Sebelum pkl. 19.00 WITA saya dan tiga rekan saya disambut suhu yang menggigil di sana. Rekan saya masih harus menjemput rekan lainnya yang menginap di sebuah penginapan untuk suatu acara.
Sambutan gigilan sangat menggugah saya yang tadinya terlelap selama perjalanan karena kelelahan. Menurut rekam ingatan gigilan saya, malam itu suhu berada di bawah 14 derajat Celsius.
Dengan gigilan yang saya dapatkan, seketika saya teringat pada Kaliurang, Yogyakarta, pada 1990-an. Yang pasti, kenangan ketika saya masih aktif di pers kampus, dan sebuah penginapan di Kaliurang selalu menjadi tempat karantina untuk pelatihan jurnalistik tingkat fakultas yang diselenggarakan oleh Majalah Mahasiswa Tekni (MMT) "Sigma" dengan nama "Apresiasi Jurnalistik Mahasiswa" (AJM).
Lalu pkl.19.30 WITA saya dan rombongan sampai ke sebuah hotel yang menjadi tempat hajatan. Hotel yang hanya berlantai tiga, dan ruang hajatan di halamannya.
Meski bukan di sebuah ruang tertutup dengan suhu udara sejuk buatan mesin Air Condition (AC), di halaman itu suhu seperti berada di sebuah ruang hajatan umumnya di hotel-hotel semacam di Balikpapan, atau ruang kantoran. Sungguh menggigilkan!
Ternyata resepsi baru dilaksanakan sekitar pkl. 19.40 WITA. Artinya, molor, dan saya belum terlambat. Â
Ternyata lagi, suvenir pernikahan yang saya dan rekan-rekan dapatkan adalah sebuah gantungan kunci berupa tokoh wayang bernama Puntadewa. Wow!
Ternyata kamera andalan dan android saya teringgal di mobil, karena berada dalam tas yang saya persiapkan bersama baju untuk mengantisipasi jika terpaksa menginap. Artinya pula, saya tidak bisa mendokumentasikan acara serta pernak-perniknyaÂ
Dan, dua rekan saya tidak akan menginap di Soe, melainkan akan kembali ke Kupang setelah bubar acara hajatan. Sementara seorang rekan memilih menginap bersama rekan kami lainnya. Rekan yang kami jemput tadi ternyata sudah kembali ke penginapannya.
Artinya, malam itu juga saya bisa kembali ke Kupang, dan besok bisa langsung bekerja. Beres, 'kan?
Sekitar pkl. 23.00 WITA atau seusai acara terakhir dengan berjoget-berdansa saya dan dua rekan kembali Kupang. Lagi-lagi saya melanjutkan tidur selama perjalanan. Akan tetapi, tentu saja, tidur saya bisa benar-benar lelap dalam pelukan yang menggigilkan, meskipun AC mobil tidak diaktifkan.