Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konsistenitas dalam Titik Terendah dari Sebuah Keterbatasan

30 Oktober 2018   15:18 Diperbarui: 1 November 2018   18:43 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bagi saya sendiri, menulis dan memajang karya (tulisan/artikel) di Kompasiana tetaplah seperti awal motivasi saya sejak bergabung, yaitu 1) melatih diri dalam berpikir dan menyampaikan pemikiran kepada siapa saja yang berminat membacanya melalui media alternatif bernama Kompasiana; 2) menyimpan atau menabung karya; 3) mencoba untuk menikmati suasana ber-Kompasiana, baik disukai, dikomentari maupun sekadar dibaca."

Ada-tidaknya K-rewards untuk saya, sudah saya anggap angin biasa saja. Tidak berbeda dengan hadiah ratusan juta rupiah yang sering singgah di ponsel saya karena menang undian yang tidak pernah saya ketahui. Tidak ada yang perlu saya tangkap karena sejak semula memang saya tidak berusaha mencari "angin", 'kan?

Belajar Konsisten

Sejak tidak mau repot mengurusi Mandiri e-Cash pada 5 April, dan bukan tipe "penjilat ludah sendiri" dengan motivasi menulis di Kompasiana itu saya sama sekali tidak lagi memikirkan keterkaitan antara menulis di Kompasiana dan manfaat finansialnya (K-rewards).

Di samping itu, saya juga tidak memikirkan hal verifikasi atau validitasi data saya. Mau tervaliditasi yang bisa mengubah hijau menjadi biru, bukanlah hal atau urusan yang perlu saya perjuangkan. Saya menulis, ya, menulis saja. Apa adanya.   

Apakah karena saya sudah kaya raya?

Jujur saja, saya penganggur berijazah S-1 Teknik Arsitektur. Saya hanya mengharapkan belas kasihan orang melalui jasa perancangan bangunan. Beberapa bulan saya bisa mendapat angin lewat saja.

Kalaupun ada angin yang singgah, sesekali hanya gerimis alias harganya jauh di bawah standard. Kalau tarif jasa arsitek yang resmi Rp200.000 per meter persegi, harga jasa saya disepakati oleh pengguna pada angka Rp30.000 per meter persegi.

Ya, sesekali gerimis. Paling sering anginnya adalah angin kemarau. Maksud saya, sering kali tidak dibayar dengan pelbagai alasan para pengguna jasa saya, khususnya di Balikpapan. Keren, 'kan?

Di Balikpapan pun saya tinggal di rumah mertua. Kendaraan saya berupa sepeda motor produk awal 2000-an dari warisan mertua saya yang meninggal pada 23 Maret 2013. Keren juga, 'kan?

Kondisi semacam itu sangat tidak menyenangkan dalam kehidupan, bahkan posisi saya sebagai kepala rumah tangga. Laki-laki tidak bertanggung jawab, begitu, 'kan?  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun