Dalam prosesi pemakaman Any Yudoyonan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan (Minggu, 2 Juni 2019) pasca-sengketa Pemilu 2019, Megawati Soekarnopoetri hadir dan bersalaman dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Tentu saja sorotan hadirin, pemirsa, dan kamera tidak ingin luput dari peristiwa itu.
Ya, sebagian pengamat politik Indonesia sangat mengenal kondisi komunikasi di antara kedua mantan presiden RI tadi. Banyak ulasan dan jejak digital yang masih bisa dibaca kembali mengenai hubungan keduanya. Intinya, ya, sempat begitulah.
Akan tetapi, prosesi pemakaman mantan ibu negara sungguh-sungguh sebuah peristiwa kemanusiaan yang paling hakiki. Kepergian kekal yang memisahkan antarmanusia, dan tidak pernah luput dari setiap manusia dalam sebagian kepercayaan-keyakinan. Juga kehadiran orang tertentu yang menyatukan antar ]manusia, dan tidak pernah luput dari keniscayaan.
Prosesi itu pun berada dalam Ramadan (bulan puasa umat Islam). Sebentar lagi Idulfitri 1440 H, dan sebagian Muslim berduyun-duyun untuk pulang ke kampung halaman (mudik). Di sini pula hakikat makna "mudik" sedang disaksikan bersama.
Apa yang dibawa "pulang" bagi yang pergi? Apa pula yang akan dibawa "pulang" bagi yang sedang "antre"? Bukankah politik dan perasaan (egoisme) hanyalah suatu kurun waktu, dan kematian senantiasa membisikkan nasihat sepanjang hayat? Â Â
Beginilah makna duka dan cinta-kasih-sayang bagi siapa saja --termasuk Penulis ini--yang pasti berpulang kepada Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang sebagaimana hakikat fitrah manusia. Terima kasih atas realitas pembelajaran yang penuh cinta ini.
*******
Kupang, 2 Juni 2019