Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Atletik Pilihan

Kisah Henny Maspaitella Ringkus Tiga Pencopet

3 September 2019   10:29 Diperbarui: 4 September 2019   12:46 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Henny Maspaitella.foto:medcom.id 

Selama bertahun-tahun menjadi pelatih, Henny acapkali menjadi teman curhat orang-orang sekitarnya. Baik atlet maupun pelatih. Ada yang positif, ada yang berkecenderungan negatif. Baginya hal itu sangat lumrah. Karena pada dasarnya, emosi manusia tidak stabil. Apalagi bila sedang marah dan kecewa. Mereka pasti butuh pelampiasan.

"Kalau sudah begitu, saya berusaha keras untuk menjadi teman yang baik. Yang mau mendengar keluh kesah mereka," tutur Henny, lalu tersenyum.

***

Awal mula Henny Maspaitella jatuh cinta pada atletik boleh dibilang tak disengaja. Dulu, ia sempat ikut berbagai macam olah raga, seperti voli, basket, dan sofbol. "Adik saya Loudry (Loudry Maspaitella) dulunya ikut sepak bola. Karena sering lihat latihan atletik berat, sampai muntah-muntah, dia akhirnya memilih voli," ungkap Henny. Loudry Maspaitella adalah atlet voli nasional dua dekade. Loudry sempat menjadi pelatih, namun karena tenaganya masih dibutuhkan, ia ditarik kembali untuk memperkuat tim nasional Indonesia.

Kehadiran Henny sebagai olahragawan berprestasi bukan tiba-tiba. Darah atlet mengalir dari kedua orang tuanya. Ayah Henny, Leonard Maspaitella, adalah atlet lompat jangkit nasional. Ibunya, Paulina Sarah Lessil, adalah atlet voli nasional.

Kala itu, Paulina Sarah selalu membujuk Henny menekuni atletik. Katanya, kalau berprestasi di atletik itu lebih enak. "Ya, karena kalau juara kan bisa perorangan, bukan orang banyak," kenang Henny. 

Sejak keci, Henny mengaku suka berlari. Lari cepat. Yang juga mendukung, rumahnya Jalan Kawung, dekat lapangan bola. Tiap hari, Henny memanfaatkannya untuk latihan dan bermain. "Tak hanya di lapangan, di dalam rumah pun saya tak bisa jalan. Mau ke depan dari belakang rumah, saya selalu lari," ungkapnya, lantas tertawa riang.

Umur 11 tahun, Henny mulai aktif berlatih di Lapangan Thor (Gelora Pantjasila). Dia ikut klub AC'75. Pendirinya Yan Sondakh dan Bram Soselisa. AC'75 merupakan satu-satunya klub atletik di Surabaya.

Henny kemudian terpilih ikut Porseni SD, 1975. Saat itu, ia ikut tim SD Santa Angela, Jalan Kepanjen, Surabaya. Dalam seleksi, Henny berhasil mengalahkan teman-teman satu sekolah. Prestasi gemilang pun berhasil diraih. Medali emas direnggut dari nomor lari 100 meter. Penampilan Henny membius banyak orang yang menyaksikan lomba di Porseni SD tersebut.  

Setelah juara Porseni SD, Henny makin ketagihan berlatih lari. Obsesinya menjadi juara di atletik digantung setinggi langit. Untuk mewujudkannya, ia menyeriusi latihannya. Saban hari, ia selalu menyempatkan latihan. Minimal dua jam.

Selain itu, Henny mengatur pola makan. Lewat bimbingan pelatihnya, bakat Henny mulai terpoles. Kelenturan tubuhnya mulai terbentuk. Peningkatan kecepatan larinya makin pesat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Atletik Selengkapnya
Lihat Atletik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun