Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengunjungi Ngrayun, Permata Tersembunyi di Ponorogo

21 Mei 2025   23:16 Diperbarui: 22 Mei 2025   12:26 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis menikmati keindahan alam di Ngrayun. foto: dok/pri

Untuk meningkatkan pelayanan dan efektivitas pembangunan, pemerintah daerah telah meresmikan empat desa baru pada tahun 2023: Sambiganen, Pucak Mulyo, Ngandel, dan Galih. Pada akhir 2024, keempat desa tersebut masih berstatus desa persiapan, namun diharapkan segera menjadi desa definitif.

Dari pusat kota Ponorogo, kami menempuh perjalanan sekitar satu setengah jam. Namun, waktu itu bukan hitungan yang pasti. Apalagi jika musim hujan datang menyapa.

Hari itu, hujan turun dengan setia sejak pagi. Jalanan menjadi licin, berlumpur di beberapa titik, dan berkabut di belokan-belokan tajam. Aspal yang kadang mulus kadang terkelupas itu menyempit di tengah rimbunan pohon, membuat kendaraan kami harus melaju ekstra hati-hati. Setiap tikungan seolah menguji kesabaran dan konsentrasi. Bukit-bukit menjulang di sisi kanan dan kiri, menciptakan lanskap yang indah sekaligus menantang.

Namun, di balik perjuangan menembus kabut dan turunan curam itu, ada pemandangan yang membuat napas tertahan.

Alam Ngrayun sungguh memesona: sawah-sawah terasering menghijau, pepohonan yang tumbuh alami, serta udara yang bersih dan dingin menyambut kami begitu kendaraan mulai memasuki kawasan perbukitan yang lebih tinggi.

Suara gemericik air sungai dan kicauan burung terdengar lebih jelas seiring dengan hilangnya deru kendaraan dari arah kota.

Ngrayun tidak hanya menyimpan keindahan alam, tetapi juga kehidupan masyarakat yang bersahaja dan tetap setia pada kearifan lokal. Desa-desa kecil dengan rumah-rumah berpagar bambu menjadi bagian dari wajah Ngrayun yang sederhana namun hangat. Di tengah cuaca yang tak bersahabat, kami disambut oleh keramahan yang tulus dari warga yang kami temui.

Perjalanan ke Ngrayun bukan sekadar sebuah kunjungan fisik. Ia adalah pengingat tentang bagaimana wilayah-wilayah pedalaman masih memerlukan perhatian lebih, terutama dalam aksesibilitas dan pembangunan infrastruktur. Jalan yang licin dan penuh tantangan itu adalah simbol dari perjuangan masyarakat Ngrayun dalam meraih kehidupan yang lebih baik.

Hari mulai sore saat kami tiba di lokasi yang dituju. Meski lelah, ada rasa syukur dan takjub yang tak bisa disembunyikan. Perjalanan ini bukan hanya membuka mata terhadap kondisi wilayah pegunungan yang terpinggirkan, tetapi juga membuka hati terhadap semangat dan kekuatan warga Ngrayun yang terus berjuang di tengah segala keterbatasan.

Penulis menikmati keindahan alam di Ngrayun. foto: dok/pri
Penulis menikmati keindahan alam di Ngrayun. foto: dok/pri
***

Sesampainya di Ngrayun, kami tiba di Pondok Pesantren Minhajul Muna, sebuah lembaga pendidikan Islam yang berdiri kokoh di lereng perbukitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun