Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Narasi 350 Tahun Direvisi, Bagaimana dengan Fakta Persekongkolan Penguasa dan Kapitalis?

26 Mei 2025   13:30 Diperbarui: 26 Mei 2025   16:14 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul video Bimaoriza

Di Sumatra bagian Utara lainnya, Tapanuli Utara lebih singkat lagi, karena Perang Batak baru bisa dipadamkan oleh Belanda pada tahun 1907 yang artinya berselisih tiga tahun setelah Plakat Pendek di Aceh. Sehingga kontrol Belanda atas wilayah ini hanya sekitar 35 tahun, hampir sama dengan periode pemerintahan Orde Baru yang selama 32 tahun.

Lalu bagaimana kita menyikapi perdebatan tentang berapa lama sesungguhnya kita dijajah? Penulis kembali kepada apa yang kita maksud dengan penjajahan itu? Jika yang kita maksud adalah praktik monopoli VOC di bidang ekonomi maka beberapa wilayah telah dijajah sejak zaman VOC abad ke-17, tetapi jika yang dimaksud adalah kontrol politik VOC atau pemerintah Belanda atas sebuah wilayah yang sekarang menjadi bagian Indonesia maka periodenya tidak sama setiap wilayah.

Di bagian ini penulis ingin mengutip pendapat sejarawan Universitas Sebelas Maret (UNS), Harto Juwono yang menyebut bahwa suatu kondisi dapat disebut penjajahan jika memenuhi aspek dominasi politik, eksploitasi ekonomi, maupun penetrasi kebudayaan (Kompas.com, 29/12/2024).

Jika prinsip ini yang dipergunakan maka lama penjajahan Belanda di Indonesia mulai dihitung sejak bubarnya VOC dan kekuasaan diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1800. Jika dihitung hingga masa Belanda angkat kaki dari Indonesia karena dikalahkan Jepang pada tahun 1942, maka kita dijajah selama  142 tahun.

Meski demikian, sangatlah sulit menyimpulkan masa penjajahan Belanda di Indonesia meski dengan angka selain 350 tahun, misalnya dengan angka 142 tahun. Mengapa demikian? Sebab kontrol Belanda atas berbagai wilayah yang sekarang bernama Indonesia, tidaklah sama sebagaimana diuraikan sebelumnya. Misalnya di Makassar setelah Perjanjian Bongaya (1669), di Jawa setelah Perang Diponegoro (1830), di Sumatra Barat pasca Perang Padri (1837), di Aceh setelah Plakat Pendek (1904) dan di Tapanuli Utara setelah Perang Batak (1907). Bahkan sebagaimana pendapat GJ Resink bahwa hingga tahun 1910 masih banyak kerajaan yang merdeka di Sumatra hingga Sunda Kecil. Pendapat GJ Resink ini akan penulis sajikan lebih lanjut.

Sejarah Ditulis Ulang? Jangan Hilangkan Fakta Persekongkolan Penguasa dengan Kapitalis

Jika memang sejarah nasional Indonesia akan ditulis ulang maka hal itu akan menegaskan fakta bahwa kita tidak dijajah selama 350 tahun. Mengapa penulis menyebut dengan istilah menegaskan fakta? Sebab sesungguhnya telah ada sejarawan yang pernah menentang narasi bahwa Indonesia dijajah selama 350 tahun berdasarkan bukti kuat. Di antara mereka adalah Gertrudes Johannes (GJ) Resink dan sejarawan nasional Taufik Abdullah.

Sampul buku GJ Resink
Sampul buku GJ Resink

GJ Resink sendiri setelah melakukan telaah dokumen-dokumen sejarah perjanjian antara pemerintahan Belanda dengan kerajaan-kerajaan menyimpulkan bahwa tidak ada satu pun wilayah di Indonesia yang benar-benar dijajah selama 350 tahun. GJ Resink bahkan menemukan fakta bahwa masih banyak kerajaan dari Sumatra hingga Sunda Kecil yang merdeka antara tahun 1850 hingga 1910. Senada dengan GJ Resink, Taufik Abdullah bahkan menyebut narasi Indonesia dijajah selama 350 tahun adalah mitos.

Meski demikian, jika benar sejarah nasional Indonesia akan direvisi maka kami sebagai insan Sejarah ingin memperingatkan agar tidak menghilangkan fakta bahwa kita pernah dikuasai---jika  tidak ingin menyebut dijajah---oleh sebuah korporasi hasil persekongkolan antara penguasa/pemerintahan Belanda dengan kaum kapitalis bernama VOC.

Pola inilah yang tidak menutup kemungkinan bisa terulang, meski kita berharap tidak terjadi lagi. Tetapi poin inilah yang terpenting dari periode imperialisme dan kolonialisme di Indonesia. Hal ini pula yang akan menjadi pelajaran agar diwaspadai, yakni simbiosis mutualisme antara penguasa dan kapitalis. Banyak pemikir yang telah memperingatkan tentang persekongkolan penguasa dan kapitalis, di antaranya Karl Marx, Adam Smith dan Michel Foucault. Para pemikir yang menentang persekongkolan penguasa dan kapitalis menyebut bahwa kekuasaan politik atau kekuatan negara sering digunakan untuk melindungi kepentingan kapitalis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun