Api tidak hanya membakar, tetapi juga memurnikan, sebagaimana emas dilebur dalam bara untuk menyingkapkan kemurniannya. Demikian pula, panggilan hidup tidak lahir dari kenyamanan, melainkan dari ujian yang menghanguskan ego dan menyingkap ketulusan hati. Seminari, dengan disiplin dan seleksinya, adalah tungku pemurnian yang menguji kesiapan calon imam, bukan sekadar gerbang eliminasi. Seleksi ini bukan vonis, melainkan perjalanan batin yang membentuk karakter dan menyaring kemurnian niat. Tuhan tidak mencari yang sempurna, tetapi yang rela ditempa; mereka yang bertahan bukanlah yang terkuat secara lahiriah, melainkan yang telah menemukan suara hatinya dalam hening dan berani berjalan dalam cahaya panggilan sejati.
Seleksi di Seminari: Lebih dari Sekadar Eliminasi
Seperti seorang pandai besi yang tidak serta-merta menempa besi menjadi pedang tajam, demikian pula perjalanan seorang calon imam tidak berlangsung dalam sekejap. Ia melewati tahap demi tahap, dari percikan api awal hingga nyala yang membara, dari ketukan pertama palu hingga bilah yang mengilap. Seleksi di Seminari adalah perjalanan panjang yang berjenjang---bukan sekadar penyaringan, tetapi pembentukan.
Seorang calon memulai langkahnya dari gerbang perekrutan, di mana benih panggilan mulai diuji dalam Kelas Persiapan Bawah (KPB). Di sana, ia belajar mengenali dasar-dasar intelektual dan spiritual yang menjadi fondasi hidupnya kelak. Jika lolos dari tahap ini, ia melangkah ke Seminari Menengah, tempat disiplin akademik dan formasi karakter ditempa lebih dalam. Namun, perjalanan tidak berhenti di sana. Masih ada Tahun Rohani atau Novisiat, masa hening yang mengundang para calon untuk menenggelamkan diri dalam doa dan permenungan: apakah hati mereka benar-benar terarah pada panggilan ini?
Mereka yang memilih melanjutkan dipersiapkan lebih matang dalam Seminari Tinggi, menempuh filsafat dan teologi, sekaligus mengalami pasang surut kehidupan panggilan. Di sini, api seleksi semakin menyala. Sebelum menerima tahbisan, mereka harus turun ke ladang pastoral, menyentuh realitas umat, dan bertanya dalam keheningan: "Apakah ini benar-benar jalanku?" Sebab tahbisan bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal dari sebuah pengabdian seumur hidup.
Seleksi yang berjenjang ini bukan sekadar penyusutan jumlah, melainkan pemurnian. Setiap tahap mengundang para calon untuk bercermin pada jiwanya sendiri: "Apakah aku cukup siap, tidak hanya secara akademik, tetapi juga secara mental dan spiritual?" Mereka yang bertahan bukan sekadar yang pintar atau disiplin, tetapi yang benar-benar telah menyatu dengan panggilannya.
Hendaknya tidak boleh dilupakan, seleksi bukanlah gerbang penolakan, melainkan jalan refleksi. Ia bukan sekadar pertanyaan yang diajukan Seminari kepada para calon, tetapi pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap hati yang melangkah di jalur ini: "Apakah aku benar-benar dipanggil? Jika ya, bersediakah aku ditempa dalam api, hingga hanya tersisa kemurnian hati yang siap diutus?"
Seleksi sebagai Proses Pemurnian Diri
Api tidak pernah menghanguskan emas, ia hanya membakar kotoran yang melekat, meninggalkan kilau yang sejati. Begitu pula seleksi di Seminari: bukan untuk menggugurkan, melainkan memurnikan. Setiap tahapan yang harus dilalui seorang calon imam bukanlah serangkaian rintangan yang dimaksudkan untuk menyingkirkan mereka yang lemah, melainkan sebuah perjalanan menuju jati diri yang utuh: sebuah penyaringan, agar yang tersisa bukan ambisi, bukan sekadar keinginan, melainkan panggilan yang benar-benar tulus.
Dari hari pertama menginjakkan kaki di Seminari, seorang calon akan segera menyadari bahwa panggilan bukan sekadar tentang mengenakan jubah atau menyampaikan homili. Ia ditantang untuk bertanya kepada dirinya sendiri: "Apakah aku siap menjalani hidup yang diberikan sepenuhnya kepada Tuhan dan sesama?" Jawaban itu tidak datang dalam semalam. Ia ditempa melalui ketekunan dalam studi akademik, keheningan dalam doa, kedalaman dalam keterlibatan pastoral, serta dinamika hidup komunitas yang penuh gesekan.
Disiplin akademik menuntutnya untuk berpikir tajam, doa mengajaknya masuk lebih dalam ke dalam keheningan batin, keterlibatan pastoral mengajarinya arti pengorbanan, dan hidup bersama dalam komunitas mengujinya dalam kesabaran, penerimaan, serta ketulusan dalam mencintai sesama. Banyak yang tersandung, banyak yang harus bergulat dengan keraguan dan kegelisahan, tetapi mereka yang bertahan akan menemukan bahwa setiap tantangan bukanlah penghalang, melainkan cermin yang memantulkan kesiapan mereka untuk melangkah lebih jauh.
Tidak sedikit yang harus melalui jalan berliku sebelum akhirnya mencapai tahbisan. Ada yang sempat ragu dan memilih keluar, hanya untuk kemudian menemukan kembali panggilannya di kemudian hari. Ada yang bertahan dalam keheningan, melewati setiap ujian dengan kesabaran, seperti seorang imam tua yang pernah bercerita: "Dulu, aku hampir menyerah, tapi aku belajar bahwa panggilan sejati bukan tentang menjadi sempurna, melainkan kesetiaan melewati proses pemurnian."
Yang tak boleh dilupakan, seleksi di Seminari bukan sekadar perjalanan administrasi atau akademik. Ia adalah api yang menghanguskan segala ketidaktulusan, meninggalkan hanya mereka yang siap berjalan di jalan pengabdian. Sebab panggilan bukanlah perkara siapa yang bertahan terlama, melainkan siapa yang paling murni hatinya dalam menjawab suara Tuhan.
Tantangan dalam Proses Seleksi
Api yang membara tidak hanya menguji kekuatan logam, tetapi juga mengungkap ketahanan yang tersembunyi di dalamnya. Demikian pula, perjalanan seleksi di Seminari bukanlah sekadar tahapan administratif, melainkan sebuah arus deras yang menguji kesiapan hati dan keteguhan panggilan. Setiap calon imam yang melangkah ke dalamnya membawa harapan, tetapi juga kegugupan, ketakutan, dan pergumulan yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang telah menjalaninya.
Ada momen-momen ketika kegagalan akademik terasa seperti tanda bahwa panggilan ini mungkin bukan untuknya. Ada malam-malam panjang ketika doa tidak memberi jawaban, hanya menyisakan keheningan yang menyesakkan. Ada pula benturan dengan sesama dalam komunitas, gesekan yang menyulut emosi, menguji kesabaran, dan mengguncang keyakinan. Dalam perjalanan ini, tidak sedikit yang mulai bertanya pada dirinya sendiri: "Apakah aku benar-benar dipanggil? Ataukah ini hanya keinginanku semata?"
Di tengah arus seleksi yang ketat, ada yang akhirnya memilih untuk berhenti. Ada yang memutuskan bahwa jalan ini bukan untuknya, bukan karena ia lemah, tetapi karena ia menemukan bahwa panggilannya ada di tempat lain. Pergi dari Seminari bukanlah kegagalan, melainkan sebuah keberanian untuk jujur pada diri sendiri dan pada suara Tuhan yang berbicara dengan cara yang berbeda. Sebab panggilan bukan tentang memaksakan diri untuk bertahan, melainkan menemukan jalan yang benar-benar sesuai dengan rencana-Nya.
Seleksi di Seminari bukanlah penghakiman, bukan pula hukuman bagi mereka yang tidak lolos. Ia adalah bagian dari rencana Ilahi, cara Tuhan memurnikan hati, menyingkap yang tersembunyi, dan menuntun setiap orang ke tempat ia seharusnya berada. Sebab seperti logam yang ditempa dalam api, mereka yang bertahan akan keluar dengan kemurnian yang lebih dalam, dan mereka yang memilih jalan lain pun tetap berada dalam genggaman kasih Tuhan: ditempatkan di medan panggilan lain yang telah disiapkan bagi mereka.
Paparan di atas menunjukkan, api yang menyala bukan untuk menghancurkan, melainkan untuk memurnikan. Seleksi di Seminari bukanlah penghalang, melainkan cahaya yang menyingkapkan jalan panggilan sejati. Lebih dari sekadar proses administrasi, seleksi tersebut adalah perjalanan batin yang menolong setiap pribadi mengenali dirinya di hadapan Tuhan, dengan segala kelemahan dan keyakinannya. Mereka yang bertahan bukanlah yang paling unggul, melainkan yang berani melewati pergumulan, menaklukkan ego dan ketakutan, serta membuka hati pada kehendak Tuhan. Pada akhirnya, setiap seleksi dalam hidup adalah undangan untuk membaca jejak Tuhan, sebab tidak ada kegagalan di hadapan-Nya: hanya bimbingan menuju jalan yang paling sesuai. (*)
Merauke, 15 Mei 2025
Agustinus Gereda
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI