Mohon tunggu...
Agus Trisa
Agus Trisa Mohon Tunggu... -

Seorang ayah dengan dua orang anak dan seorang istri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengukur Rasa Cinta

16 April 2015   09:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:02 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banyak orang menyatakan bahwa rasa cinta itu tidak bisa diukur. Sebab, jika bisa diukur apa satuan yang tepat untuk mengukurnya? Meter? Kilometer? Gram? Ton? Kwintal? Hektar? Ons? Atau satuan-satuan lain yang bersifat matematis? Oleh karena itu, rasa cinta tidak akan bisa diukur dengan apapun juga, demikian kata orang-orang. Bahkan tidak ada alat atau sarana yang bisa digunakan untuk mengukur rasa cinta. Benarkah demikian? Lalu mengapa ada orang yang menyatakan cintanya sebesar gunung, setinggi langit, sedalam lautan, dan seluas samudra? Bukankah gunung, laut, dan samudra itu juga bisa diukur? Kalau langit? Wallohu a’lam..

Saya berpendapat, mungkin kurang tepat jika cinta tidak dapat diukur. Walaupun tidak memiliki satuan ukuran, tetapi ada hal-hal yang bisa digunakan untuk mengukur rasa cinta, yaitu perhatian, rasa memiliki, dan pengorbanan. Ketiga hal inilah yang bisa kita gunakan untuk mengukur seberapa besar rasa cinta kita terhadap sesuatu.

1. Perhatian
Perhatian adalah minat seseorang atas sesuatu. Perhatian bisa kita artikan sebagai perbuatan memikirkan sesuatu. Mengapa dipikirkan? Namanya juga perhatian. Orang yang memberikan perhatian terhadap sesuatu, berarti dia telah memfokuskan pemikirannya pada hal-hal yang dia cintai. Sebagai contoh, ketika kita mencintai salah satu harta kita, motor misalnya. Maka perhatian kita pada motor tersebut tentu melebihi perhatian kita pada yang lain. Kita memberikan perhatian khusus kepadanya. Kita membersihkannya setiap hari. Tidak cukup diusap memakai kain bekas, bahkan setiap hari mencucinya pun tentu akan kita lakukan.

Begitu juga, ketika kita mencintai lawan jenis kita. Perhatian pun juga akan tertuju ke sana. Mencari-cari dimana dia berada. Kita memikirkannya setiap saat. Mengapa? Namanya juga perhatian. Tidak kelihatan sehari saja, kita kebingungan. Ada rasa yang hilang sepertinya. Mengapa? Sekali lagi, namanya juga perhatian. Jika tidak kelihatan, perhatian ini akan diberikan kepada siapa? Bingung 'kan?

Hal lain yang sering dijadikan perhatian adalah keluarga kita. Seberapa besar perhatian kita terhadap keluarga kita? Terhadap istri, anak, suami, ayah, ibu, dan lain-lain. Berapa kali dalam sehari kita memikirkan mereka? Mungkin melebihi dosis orang minum obat. Pagi dipikirkan, menjelang siang dipikirkan. Tengah hari dipikirkan lagi, kemudian menjelang sore dipikirkan lagi. Sore dipikirkan, sampai Magrib, habis Isya bahkan menjelang Subuh pun masih juga dipikirkannya. Sampai kapan kira-kira? Entahlah..
2. Rasa memiliki
Rasa memiliki adalah perasaan ingin mempertahankan keberadaan sesuatu yang kita cintai dari gangguan apapun yang akan menghalangi eksistensi sesuatu tersebut. Rasa memiliki juga bisa berarti perasaan ingin melindungi. Ketika rasa memiliki kita terhadap motor begitu menguat, maka hal apapun kita lakukan untuk melindunginya. Suatu ketika mungkin kita sedang berbelanja di sebuah toko atau pasar. Sudah ada tukang parkir yang mengamankan motor kita. Tetapi rupanya belum cukup. Takut motor hilang, rantai besar pun dibawa untuk mengikat roda motor kita dengan sesuatu. Tidak hanya itu, bel motor tanda ada maling pun dipasang di berbagai sudut motor. Suaranya dikeraskan biar terdengar jika ada pencuri yang mengambilnya, dan kita bisa segera menyelamatkan motor kita tentunya. Luar biasa bukan? Mengapa semua itu bisa dilakukan demi sebuah motor? Yaitu karena rasa memiliki kita kepada motor tersebut sangat kuat.

Begitu juga ketika kita menyukai lawan jenis hingga mempunyai rasa memiliki terhadapnya. Karena merasa lawan jenis itu milik kita, maka kita pun berusaha untuk melindunginya. Kita pun menjaganya agar dia selalu mencintai kita, tidak mencintai orang lain. Segala upaya ditempuh agar dia tetap mencintai kita. Hmmm... Sampai sebegitunya bukan?

Demikian halnya dengan keluarga. Rasa memiliki kita akan keluarga juga membuat kita selalu berusaha menjaganya agar jangan sampai keluarga kita berantakan, tetap utuh dan selalu bahagia.
3. Pengorbanan
Pengorbanan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang kita berikan kepada sesuatu yang kita miliki tersebut. Berapa banyak harta yang kita keluarkan untuk merawat motor kita sampai kinclong? Setiap bulan diganti oli, setiap minggu diservis, dan setiap hari dicuci. Begitu cintanya kita kepada motor kesayangan, sampai-sampai berapa duit pun keluar, rasanya tidak menjadi masalah. Jika kita uat permisalan sekali ganti oli membutuhkan dana 50 ribu, sekali servis membutuhkan biaya 25 ribu, dan sekali cuci motor 10 ribu. Dalam waktu satu bulan kira-kira biaya untuk merawat motor dengan cara di atas menghasilkan dana 450 ribu. Hanya buat motor saja, 450 ribu. Hmm...

Bagi lawan jenis yang kita sukai, tentu pengorbanan bisa lebih besar lagi. Jika lawan jenis kemana-mana jalan kaki, maka kita pun pasti memikirkan bagaimana caranya membelikannya sepeda ontel. Jika sudah memakai sepeda ontel, tetapi masih kecapekan juga, motor pun dibelikan. Begitu seterusnya. Mengapa bisa begitu? Namanya juga pengorbanan. Walaupun dompet kosong melompong, kalau sudah datang malam minggu, saatnya ngapel. Jalan kaki pun tidak masalah walaupun jarak rumahnya 5 kilo. Hmm... Luar biasa bukan? Namanya juga pengorbanan.

Terhadap keluarga pun demikian. Apapun kita berikan asal keluarga rukun, akur, tidak ada yang saling bertengkar, sehat semua, dan tidak ada yang cemberut. Setiap awal bulan, pasti belanja pakaian baru. Untuk siapa? Ya untuk keluarga. Mengapa? Namanya juga pengorbanan. Sebulan sekali, diajak cek kesehatan ke dokter terkenal. Biar sehat terus maksudnya... (Sampai sebegitunya..)

Hal-hal di atas, menurut saya adalah hal-hal yang bisa kita gunakan untuk mengukur rasa cinta kita kepada harta, kepada orang yang kita cintai, dan kepada keluarga. Namun rasanya kita juga harus memikirkan bahwa harta, orang yang kita cintai, dan keluarga adalah materi, yang suatu saat materi itu akan mengalami kerusakan dan akhirnya hancur dan musnah.

Mungkin kita merawat motor sampai sedetil-detilnya dan sepertinya tidak akan bisa rusak. Mungkin sekali kita akan berpikir seperti ini. Tetapi benarkah motor tidak bisa rusak? Walau dirawat terus, pasti suatu saat motor itu juga akan habis dimakan usia. Andai motor kita bisa berusia sampai lama, mungkinkah kita juga masih bisa menjumpai motor kita sampai menjadi motor antik berusia 100 tahun? Apakah usia kita lebih banyak dari usia motor kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun