Mohon tunggu...
Agustus Sani Nugroho
Agustus Sani Nugroho Mohon Tunggu... Advokat, Pengusaha -

Lawyer, Pengusaha, Penulis, Pemerhati masalah sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebebasan bersuara tidak sama dengan bebas menghina

20 Februari 2015   00:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:52 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bahkan ketika Prabowo dan Jokowi telah beberapa kali bersilaturahim dengan santun dan saling menghormati, masih banyaaak pendukung Prabowo saat Pilpres lalu yg belum legowo. Mereka tetap sibuk menghina, mencela dengan pengetahuannya yang terbatas, atas nama mengkritik dan kebebasan bersuara.


Menjadi dan menjalankan tugas sebagai Presiden di negeri ini sama sekali bukan hal yg mudah. Begitu banyak kepentingan yang harus dipikirkan. Saya sangat percaya hanya orang-orang hebat dan putera terbaik yg bisa bertarung menjadi Capres dan kemudian terpilih menjadi Presiden di negeri ini. Sementara dengan era keterbukaan (yg tidak kita miliki di masa Orba) kini banyak orang merasa bebas menghina atau melecehkan orang lain atas nama keterbukaan, hak azasi (kebebasan bersuara) dan demokrasi. Mereka lupa didalam tatanan kehidupan bernegara dan bermasyarakat juga dikenal yg namanya etika dan saling menghormati. Menghormati Pemimpin adalah salah satunya. Jika kita tidak menghormati pemimpin kita sendiri, jangan harap orang lain atau negara lain akan menghormatinya juga. Kewibawaan simbol2 negara adalah kewibawaan bangsa dan negara kita juga.


Sesungguhnya mengkritik dan menghina itu sangat mudah dibedakan karena dalam kritik, walau sangat keras sekalipun, tak terbaca elemen "kebencian atau sakit hati". Sementara dalam hinaan elemen merendahkan personalnya jauh lebih dominan ketimbang pokok persoalan atau kebijakan yg dibahas itu sendiri.


Memang tidak mudah menjadi objektif dan menilai dengan jernih karena logika berfikir tak bisa lepas begitu saja dengan hati. Disamping itu mencari kejelekan orang lain memang selalu lebih mudah dari pada melihat kekurangan diri sendiri atau kelompok sendiri. Orang lain itu sedemikian jelek sehingga tak terlihat satu kebaikan pun seakan-akan dirinya atau kelompoknya sedemikian baik, bersih, seperti malaikat atau sedemikian hebat sehingga pantas bersombong diri bahwa mereka dapat atau pernah melakukan hal yg lebih baik (padahal mereka tidak pernah dan belum tentu mampu melakukan hal yg sama atau lebih baik). Itu sudah menjadi sifat dasar manusia.


So, tinggal kita aja yg kebetulan masih diberi Tuhan kemampuan untuk berfikir seimbang, melihat sesuatu secara objektif, mendengar masukan yg bisa berbeda dan mempelajari hal2 yg baru, yang sehqrusnya bersyukur. Betapa Tuhan masih sayang kepada kita sehingga dapat menjaga hati dan pikiran kita tetap jernih.


Kasihan aja melihat banyak sahabat yang masih juga tak bisa move on. Sibuk menghina sambil mengagung-agungkan sesuatu yang sama sekali belum terbukti. Sesungguhnya mereka sangat merugi karena hanya mengotori hati dan pikirannya sendiri. Lebih kasihan lagi jika kesan yg mereka bawa adalah seakan-akan mewakili kelompok agama tertentu karena agama apa pun justru mengajarkan kebersihan hati dan penghormatan pada orang lain, bahkan pada seluruh mahluk dan benda ciptaan Tuhan.


Yaudah, keep think positively and have a nice holiday every one.


Happy Imlek untuk semua sahabatku yg merayakan. Gong xi fat cai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun