butut, kusam seperti sudah 1 ribuan, 2 ribuan yang menggunakan uang tersebut biasa di katakan sebagai "duit parkiran", biasanya lecek pada lembaran 10 ribu, 5 ribu, 2 ribu, dan seribuan. Uang ini identik kucel, karena sering menjadi transaksi di pasar tradisional dan diwarung-warung sederhana, sedangkan 50 ribuan dan 100 ribuan dikenal kerapiannya, karena kebanyakan orang sayang dengan lembaran ini, lebih banyak bersembunyi di dompet-dompet dan selalu dirapikan saat orang menerima uang ini.

Saya mengenal teman yang enggan memasukkan uang lecek ke dalam dompetnya, jika mendapat kembalian yang lecek maka ia berikan kepada orang lain. Bagus juga sikap ini mempermudah ia untuk sedekah. 

Jika kita bandingkan rupiah dengan lembaran dollar dan euro perbandingannya jauh, dari pengalaman yang saya lihat dalam perjalanan berkesenian ke Holland, Seychelles, Aussie dan lain-lain saya tidak menemukan uang lecek, selalu rapi dan bersih. hmmm... apakah ini karena perlakuannya berbeda?, atau diistimewakan?

Setahu saya dari cara beberapa teman-teman memperlakukan uang rupiah kita, sering digenggam dan langsung memasukkan ke dalam saku celana, bahkan bila saya meminta tolong kepada teman untuk membelikan sesuatu barang, uang kembalian yang ia berikan kepada saya sudah menggumpal-gumpal. Jelas ini akibat dari perlakuan, bahkan dari penglihatan saya kalau tukang parkir menerima uang dari pelanggan ia lebih lebih dulu merapikannya agar menyatu dengan uang yang lainnya, dan jika ia memberi kembalian ia lebih memilih-milih uang yang bagus jika pelanggan memberikan uang yang bagus juga, kecuali ia tidak memiliki kembalian yang bagus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun