Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Transparansi Anggaran Butuh Goodwill Pejabat Publik

14 November 2019   08:55 Diperbarui: 14 November 2019   08:58 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:www.republika.co.id

Keterbukaan informasi terkait transparansi anggaran masih menjadi barang mahal. Hingga kini, masyarakat masih kesulitan mengakses dokumen anggaran yang notabene menjadi hak publik. Ketidaktahuan dan kesengajaan menjadi penyebabnya.

Seperti pengalaman Iva Hasanah. Perempuan yang menjabat Executive Director Kelompok Perempuan dan Sumber-Sumber Kehidupan (KPS2K), lembaga nonprofit yang bergerak di bidang sosial dan kemasyarakatan. Iva sempat geleng-geleng kepala. Pasalnya, upayanya mendapatkan dokumen anggaran harus tertahan berhari-hari. Sejumlah pejabat pemerintah provinsi dan kalangan anggota DPRD Jatim sudah ia temui. Namun, hasilnya tak cukup memuaskan. Tak jarang, Iva harus pulang dengan tangan kosong.

Ketika itu, Iva ingin mengakses beberapa dokumen anggaran. Yakni, RAPBD, APBD, APBD Perubahan, Rencana Kegiatan Anggaran (RKA), dan Rencana Kegiatan Operasional (RKO).

Terutama dua dukumen terakhir, RKA dan RKO. Kata Iva, keberadaannya paling dibutuhkan. Karena penganggarannya lebih teperinci. Lebih detail. Pos-posnya juga lebih jelas.

"Kalau yang tiga dukumen lainnya (RAPBD, APBD, APBD Perubahan, Red)  kan sifatnya gelondongan gitu. Bisa sih dianalisis, tapi sifatnya tren," sebut dia.

Sedianya, sambung Iva, dokumen-dokumen itu untuk mengadvokasi isu kesehatan. Yakni, advokasi angka kematian ibu. Berapa anggaran yang digunakan untuk meminimalisasi angka kematian ibu? Apakah penyalurannya sesuai ketentuan dan dirasa memuaskan masyarakat?

Prosedur yang dilakoni Iva sesuai UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Di mana, ia lebih dulu mengirim surat dan memberi tahu dengan mengirim dan memberi tahu lewat lisan. Awalnya, saat audiensi dengan pejabat dinas kesehatan Jatim, Iva merasa bakal dibantu. Pasalnya, pejabat tersebut menjamin akan memberikan seluruh dokumen anggaran yang dibutuhkan.

Tapi faktanya tak seindah janjinya. Saat meminta dokumen-dokumen itu di bagian administrasi, Iva hanya ditunjukkan. "Tidak bisa difotokopi. Alasannya mereka menganggap dokumen rahasia. Padahal itu dokumen publik," beber juru bicara CSO Java Sutra ini.

Apakah penolakan itu lantaran dilatarbelakangi ketidaktahuan atau kesengajaan? "Bisa jadi dua-duanya, sih. Kalau di level kepala dinas mungkin paham UU KIP itu. Tapi di level bawahnya saya kira belum banyak yang paham atau juga ada unsur kesengajaan. Goodwill-nya tidak merata," tandas Iva.

Hal tak jauh beda juga dirasakan Iva saat di Bappeda Jatim. Dia mengaku tidak diberi kemudahan akses. Ia ditunjukkan tumpukan dokumen anggaran yang tebal-tebal. Ia disuruh mencari sendiri dokumen yang dibutuhkan.

Satu lagi institusi yang juga sempat dimintai bantuan, yakni DPRD Jatim. Problemnya hampir sama. Surat yang dikirim tak pernah ditanggapi. Permintaan secara lisan pun tak direspons oleh dewan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun