Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka melalui Kementerian Kebudayaan yang dipimpin oleh Fadli Zon berencana menulis ulang sejarah nasional Indonesia. Di antara yang disorot adalah narasi bahwa Indonesia dijajah selama 350 tahun.
Angka 350 tahun ini bisa mengacu pada kedatangan Belanda yang mendarat di Banten (1596), bisa juga dengan pembentukan VOC (1602). Jika mengacu pada kedatangan Belanda maka kurun waktunya adalah 346 tahun, dan jika mengacu pada terbentuknya VOC maka kurun waktunya adalah 340. Kedua kurun waktu ini tentu sulit untuk diingat, maka sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia untuk melakukan pembulatan sehingga lahirlah angka 350 tahun.
Versi inilah yang dipergunakan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang konservatif, De Jonge. Dia pernah menekankan dalam pidatonya pada tahun 1932 bahwa Belanda telah berada di Indonesia selama 300 tahun dan masih akan berada di sini selama 300 tahun lagi. Adapun Bung Karno lebih memilih menggunakan narasi Indonesia dijajah selama beratus-ratus tahun, sebagaimana kalimat pembukanya sebelum membacakan proklamasi kemerdekaan.
Kritik Atas Narasi Indonesia Dijajah 350 Tahun
Awal kedatangan Belanda pada tahun 1596 tentu tidak langsung disertai dengan penjajahan karena awalnya aktivitas mereka di bidang ekonomi. Memang secara umum bukan hanya Belanda yang datang berdagang, sebelumnya telah ada pedagang-pedagang Eropa lainnya seperti dari Portugis, Spanyol, dan Inggris. Begitu banyaknya jumlah mereka di wilayah yang saat ini disebut Indonesia, sehingga terjadi persaingan. Maka pedagang-pedagang Belanda lalu bermufakat untuk mendirikan Vereenigde-Oost Indische Compagnie (VOC) pada tahun 1602. Tujuannya tentu untuk memenangkan persaingan dengan pedagang-pedagang Eropa lainnya. Apalagi dua tahun sebelumnya, Inggris telah mendirikan East Indies Company (EIC). Bedanya, jika EIC berkantor pusat di Calcutta, India maka VOC berpusat di Batavia yang sekarang disebut Jakarta.
EIC dan VOC hanya berbeda kantor pusat, tetapi sesungguhnya mereka memiliki banyak persamaan sebagai imperialis dan kolonialis. Keduanya memegang mandat imperialisme dan kolonialisme dari negeri induk mereka, masing-masing Inggris dan Belanda. Selain sebagai kapitalis, mereka juga diperkuat dengan kekuasaan politik dan militer. Selain berhak mencetak mata uang sendiri, mereka juga berhak mengadakan perjanjian atau pernyataan perang dengan sebuah kerajaan atas nama pemerintah. Mereka juga dapat membentuk pasukan sendiri dan membangun benteng untuk menunjang praktik penjajahan mereka. Sekaligus mendukung kontrol mereka atas wilayah-wilayah yang telah dikalahkan. Kesemua hak istimewa ini disebut sebagai hak oktroi bagi VOC. Sebagai imbalan, VOC berkewajiban melaporkan hasil keuntungan dagang mereka kepada Staten General dan parlemen Belanda. Mereka juga wajib membantu pemerintah Belanda saat perang. VOC juga bertanggung jawab menjaga keamanan jalur perdagangan di Nusantara termasuk tindakan militer atau mengadakan perjanjian dengan sebuah kerajaan demi kepentingan Belanda.
Lalu apakah sejak awal terbentuknya, VOC langsung melakukan penjajahan? Bisa ya bisa juga tidak. Jika yang dimaksudkan penjajahan adalah saat mereka melakukan praktik monopoli maka mereka telah melakukan penjajahan, sebab praktik monopoli inilah yang menyebabkan bangkitnya perlawanan di berbagai wilayah. Tetapi jika yang dimaksudkan penjajahan adalah kontrol penuh atas wilayah yang ditaklukkan maka prinsip inilah yang akan membantah angka 350 tahun.
Kita ambil contoh beberapa perlawanan di daerah. Di Makassar, VOC baru bisa mengalahkan Sultan Hasanuddin dalam Perang Makassar pada tahun 1669. Itupun masih terdapat fakta sejarah bahwa meski Sultan Hasanuddin telah menandatangani Perjanjian Bongaya tetapi perlawanan masih berlanjut terutama dilakukan di luar Makassar oleh beberapa panglima Kerajaan Gowa dan pasukannya.
Di Jawa lebih singkat lagi karena Perang Diponegoro baru bisa dipadamkan pada tahun 1830 setelah perang selama lima tahun. Berselang tujuh tahun berikutnya yakni 1837, perlawanan kaum Padri di Sumatra Barat juga baru bisa dipadamkan Belanda. Jika berakhirnya Perang Diponegoro dan Perang Padri ini menjadi patokan maka kurun waktu kekuasaan Belanda masing-masing di Jawa dan Sumatra Barat jauh dari 350 tahun bahkan kurang dari seperduanya.
Di Aceh, jika yang jadi patokan adalah penandatanganan Plakat Pendek (Korte Verklaring) tahun 1904 yang berisi pengakuan masyarakat Aceh atas kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, maka kurun waktu kontrol Belanda atas Aceh hingga mereka diusir Jepang hanya 38 tahun.