Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

HUT Surabaya ke-727, Megaproyek AMC, dan Suksesi Pasca Risma

31 Mei 2020   14:18 Diperbarui: 31 Mei 2020   23:11 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Suro dan Boyo di Skate Park.foto:bobby novianto

Hari ini, Surabaya berusia 727 tahun. Sebuah perjalanan panjang bagi Kota Pahlawan, julukannya. Kota yang menyimpan banyak sejarah dan cerita. Kota yang melahirkan banyak tokoh yang ikut membangun peradaban bangsa. Kota metropolitan yang tumbuh dengan segala keunikannya.  

Di usianya sekarang, denyut kehidupan Surabaya berasa dinamis. Inovasi dan restorasi di berbagai sektor pembangunan terus dilakukan. Beberapa infrastruktur kota seperti pedestrian, frontage road, box culvert, boezem, middle east ring road, menjadi bagian penting dari penyediaan fasilitas yang dibutuhkan publik.

Yang mencolok tentu membanjirnya taman kota. Surabaya kian hari makin hijau nan berseri. Mengukuhkan label kota yang ramah dan peduli lingkungan. Taman-taman kota menebar pesona keindahan dan menjadi alternatif rekreasi bagi warga. Sedikitnya 40 taman dengan berbagai karakteristik menghiasi wajah kota berpenduduk sekitar 3 juta lebih ini.

Kehadiran taman ini juga sebagai pengganti ruang terbuka hijau yang dibutuhkan sebagai paru-paru kota. Penyediaan fasilitas seperti jogging track, Wi-Fi, tempat bermain anak, air mancur, lampu hias, open stage, dan perpustakaan, menjadi pelengkap memenuhi dahaga warga Surabaya yang dulu sangat sulit menemukan tempat-tempat bercengkerama.

Dulu, Surabaya dibelit urusan sampah. Sekarang hal itu tak terdengar lagi. Tidak banyak lagi pihak yang meributkan perlunya membangun tempat pembuangan akhir (TPA). Padahal, Surabaya cuma memiliki LPA di Benowo sebagai pengganti TPA Keputih yang ditutup pada 2001. TPA Benowo yang luasnya 37,4 hektar itu, hanya mampu menampung 1.300 meter kubik sampah per harinya. Sejak dikelola PT Sumber Organik pada 2012, TPA Benowo dapat menghasilkan energi listrik sebesar 2 Mega Watt.

Redupnya kemelut sampah tersebut memang tak lepas dari naiknya pastisipasi warga. Eksekutif, media massa, LSM cukup baik melakukan kampanye mengatasi sampah. Salah satunya, gerakan massif yang dikemas dalam kompetisi kebersihan. Kompetisi tersebut dihelat secara periodik dengan melibatkan kampung-kampung di 31 kecamatan. Kolaborasi beberapa stakeholder kota itu telah menjadi trigger yang efektif mengajak warga peduli sampah.

Atmosfer kompetisi kebersihan terus menghangat di kalangan masyarakat. Jika dulu hanya memilah, sekarang berkembang dengan munculnya kreativitas warga memanfaatkan sampah. Produk-produk daur ulang banyak lahir dari tangan-tangan warga. 

Aktivitasnya tidak lagi perseorangan, tapi komunal. Yang menggembirakan, selain mengeliminasi dampak buruk sampah, warga bisa mendulang rupiah dari memanfaatkan sampah. Hingga sekarang, sudah tak terhitung lagi berapa paket souvenir atau cinderamata berbahan sampah yang dijual di berbagai daerah, bahkan ada yang diekspor ke luar negeri.

Rona yang hijau itu pada gilirannya mengerek prestasi Surabaya. Di level nasional, Surabaya meraih Adipura delapan kali berturut-turut sejak 2006. Adipura merupakan penghargaan tertinggi untuk kebersihan dan pelestarian lingkungan kota. Penghargaan ini diberikan tiap tahun untuk kota-kota yang mampu menjaga dan melestarikan kebersihan lingkungan.

Surabaya juga dinobatkan sebagai kota berwawasan lingkungan terbaik se-Asia Pasifik. Penghargaan tersebut diberikan karena Surabaya berpartisipasi aktif mengembangkan konsep pembangunan berwawasan lingkungan.  Surabaya layak disandingkan dengan kota-kota tenar, yakni Seoul (Korsel), Yokohama (Jepang), Penang (Malaysia), dan Mumbai (India).

***

Surabaya punya satu satu impian belum terwujud. Yakni, membangun megaproyek angkutan masal cepat (AMC). AMC akan dilalui monorel dan trem. Proyek AMC dianggarkan sekitar Rp 8,6 triliun. Direncanakan pada tahun 2015. Ketersediaan angkutan massal itu diharapkan menjadi alternatif mengatasi problem transportasi di Surabaya.

Ada beberapa hal pantas dicermati terkait megaproyek AMC ini. Pertama, AMC bisa dibuktikan sebagai alternatif paling relevan untuk Surabaya. Sebab, sebelumnya, Wali Kota Tri Rismaharini menolak pembangunan tol tengah yang sudah tercantum dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah Nasional dalam UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang. Alasannya, akses tol tidak akan membantu warga sekitarnya. Penolakan Risma tersebut pada ujungnya memantik polemik panjang. Risma sempat berhadapan pressure politik dari kalangan anggota legislatif.    

Kedua, AMC harus bisa menjadi membuktikan kalau kemacetan Surabaya bisa terurai. Data Bappeko Surabaya, 70 persen warga kota Surabaya merupakan pemakai angkutan pribadi, 30 persen pengguna angkutan massal. Pun pertumbuhan motor 10 persen per tahun dan pertumbuhan mobil melebihi 5 persen perta tahun yang tak mampu diimbangi pertumbuhan jaringan atau kapasitas jalan yang rata-rata naik 4 persen per tahun. Harapannya dengan AMC bisa berbalik. 70 persen warga menggunakan angkutan massal, 30 persen pengguna angkutan pribadi. Jika demikian, kemacetan akan terurai.

Ketiga, Pemkot Surabaya tak mungkin membangun AMC sendiri. Kekuatan APBD Surabaya sekitar Rp 9,5 triliun. Pelibatan swasta atau pihak ketiga menjadi keniscayaan. Tentunya hal ini sekaligus mempertimbangkan untung rugi. Juga berapa besar nilai aset yang dimiliki dan sampai kapan modal investor harus balik.

Selama ini, kerja sama pengelolaan menggunakan model build operate transfer (BOT) atau bangun guna serah. Di mana pengelolaan diserahkan swasta atau konsorsium dengan jangka waktu tertentu. Jika telah melewati waktunya, semua aset milik pemerintah kota. 

Pengalaman di Surabaya, BOT tersebut kerap kali menjerat aset. Nilai kompensasi yang diterima pemerintah daerah sangat rendah. Sementara aset pemerintah kota sudah dibangun menjadi pasar, sarana olah raga, mal, dan sebagainya.

Model kerjasama lain dengan build transfer operate (BTO) atau bangun serah guna. Dimana setelah AMC selesai dibangun oleh pihak ketiga, aset akan langsung diserahkan kepada pemerintah daerah, untuk kemudian dioperasikan oleh pihak ketiga tersebut selama jangka waktu tertentu. Managemen di-handle oleh mitra selama jangka waktu kontrak, dengan perjanjian untuk berbagi keuntungan (profit sharing).

Dalam konteks BOT atau BTO tersebut, idealnya, pemerintah kota bisa lebih dulu menyiapkan perangkat kelembagaan. Salah satunya dengan membentuk semacam badan usaha milik daerah (BUMD). Ini memungkinkan jika kerjasama dengan pihak ketiga atau mitra dapat berjalan dalam skema yang lebih fleksibel, business-friendly, serta lepas dari kekakuan birokrasi. Pilihan ini juga bukan tanpa risiko. Pasalnya, tuntutan profesionalisme pengelolaan menjadi taruhannya.   

Keempat, terkait batasan tarif. Fasilitas transportasi massal, baik monorel maupun trem, berorientasi memenuhi kebutuhan masyarakat. Masyarakat harus bisa merasakan kenyamanan dan keamanan bila menggunakan moda transportasi publik. Makanya, harus ada survei riil sebelum menentukan tarif AMC yang benar-benar bisa terjangkau masyarakat. 

Berapa besar kepastian subsidi yang akan diberikan melalui regulasi pemerintah.  Komitmen tersebut diperlukan karena jika 100 persen proyek AMC ini dibebankan kepada pihak ketiga, jatuhnya tarif pasti mahal. Bagaimana pun, masuknya  investasi harus korelatif dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kelima, dari sudut pandang investor sejatinya bukan urusan teknis pembangunan semata, tapi regulasi. Jaminan keamanan investasi sangat diperlukan. Juga dengan kepastian pembebasan lahan. Masalah ini kerap menjadi pemicu keruwetan dalam proses pembangunan.

Pemkot Surabaya harus bisa membuktikan diri kalau pihaknya selalu ramah dengan kehadiran investasi. Surabaya tak pernah alergi dengan masuknya investasi. Lewat investasi diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesempatan kerja. Pemerintah daerah dituntut terus memperbaiki iklim investasi, salah satunya menyederhanakan peraturan dan pembenahan birokrasi.

Jaminan kepastian kepala daerah belumlah cukup. Karena proses selanjutnya, investor akan bersentuhan dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait. Bahasa birokrasinya selalu berlindung di balik penegakan peraturan dan undang-undang. Sementara investor butuh percepatan dan sering mengeluhkan masalah birokrasi yang berbelit. Dua kepentingan tersebut harus bisa dijembatani kepala daerah. Surabaya tak mungkin menolak pembangunan, tapi bukan menolerir pembangunan yang menyalahi aturan.  

***

Surabaya akan melaksanakan suksesi kepemimpinan tahun ini. Masa jabatan Wali Kota Tri Rismaharini akan habis pada 2021. Awalnya, pilkada dijadwalkan pada September 2020. Namun, karena wabah Covid-19, kemungkinan diundur hingga Desember 2020. Selain new normal juga ada new leader.

Setidaknya ada lima hal terkait suksesi Surabaya. Pertama, selama hampir sepuluh tahun, warga merasakan dampak langsung dari percepatan pembangunan di Surabaya. Risma menjadi the leader with high tech and high touch karena mampu memadukan sentuhan perempuan dan teknologi.

Kedua, Risma berani menerapkan kebijakan yang tidak populer dalam mereformasi birokrasi. Salah satunya, e-procurement atau sistem pengadaan barang atau jasa dengan menggunakan media elektronik. Program ini telah diadopsi banyak daerah di Indonesia.

Ketiga, selama kepemimpinan Risma, banyak event internasional digelar di Surabaya. Gelaran tersebut Surabaya membuat Surabaya menjadi kota modern. Setara dengan kota-kota besar di dunia yang ramah lingkungan dan kemanusiaan.   

Keempat, popularitas Risma kelewat tinggi untuk disaingi calon penggantinya. Beberapa survei menyatakan jika siapa pun yang didukung Risma akan mendapatkan "saham" 10 persen. Tingginya popularitas Risma juga membawa kesan jika pilkada Surabaya adem ayem. Tidak greget.  

Kelima, Risma juga telah menjadi media darling. Yang dilakukan memiliki news value tinggi. Banyak kejadian yang dilakukan Risma yang terekam media menjadi viral. Menjadi pembicaraan publik secara luas.    

Pendeknya, hingga sekarang, warga masih belum menentukan sosok pilihan yang tepat sebagai pengganti Risma. Ada beberapa figur yang digadang-gadang sebagai pengganti wali kota perempuan pertama di Surabaya itu. Namun  hingga sekarang, mereka harus kerja keras untuk meyakinkan warga bisa melanjutkan pembangunan Surabaya lebih baik. Mayoritas masyarakat butuh banyak tahu (well informed) terkait track record dan prestasi. Karena hal itu akan memenuhi ekspektasi masyarakat dalam memilih nantinya. (agus wahyudi) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun