Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Mengapa Memilih Jokowi dalam Pilpres 2019?

29 Maret 2019   20:56 Diperbarui: 30 Maret 2019   01:03 2023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2. Daerah
Kota : Surakarta (Solo) dengan 2 periode (2005-2010, dan 2010-2012 karena beralih ke Ibu Kota Negara)
Provinsi : DKI Jakarta, 1 peridoe (2012-2014 karena beralih ke Pilpres 2014)

3. Negara
Presiden ke-7, 2014-2019

B. Tindak Pidana Korupsi
Menurut saya, Jokowi telah berpengalaman sekaligus meraih prestasi-prestasi yang mengagumkan selama memimpin keluarga, daerah, dan negara. Berhasil memimpin keluarga merupakan kunci awal untuk memimpin di luar keluarga, apalagi daerah dan negara bersama menteri-menterinya.

Mengenai kekurangan Jokowi, tidaklah mengurangi alasan pemilihan saya karena, ya, manusiawi sekali. Toh, saya bukan siapa-siapa, apalagi jika dibandingkan dengan Jokowi.

Namun dalam hal ketiga kepemimpinan, Jokowi berhasil mengelola dirinya dari aneka "jebakan" tindak pidana korupsi. Selama memimpin Surakarta, Jokowi tidak terlibat dalam korupsi.

Jokowi memimpin anak-anaknya agar tetap berada di luar pemerintahan, yang dimulai dari Surakarta. Kahiyang tidak lolos untuk menjadi CPNS di Kota Surakarta pada 2013. Artinya, "suap jabatan" atau nepotisme tidak berlaku bagi anak kandungnya dalam kepemimpinan Jokowi hingga nasional.

Jokowi tidak mengintervensi KPK dalam bertugas. Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang marak semasa rezim Jokowi merupakan bukti independensial KPK. Saya tidak perlu menguraikan panjang-lebar-tinggi tentang kasus ini-itu.

Bagi saya, korupsi merupakan tradisi buruk nan busuk dalam pengelolaan daerah dan negara sebab korupsi sangat berpengaruh dalam penggembosan kebijakan publik serta hukum positif sehingga sangat merugikan banyak pihak. Korupsi adalah kejahatan kalangan psikopat. Korupsi dicandui, bahkan lebih parah daripada narkoba, oleh sebagian penyelenggara daerah dan negara.

Dan, bagi saya, pendidikan dan praktik korupsi dimulai dari tingkat keluarga. Kalau sebuah keluarga memiliki gaya hidup yang berlebihan, korupsi merupakan tindakan yang sulit dihindari, terlebih ketika seorang kepala keluarga memiliki posisi sangat strategis dalam aneka kebijakan publik, baik tingkat daerah maupun negara. 

Hanya Memilih 
Alasan-alasan tadi sangat berkaitan dengan rekam jejak (Track Record). Tanpa rekam jejak, berarti saya memilih berhalusinasi. Saya sudah biasa berhalusinasi alias berkhayal, melamun, lalu "berandai-andai", bahkan "seandainya sayalah presiden Indonesia". Namun mana mungkin halusinasi mengenai rekam jejak orang lain lalu memilihnya untuk sebuah realitas Indonesia, 'kan?

Sebagai seorang rakyat, saya hanya berhak memilih, dan dijamin oleh konstitusi (UUD 1945) yang bisa mengubah "hak" menjadi "kewajiban". Ya, siapa pun memiliki kewajiban, semisal kewajiban menjalankan hak masing-masing sebagai "siapa".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun