Mohon tunggu...
Agustinus Daniel
Agustinus Daniel Mohon Tunggu... -

Credo ut Intelligam - Aku percaya maka aku mengerti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Heterodoksi, Konsili Vatikan II, dan Kutukan Rasul Paulus (bagian 1)

27 September 2015   22:22 Diperbarui: 28 September 2015   11:22 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa waktu yang lalu tiga orang petinggi Gereja, Kardinal Raymond Burke, Uskup Agung Jan Pavel Lenga, dan Uskup Athanasius Schneider secara terbuka melalui sebuah video mengungkapkan kenyataan pahit bahwa Gereja saat ini tengah dilanda krisis berat berkenaan dengan ajaran Gereja mengenai keluarga yang akan dibicarakan dalam Sinode luar biasa tentang keluarga pada bulan Oktober 2015.

Ajaran gereja mengenai keluarga, termasuk di dalamnya mengenai perkawinan, begitu penting mengingat keluarga adalah inti terkecil dari komunitas pembentuk peradaban manusia. Rusaknya ajaran tentang keluarga tentu akan berbuah pada rusaknya seluruh peradaban manusia.

Ini videonya:

VIDEO KRISIS GEREJA KATOLIK

Sebagai bagian dari hirarki, mereka tentu punya otoritas dan kompetensi untuk berbicara seperti itu dan pernyataan mereka layak untuk diranggapi dengan sangat serius.

Beberapa hari setelah itu muncul kejutan baru. Paus Fransiskus menerbitkan Motu Proprio (artinya 'atas inisiatif sendiri') Mitis Iudex mengenai perubahan proses annulment sakramen perkawinan. Perubahan ini membuat proses annulment yang sebelumnya ketat menjadi jauh lebih mudah, cepat, dan murah. Banyak kalangan yang cukup kompeten menilai perubahan ini membuat proses annulment sakramen perkawinan secara 'de facto' adalah perceraian Katolik. Dengan perubahan ini ajaran Gereja Katolik mengenai perkawinan yang monogamis dan tak terceraikan terancam berubah. Ini seperti mengkonfirmasi krisis yang diungkapkan oleh tiga petinggi Gereja yang terhormat.

Dan baru-baru ini umat Katolik dikejutkan dengan pengakuan Kardinal Godfried Daneels yang mengungkapkan bahwa dirinya bersama beberapa kardinal lain (diantaranya Kardinal Walter Kasper) tergabung dalam 'kelompok Mafia St. Gallen' yang berupaya menjatuhkan Paus Benediktus XVI yang tradisionalis dan menggantikannya dengan Kardinal Jorge Bergoglio yang modernis. Kenyataannya Paus Benediktus XVI memang mengundurkan diri dan Kardinal Jorge Bergoglio dipilih menjadi Paus. Ini seperti mengkonfirmasi apa yang dikatakan oleh Uskup Agung Jan Pavel Lenga, 'It is difficult to believe that Pope Benedict XVI freely renounced his ministry as successor of Peter.'

Jika benar pengunduran diri Paus Benediktus XVI akibat tekanan kelompok tertentu, baik langsung maupun tidak langsung, maka tentunya pengunduran diri tersebut tidak sah. Sesuai dengan aturan dalam Hukum Kanonik:

Apabila Paus mengundurkan diri dari jabatannya, untuk sahnya dituntut agar pengunduran diri itu terjadi dengan bebas dan dinyatakan semestinya, tetapi tidak dituntut bahwa harus diterima oleh siapapun. (KHK 332.2)

Ini tentu bukan masalah kecil. Jika seandainya pengunduran diri Paus Benediktus XVI tidak valid maka dengan sendirinya sampai hari ini Paus Benediktus XVI masih menjadi pemimpin Gereja Katolik dan Paus Fransiskus bukanlah Paus yang valid.

Krisis yang diutarakan oleh tiga petinggi Gereja, Motu Proprio Paus Fransiskus tentang perubahan proses annulment, dan pengakuan Kardinal Godfried Daneels tentang konspirasi untuk menjatuhkan Paus Benediktus XVI sangat mengkhawatirkan banyak orang. Ini bisa menjadi persoalan sangat besar yang dapat berujung pada perpecahan pada Sinode tentang keluarga yang akan diadakan di Vatikan bulan Oktober 2015. Beberapa orang mulai berbicara tentang kemungkinan terjadinya skisma, sesuatu yang sangat tidak diharapkan siapapun yang mencintai Gereja.

Saya sangat setuju bahwa saat ini Gereja tengah menghadapi tantangan terbesarnya dalam sejarah, bahkan mungkin lebih besar dari bidaah arianisme dan bidaah protestan (Martin Luther). Tapi seperti burung pipit yang tidak akan jatuh ke tanah jika Tuhan tidak mengijinkannya, krisis ini diijinkan oleh Tuhan untuk satu maksud. Ini adalah kesempatan untuk memisahkan antara gandum dan lalang, antara mereka yang sungguh-sungguh mencintai kebenaran dan menolaknya. Sayang sekali yang layak menjadi gandum itu akan sangat sedikit sehingga Tuhan berkata, "Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Luk.18:8).

Krisis yang terjadi sekarang ini, bukanlah sebuah krisis yang tiba-tiba jatuh dari langit begitu saja. Terlalu naif kalau kita berpikir seperti itu. Krisis yang begitu besar ini, sehingga tiga orang kardinal dan uskup dengan terbuka mengatakannya, berasal dari rentetan proses panjang yang terjadi selama beberapa dekade. Ada cukup banyak alasan untuk mengatakan bahwa Konsili Vatikan II adalah bagian yang signifikan dari krisis ini.

Krisis yang terjadi sekarang ini berakar dari heterodoksi / kesesatan yang dengan amat lihai disusupkan dalam bentuk ambiguitas kata-kata indah pada dokumen-dokumen Konsili Vatikan II sehingga kesesatan ini tersamar rapi dalam ajaran-ajaran yang 'tampak' sejalan dengan ajaran Gereja. Dan dengan bantuan para Yudas, ajaran-ajaran heterodoksi ini berhasil menyesatkan banyak orang pilihan.

Hanya sedikit yang menyadari kesesatan ini sejak awal, dan mereka dikucilkan. Sebagian lagi (termasuk saya) baru menyadari adanya kesesatan ini setelah melihat buah-buahnya yang buruk. Tapi sebagian besar orang masih mengira (atau tepatnya bermimpi) bahwa Konsili Vatikan II adalah anugerah Tuhan, karya ROH KUDUS dalam Gereja.

Apa yang baik dari Konsili Vatikan II selain 'kebaruan' dan keselarasan dengan dunia? Tidak ada! Kesadaran iman umat merosot, ajaran Gereja makin terasa asing, liturgi dan kekudusan terus dilecehkan, panggilan imamat menurun drastis, dan entah apa lagi. Kasus pedofilia yang nyaris membangkrutkan Gereja dimana-mana hanyalah 'hukuman' kecil untuk menyadarkan kita dari kekeliruan ini.

Tapi sayang 'hukuman' kecil ini tidak juga menyadarkan banyak orang. Sebaliknya heterodoksi makin dikukuhkan seolah para Yudas yang ada di dalam hirarki ini menantang Tuhan untuk mendatangkan hukuman yang lebih besar.

(bersambung)

 

Catatan untuk moderator/admin:

Kutipan 'copy-paste' sudah saya beri link sumber, tentunya tidak ada alasan lagi untuk menghapusnya. Thanks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun