Pada perkembangan berikutnya, dikenal bentuk Jalur yang bermotif kepala binatang dengan ukiran, misalnya berbentuk kepala ular, kepala buaya, kepala naga dan sebagainya. Motif seperti inilah yang sering kita saksikan dalam berbagai video yang menampilkan Pacu Jalur.
Meski demikian, baik muatan maupun panjangnya tidak jauh berbeda dengan Jalur yang terdahulu. Hanya bentuknya yang berkembang secara artistis menurut selera dan kebutuhan masyarakat.
Jalur dalam bentuk ini mempunyai dua fungsi, yaitu digunakan untuk berpacu dalam merayakan hari besar dan berfungsi sebagai kendaraan pembesar adat atau penghulu adat dan datuk-datuk. Di samping itu, juga untuk pembukaan pacu tersebut. Jika Jalur digunakan untuk maksud tersebut maka biasanya diberi hiasan.
Jika dibandingkan dengan Jalur dalam bentuk awal, maka Jalur pada periode ini mengalami banyak perkembangan. Bentuk fisik Jalur kelihatan secara keseluruhan membujur panjang. Profil agak ramping dan mempunyai haluan panjang, telah berukir, kemudi agak panjang telah dilengkapi dengan selembayung yang berfungsi sebagai tempat bergantung tukang onjai (pengatur irama di kemudi). Jalur bentuk ini diperkirakan muncul pada tahun 1903.
Di periode ini pula unsur magis mulai dipergunakan. Semua Jalur telah mempunyai pawing atau dukun. Hal ini sesuai dengan perkembangan pikiran masyarakat yang senantiasa ingin bersaing untuk mencapai kemenangan. Jalan pintas yang paling mudah menurut pendapat masyarakat adalah ikut sertanya unsur-unsur gaib. Kekuatan gaib ini tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan Jalur yang sampai saat ini masih tetap dipakai.
"Tambaru" pada Masa Hindia Belanda
Awal abad ke-20 dalam sejarah Indonesia masih termasuk kurun waktu pemerintahan Hindia Belanda. Itulah sebabnya pada masa ini Tradisi Pacu Jalur juga dimanfaatkan oleh Belanda untuk merayakan hari ulang tahun kelahiran Ratu Wilhelmina setiap tanggal 31 Agustus. Perayaan secara besar-besaran ini juga sangat dinantikan oleh masyarakat Kuantan dan dianggap sebagai saat kedatangan tahun baru. Inilah sebabnya, masyarakat masa Hindia Belanda itu menyebut Tradisi Pacu Jalur dengan sebutan "Tambaru" sebagai singkatan dari tahun baru.
Seni Jalur di Tangan Tukang
Jika kita melihat keindahan bentuk dan motif Jalur saat ini, maka hal itu disebabkan oleh campur tangan tukang. Merekalah yang menentukan perkembangan Jalur pada periode-periode setelah zaman Hindia Belanda hingga ke zaman saat ini. Di tangan para tukang inilah, bentuk Jalur semakin ramping dan artistik. Bentuk Jalur juga mengalami penyesuaian untuk mencapai kemenangan dalam pacuan. Meski demikian, bentuk Jalur bukan satu-satunya penentu kemenangan, tetapi juga ditunjang oleh kualitas kayu, jenis kayu, teknik berpacu, rasa kesatuan yang kuat dan kompak serta unsur lain seperti sugesti dari penonton dari masing-masing kampung. Pada perkembangannya, selain penonton, pemandu pacu yang umumnya berdiri di bagian depan Jalur ikut menentukan kemenangan sebab ia ikut berperan penting melakukan sugesti bagi para pendayung.
Dengan demikian, tradisi Pacu Jalur merupakan salah satu bentuk tradisi yang telah berurat dan berakar serta dilestarikan oleh masyarakat Rantau Kuantan. Tradisi ini terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Termasuk di antaranya pemandu Pacu Jalur dengan kreasi tarian yang diperagakan dan media sosial tentu berperan langsung mempopulerkan tradisi ini hingga dikenal di mancanegara.