Mohon tunggu...
Rg Bagus Warsono
Rg Bagus Warsono Mohon Tunggu... Editor - Sastrawan

Rg.(Ronggo) Bagus Warsono lebih dikenal dengan Agus Warsono, SPd.MSi,dikenal sebagai sastrawan dan pelukis Indonesia. Lahir Tegal 29 Agustus 1965.Tinggal di Indramayu.Mengunjungi SDN Sindang II, SMP III Indramayu, SPGN Indramayu, (S1) STIA Jakarta , (S2) STIA Jakata. Tulisannya tersebar di berbagai media regional dan nasional. Redaktur Ayokesekolah.com.Pengalaman penulisan pernah menjadi wartawan Mingguan Pelajar, Gentra Pramuka, Rakyat Post, dan koresponden di beberapa media pendidikan nasional. Mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca (HMGM) Indonesia. Tinggal di Indramayu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wong Kenthir, Antologi Penolak Virus Corona

29 Januari 2020   06:51 Diperbarui: 29 Januari 2020   06:56 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia , membuat gebrakan di awal tahun 2020 ini dengan menampilkan antologi bersama karya Penyair Indonesia. Sebuah antologi yang menandai zaman. Sebagai kebebasan berkreativitas.

Antologi Wong Kenthir menjadi catatan sejarah yg menandai berjangkitnya firus gila dan stress di Indonesia hingga firus Corona di th 2020, untuk itu selamat bagi para Penulisnya .

Gejala gila itu dikarenakan kekecewaan atas kebijakan dimana saat ini banyak problem yang menghancurkan harapan dan cita-cita. Harapan untuk menjadi pintar bagi anak sekolah dihancurkan dengan mesin aplikasi penghitung dan mata ilmu yang lain. harapan mendapat pekerjaan dihancurkan dengan merebaknya sistem suap yang rapih. 

Harapan berprestasi menjadi kabur dengan rekayasa yang teroganisir. Harapan menjadi sukses bagi pedagang kecil dihancurkan dengan modal dan managemen raksassa. Hancurnya Harapan petani untuk panen berlimpah dan menikmati hasil panennya dengan menyepelekan pruduk petani dengan memuja produk impor.

Tahun demi tahun penyair Indonesia telah menyuarakan pesan lewat puisi demikian banyaknya yang disampaikannya bahkan dengan dibacakannya puisi itu. Pembacaan puisi tidak saja di depan Wakil Rakyat, pejabat atau generasi muda tetapi juga pada alam ini. Bagi seorang penyair karya yang ditulisnya dibaca atau didengar apa tidak bukan menjadi masalah yang penting penyaluran hasrat seni ini tetap tersalurkan.

Wong Kenthir diikuti oleh 43 penyair Indonesia terdiri dari yang penyair-penyair senior hingga yang muda dan berkreatifitas. Yaitu : \

  1. Agustav Triono (Purbalingga)
  2. Ali Syamsudin Arsi (Banjarbaru)
  3. Aloeth Pathi (pati)
  4. Anisah (Magelang)
  5. Asep Muhlis (Banjar, Ciamis)
  6. Asep Syahril Fajri (Cilegon)
  7. Asro al Murthawy (Merangin Jambi)
  8. Bunga Awanglong (Jogyakarta)
  9. Diah Setyawati (Tegal)
  10. Dwi Wahyu Candra Dewi (Semarang)
  11. Emby B. Metha (Flores Timur)
  12. Elliyas Zulkifli (Merangin Jambi)
  13. Eri Syofratmin (Muara Bungo)
  14. Evita Erasari (Semarang)
  15. Fensiadi Giliyang (Jember)
  16. Gilang Teguh Pambudi (Jakarta)
  17. Hadi Lempe (Pekalongan)
  18. Harkoni Madura (Surabaya)
  19. Heru Patria (Blitar)
  20. Indri Yuswandari (Kendal)
  21. Irna Ernawati (Indramayu)
  22. Junaidi (Pati)
  23. Marlin Dinamikanto (Jakarta)
  24. Muhammad (Karawang)
  25. Muhammad Lefand (Jember)
  26. Munadi Oke (Jakarta)
  27. Naning Scheid (Brusel)
  28. Osratus/Sutarso (Sorong)
  29. Raden Rita Maimunah (Padang)
  30. Ramadhan Abdullah (Candu)
  31. Rg Bagus warsono (Indramayu)
  32. Riswo Mulyadi (Banyumas)
  33. Ryan /Arya Arizona
  34. Samian Adib (Jember)
  35. Sarwo Darmono (Lumajang)
  36. Siti Khodijah Nasution (Jakarta)
  37. Sudarmono (Bekasi)
  38. Sugeng Joko Utomo (Kebumen)
  39. Sukma Putra Permana (Bantul)
  40. Suneni (Indramayu)
  41. Wadie Maharief (Jogyakarta)
  42. Wardjito Soeharso (Semarang)
  43. Zaeni Boli, (Flores)


Isi puisi atau pesan kadang menjemukan bahkan kadang monoton, tetapi dalam puisi gila ini mereka memberikan yang terbaik yang enak dibaca dan yang memiliki nilai 'greget dalam puisi. Yang tentu saja memenuhi selera pembaca pada saat ini (2020).

Wong Kenthir (:Kendi) = gila bukan Kentir (:Ken Dedes ) = hanyut antologi yang memuncak penyair Indonesia modern dalam pencarian pembelaan jati dirinya yang menyuarakan pesan-pesan lewat puisi sebelumnya yang belum menemukan titik sampai pada apa yang dikehendaki penyairnya. Sebuah pesan bahwa penyair memiliki caranya tersendiri dalam menyuarakan pesan untuk negerinya hanya lewat puisi.

Kebebasan berkreativitas  yang dimiliki sebagai hak mutlak seorang seniman agaknya digunakan sebagai cara yang paling sah dan paling terhormat bagi seorang penyair. Kemerdekaannya berpendapat hanya dapat disampaikannya dalam seni dalam puisi puisi yang kita sebut sebagai puisi gila dalam kegilaan penyair Indonesia dalam berkarya nyata.

Makna gila itu sendiri kini semakin absur, semakin kurang jelas. Dalam keseharian orang lebih baik disebut gila ketimbang disebut stres, Bahkan pujian pada seseorang kadang dilontarkan dengan menyenut kata gila!

Juga kini marak istilah gila yang positif seperti "gila kerja", "gila membaca", " gila meneliti", "gila seni" dan gila-gila yang lain yang menyatakan positif dalam kehidupan ini.

Perubahan pengertian gila ini tentu tidak akan merubah penyertian harfiah dalam KBBI sebab nanti membuat bahasa semakin kacau.

Sebutan "penyair gila" agaknya kini justru disukai oleh para penyair yang katanya memiliki arti kegilaan pada apa yang dikerjakan seorang penyair. Belum gila kalau belum memiliki antologi yang menandakan bahwa ia telah sungguh-sungguh menjadi seorang penyair yang memiliki karya.

Namun tentu kita berharap bahwa kegilaan dalam antologi ini adalah gila dalam arti dasyat ! Ya puisi yang dasyat. Apakah memang demikian puisi-puisi dalam antologi gila ini dasyat, mari kita simak puisi-puisi dalam antologi ini satu per-satu

Wong Kenthir dan Kegilaan yang Wajar

Menjadi seniman panggilan jiwa yang tak terkendalikan bahkan oleh dirinya. Seniman dengan personalnya yang melekat memiliki ciri-ciri pribadinya tersendiri bahkan tak dimiliki oleh orang lain. Inilah yang menjadi dasar di dalam berkesenian termasuk sastra di dalamnya juga sama dengan di berbagai jenis kesenian lain.

Seniman yang telah memiliki kelekatan dengan dirinya tak dapat dipisahkan bahkan merupakan figur yang menjadi pamor karya seninya.

Bukti melekatnya karya seni dan personal seniman itu telah ditunjukan seniman-seniman yang telah populair dan publik pun langsung mengatakan dalam hatinya ketika melihat wajah atau gambar seniman tersebut. 

Ketika gambar itu menampilkan wajah seseorang langsung pembaca atau yang melihat gambar itu menyebut dalam hatinya akan jenis seni yang digelutinya. Ketika ditampilkan Wajah Rio Febrian maka orang langsung yakin ia adalah seorang penyanyi. Ketika di rampilkan wajag Gesang orang langsung menyebut dalam hatinya ia adalah komponis lagu keroncong bahkan pada nama lagunya Bengawan Solo. Ketika ditampilan Wajah Chairil Anwar orang akan menyebut dalam hatinya dialah sastrawan Angkatan '45 dan pengarang puisi Kerawang Bekasi. Demikian melekatnya kegilaan itu pada personal seniman.

Jadi sangat beralasan jika antologi Gila ditampilkan untuk melihat sejauh mana kegilaan yang wajar yang dilakukan seniman sastra (penyair) pada tataran tertentu. Boleh jadi kelak suatu saat buku ini dicari banyak orang untuk memperkuan historia data seseorang (penyair).

Bahwa yang bersangkutan betul memiliki kelekatan dengan jenis seninya yaitu puisi sang dibuktikannya dengan buku antologi Wong Kenthir. (Rg Bagus Warsono, Kurator sastra di HMGM))

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun