Mohon tunggu...
Agustus Sani Nugroho
Agustus Sani Nugroho Mohon Tunggu... Advokat, Pengusaha -

Lawyer, Pengusaha, Penulis, Pemerhati masalah sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lawyer, Etika, Moral dan Keadilan

17 Desember 2015   07:41 Diperbarui: 17 Desember 2015   12:10 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semalam, lawyer Setya Novanto dalam wawancara dari gedung DPR diacara Mata Najwa, masih berusaha membentuk opini publik bahwa kliennya adalah korban ketidakadilan karena rekaman itu tidak sah karena tidak dibuktikan keabsahannya saat mengadili Novanto di MKD.

Lha sebelumnya, MKD mengadili dan menghukum Setya Novanto dan Fadli Zon dan memutuskan mereka bersalah dan diberikan sanksi karena menghadiri kampanye (terselubung) Donald Trump juga gak pakai rekaman yang harus dibuktikan keabsahannya kok diterima ? Itu siaran TV kan bisa beda-beda beritanya, apalagi jika nonton TV One..? Ariel (Penyanyi) dipenjara juga karena rekamannya disebar ke publik tanpa izinnya ?

Lalu kok mereka-mereka "Yang Mulia" di MKD yang dulu mempersoalkan keabsahan rekaman itu, tiba-tiba diujung proses, langsung menerima mentah-mentah dan tidak mempertanyakan keaslian Surat Pengunduran diri Setya Novanto yang ditandatangani diatas Materai itu ? Bagaimana jika sebenarnya bukan Novanto yang menandatangani surat itu atau dia menandatangani dibawah tekanan ? Kalau konsisten mereka harusnya tidak menerima dan menilai gak sah tuh Surat Pengunduran dirinya Novanto dan kemudian memberhentikan Novanto dari jabatannya berdasarkan bukti-bukti dan kesaksian-kesaksian lain yang sudah jelas dan terang benderang itu.

Mungkin lawyernya lupa bahwa jika logika yang sama dipergunakan maka tindakannya melaporkan Sudirman Said dan Metro TV ke Bareskrim Polri sepertinya juga tidak sah. Bagaimana kita tahu bahwa surat kuasa yang dipegangnya itu dan pakai untuk membuat laporan itu sah dan asli. Jangan-jangan bukan ditandatangani oleh Setya Novanto sendiri ? Jika mengikuti logika itu, kalau pun Setya Novanto mengakui dia yang membuat surat kuasa tersebut (seperti juga Makruf Samsudin yang mengakui dia yang merekam sendiri pembicaraan tentang Papa Minta Saham itu), maka hal tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu dimuka hukum bahwa benar Setya Novanto yang membuat surat kuasa itu barulah laporan itu boleh diproses oleh aparat penegak hukum.

Sayang sekali ya, jika kecerdasan yang diberikan oleh Tuhan pada seseorang hanya dan lebih sering digunakan untuk dalam usaha memutarbalikkan logika publik atas hal-hal yang sudah sangat kasat mata dan sesungguhnya sangat-sangat sederhana.

Sang lawyer malah masih kenceng mengatakan bahwa etika adalah hukum tertinggi (maksudnya, lebih tinggi kedudukannya dari hukum gitu ?). Apakah dia lupa etika hanya ada ditatanan moral dan nurani manusia ? Apakah dia lupa bahwa etika tidak akan relevan lagi dibahas jika seseorang itu tidak lagi bermoral luhur dan mempunyai hati nurani ? Justru ketika hukum bermain ditatanan formal termasuk dalam hal pembuktian sebuah kasus, etika bemain ditatanan perilaku dan moral. Melanggar etika belum tentu melanggar hukum. Namun sebaliknya melanggar hukum hampir pasti melanggar nilai-nilai etika dan moral.

Sepertinya pernyataan Ruhut Sitompul dalam wawancara di Mata Najwa semalam mungkin ada benarnya juga, bahwa diantara kegaduhan yang memuakkan rakyat melihat kasus ini, apapun hasilnya, lawyer-lawyer merekalah yang saat ini sedang paling bergembira dan menikmati fee besar atas tindakan mereka memutar-balikkan logika dan berusaha membentuk dan menyesatkan opini publik dengan dalih "keadilan" dan bahkan membawa-bawa serta "Hak Azasi Manusia" segala. Mungkin beberapa lawyer itu lupa, bahwa keadilan lagi-lagi melibatkan hati nurani dan koruptor sejatinya adalah pelanggar HAM yang berat karena telah mengambil (kalau tidak mau disebut mencuri) uang yang merupakan hak-hak rakyat banyak (publik).

Lawyer yang baik mestinya membela kadilan dan nilai-nilai moral sejati dan bukan pembayar sejati.*

*Sekedar catatan untuk mengingatkan diri sendiri.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun