Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis

Gemar membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kemiripan Bukan Plagiat: Saat Skor Turnitin Disalahpahami

27 Mei 2025   04:25 Diperbarui: 28 Mei 2025   18:09 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karya ilmiah (Sumber: Unsplash/Bram Naus)

Saat ini, Turnitin telah menjadi alat umum yang digunakan di perguruan tinggi untuk memeriksa tingkat kemiripan naskah akademik, baik skripsi, tesis, disertasi, maupun artikel ilmiah, dengan tujuan menjaga kejujuran ilmiah dan mencegah plagiarisme. Namun dalam praktiknya, skor kemiripan yang tinggi---misalnya 30% atau lebih---sering disalahpahami sebagai indikasi pasti adanya plagiarisme, sehingga memicu kepanikan di kalangan mahasiswa dan bahkan penilaian terburu-buru oleh dosen atau editor. Banyak karya ilmiah akhirnya ditolak hanya karena angka, tanpa mempertimbangkan konteks kesamaan tersebut, seperti kutipan langsung yang sesuai kaidah atau daftar pustaka. Padahal, kemiripan hanyalah hasil pencocokan teks otomatis oleh sistem, sedangkan plagiarisme adalah pelanggaran etika yang harus dinilai secara cermat, kontekstual, dan manusiawi. Karena itu, penting bagi sivitas akademika untuk memahami perbedaan mendasar antara keduanya agar tidak terjadi kesalahpahaman yang merugikan.

Memahami Fungsi Turnitin

Turnitin pada dasarnya adalah alat bantu digital yang dirancang untuk mendeteksi tingkat kemiripan teks, bukan untuk memutuskan apakah suatu karya merupakan plagiat atau bukan. Alat ini bekerja dengan membandingkan dokumen yang diunggah ke dalam sistem dengan jutaan sumber yang ada di internet, artikel jurnal, buku, serta tugas-tugas yang pernah dikumpulkan oleh pengguna lain di seluruh dunia.

Hasil dari proses pencocokan itu disebut similarity report, yakni laporan yang menampilkan persentase teks yang mirip dengan sumber lain. Semakin tinggi angkanya, semakin banyak bagian tulisan yang cocok atau mirip dengan yang sudah ada sebelumnya. Namun penting untuk diingat bahwa angka kemiripan tinggi tidak serta-merta berarti karya tersebut menjiplak---bisa saja kemiripan itu berasal dari kutipan langsung yang telah disitasi dengan benar, istilah teknis yang tidak bisa diubah, atau bagian-bagian yang umum digunakan dalam dunia akademik.

Betram Gallant, dalam Academic Integrity in the 21st Century (2008), menjelaskan bahwa deteksi kemiripan hanyalah langkah awal dalam menilai keaslian karya, dan bukan bukti pasti adanya pelanggaran etika. Penilaian apakah sebuah teks mengandung plagiarisme atau tidak tetap membutuhkan analisis manusia yang memahami konteks dan struktur penulisan ilmiah.

Dengan demikian, Turnitin sebaiknya dipahami sebagai alat bantu, bukan alat penghakim. Ia membantu dosen dan mahasiswa untuk meninjau kembali bagian-bagian yang terindikasi mirip, lalu melakukan perbaikan jika perlu---bukan sebagai penentu mutlak benar atau salahnya sebuah karya.

Perbedaan Antara Kemiripan dan Plagiarisme

Salah satu kesalahpahaman umum dalam dunia akademik adalah menganggap bahwa kemiripan identik dengan plagiarisme, padahal keduanya sangat berbeda baik dari sisi makna maupun dampaknya. Kemiripan hanyalah indikator teknis yang menunjukkan seberapa besar teks dalam suatu dokumen yang cocok dengan sumber lain, dan tingkat kemiripan yang tinggi belum tentu menandakan pelanggaran; kutipan langsung yang disitasi dengan benar, daftar pustaka, atau istilah umum dapat meningkatkan skor tanpa melanggar etika.

Sebaliknya, plagiarisme merupakan pelanggaran etika akademik yang terjadi ketika seseorang mengambil gagasan, kalimat, atau data orang lain tanpa menyebutkan sumbernya secara sah dan mengakuinya sebagai karya sendiri. Plagiarisme tidak selalu terdeteksi oleh perangkat seperti Turnitin karena seseorang bisa menyamarkan kutipan melalui parafrase, tetapi tetap menjiplak ide utamanya.

Jude Carroll, dalam Plagiarism, Detection and Prevention (2007), menegaskan bahwa kemiripan adalah hasil kerja perangkat lunak, sedangkan plagiarisme merupakan pelanggaran moral yang membutuhkan penilaian manusia berdasarkan konteks dan niat penulis. Oleh karena itu, tidak tepat jika hanya mengandalkan persentase Turnitin untuk menilai keaslian karya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun