Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Air yang Tersia-sia di Pinggiran Kota Gersang

22 Agustus 2019   00:17 Diperbarui: 22 Agustus 2019   19:17 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Air su dekat."
---Iklan dulu---

Panas, kering, batu, angin, dan debu beterbangan. Tidak satu pun pohon besar berada di tengah sebuah kawasan perumahan bersubsidi yang belum lama ini sering saya kunjungi untuk suatu "kepentingan" itu.

Di kawasan yang berbatu karang nan gersang itu setiap rumah yang berpenghuni pasti dilengkapi dengan sebuah bak penampungan air bersih. Sebagian besar bak mampu menampung air sebanyak 5.000 liter. Posisinya berada di depan rumah.

Sejak hampir satu bulan ini air mengalir pada Senin dan Kamis. Meski pernah 2-3 kali meluber, akhir-akhir ini hanya mengalir dalam durasi setengah jam. Sebelumnya hanyalah pipa kosong yang telantar.

Dan di sana dua-tiga mobil tangki air 5.000 liter selalu hadir untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Harga air per 5.000 liter itu adalah Rp70.000,00.

Harga di pinggiran memang berbeda dengan di pertengahan kota. Selisihnya sebesar Rp20.000,00 atau Rp50.000,00 di pertengahan kota.

Kekeringan Ekstrem di Kota Kupang dan NTT 
Kota Kupang termasuk dalam dua belas wilayah di Nusa Tenggara Timur yang terkena dampak kekeringan ekstrem. Hal ini malah saya baca di Kompas.Com edisi Kamis, 1 Agustus 2019, dengan berita "Kekeringan Ekstrem Melanda 12 Wilayah di NTT" dan bernarasumberkan Kepala Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang Apolinaris S. Geru.

Sebelumnya, melalui berita "Lebih dari 1.900 Desa di Tujuh Provinsi Terdampak Kekeringan", BNPB.Go.Id edisi Senin, 15 Juli 2019  melaporkan bahwa di provinsi ini terdapat 851 desa yang mengalami dampak kekeringan tertinggi dalam skala nasional.

"Lebih dari 1.900 desa yang tersebar di 79 kabupaten dan tujuh provinsi terdampak kekeringan," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo pada rapat terbatas memgenai antisipasi dampak kekeringan pada Senin (15/7) di Istana Negara, Jakarta.

Kebutuhan Air Bersih dan Biayanya
Kalau dalam sebuah rumah tinggal sederhana berpenghuni lima orang dengan semua kegiatan dalam satu hari, mereka membutuhkan air bersih sekitar 750 liter (5 orang X 150 liter). Paling tidak, setiap minggu mereka akan memesan 5.000 liter air bersih.

Adapun kalkulasi biaya per bulannya sebesar Rp280.000,00. Itu pun kalkulasi teoretis-matematis.

Fakta yang saya temukan adalah sebagian rumah tangga di perumahan bersubsidi itu membutuhkan air sebanyak 5.000 liter per lima hari. Dengan kata lain, selama satu bulan sebagian rumah tangga membutuhkan air bersih sebanyak 30.000 liter.

Maka, dalam satu bulan saja, sebagian warga perumahan bersubsidi itu harus mengeluarkan uang sebesar Rp420.000,00. Selisihnya sebesar Rp140.000,00 dengan kalkulasi teoretis-matematis.

Sebuah Ironi yang Disusul Ironi Lainnya
Pada awal tulisan saya sudah menyinggung "perumahan bersubsidi" dan "rumah tinggal sederhana". Artinya, perumahan itu sewajarnya dihuni oleh masyarakat berekonomi menengah ke bawah.

Menurut saya, itu merupakan ironi pertama. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih selama satu bulan, para penghuninya harus mengeluarkan uang sebanyak Rp280.000,00 sampai Rp420.000,00.

Ironi kedua, dan faktual, saya sempat melihat secara langsung adanya air yang tersia-siakan, yaitu pada 18 Juli, 5 dan 8 Agustus. Paling parah terjadi pada 5 dan 8 Agustus.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
"Tersia-siakan" yang saya maksudkan adalah air terbuang percuma karena pipa per blok perumahan yang putus, dan sebagian keran dalam kondisi terbuka.

"Paling parah" yang saya maksudkan adalah durasi air mengucur secara deras selama lebih 8 jam. Menurut informasi dari obrolan beberapa warga, sejak sebelum pkl. 06.00 s.d. pkl. 16.00 air bersih mengucur.   

Saya tidak sanggup menghitung jumlah air bersih yang tersia-siakan selama lebih 8 jam itu.

Lagi-lagi Soal Pemantauan, Perbaikan, dan Perawatan
Selama lebih dua bulan sering berkunjung ke kawasan perumahan bersubsidi itu, saya sama sekali tidak menemukan petugas terkait, baik dari pihak pengembang (developer) maupun dinas berwenang, dalam hal pemantauan, perbaikan, dan perawatan pipa-pipa galvanis untuk air bersih.

Pipa-pipa masih berada dalam kondisi mengenaskan. Bengkok, putus, dan potongannya. Semua kondisi mengenaskan itu terlihat secara jelas, meskipun petugas atau pihak berwenang sama sekali tidak pernah terlihat.

Belum lagi dengan fungsionalitas meteran, dan keran-keran yang memang berada di luar unit rumah. Entah bagaimana pihak terkait menghitung debit serta dampak bagi pendapatan daerah itu.     

Tanggung Jawab Siapa
Mengenai bagaimana pengadaan dan pengelolaan air bersih di sebagian wilayah Kota Kupang, tentu saja, saya tidak mengetahuinya. Saya hanya "kebetulan" berada di kota ini, dan pernah berada ke daerah-daerah pinggirannya, baik yang selalu kekeringan maupun yang selalu kebasahan.

Akan tetapi seorang kawan pernah mengisahkan bahwa ada ketidakberesan, bahkan "konflik struktural" dalam tata-kelola air bersih, khususnya menyangkut segelintir pejabat terkait dan antardaerah administratif. Kisah yang disampaikannya berdasarkan fakta sekian tahun lalu dan sekarang melalui pembuatan bak penampung air di rumahnya.  

Demi mendengar kisahnya, saya menggeleng-geleng. Yang terbayangkan ialah kota ini berslogan "Kota Kasih", dan tiga salib bertebaran di setiap sudut jalan hingga gang. Apa makna semua itu?

Saya menggeleng-geleng lagi alias benar-benar tidak memahami hubungan antara slogan, simbol, dan realitasnya. Sebagai perantau dengan durasi sekian bulan saja, sebaiknya saya tidak perlu repot untuk memahaminya, sebab semua persoalan yang menahun itu bukanlah tanggung jawab saya.

*******
Kupang, 8-21 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun