Disiplin akademik menuntutnya untuk berpikir tajam, doa mengajaknya masuk lebih dalam ke dalam keheningan batin, keterlibatan pastoral mengajarinya arti pengorbanan, dan hidup bersama dalam komunitas mengujinya dalam kesabaran, penerimaan, serta ketulusan dalam mencintai sesama. Banyak yang tersandung, banyak yang harus bergulat dengan keraguan dan kegelisahan, tetapi mereka yang bertahan akan menemukan bahwa setiap tantangan bukanlah penghalang, melainkan cermin yang memantulkan kesiapan mereka untuk melangkah lebih jauh.
Tidak sedikit yang harus melalui jalan berliku sebelum akhirnya mencapai tahbisan. Ada yang sempat ragu dan memilih keluar, hanya untuk kemudian menemukan kembali panggilannya di kemudian hari. Ada yang bertahan dalam keheningan, melewati setiap ujian dengan kesabaran, seperti seorang imam tua yang pernah bercerita: "Dulu, aku hampir menyerah, tapi aku belajar bahwa panggilan sejati bukan tentang menjadi sempurna, melainkan kesetiaan melewati proses pemurnian."
Yang tak boleh dilupakan, seleksi di Seminari bukan sekadar perjalanan administrasi atau akademik. Ia adalah api yang menghanguskan segala ketidaktulusan, meninggalkan hanya mereka yang siap berjalan di jalan pengabdian. Sebab panggilan bukanlah perkara siapa yang bertahan terlama, melainkan siapa yang paling murni hatinya dalam menjawab suara Tuhan.
Tantangan dalam Proses Seleksi
Api yang membara tidak hanya menguji kekuatan logam, tetapi juga mengungkap ketahanan yang tersembunyi di dalamnya. Demikian pula, perjalanan seleksi di Seminari bukanlah sekadar tahapan administratif, melainkan sebuah arus deras yang menguji kesiapan hati dan keteguhan panggilan. Setiap calon imam yang melangkah ke dalamnya membawa harapan, tetapi juga kegugupan, ketakutan, dan pergumulan yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang telah menjalaninya.
Ada momen-momen ketika kegagalan akademik terasa seperti tanda bahwa panggilan ini mungkin bukan untuknya. Ada malam-malam panjang ketika doa tidak memberi jawaban, hanya menyisakan keheningan yang menyesakkan. Ada pula benturan dengan sesama dalam komunitas, gesekan yang menyulut emosi, menguji kesabaran, dan mengguncang keyakinan. Dalam perjalanan ini, tidak sedikit yang mulai bertanya pada dirinya sendiri: "Apakah aku benar-benar dipanggil? Ataukah ini hanya keinginanku semata?"
Di tengah arus seleksi yang ketat, ada yang akhirnya memilih untuk berhenti. Ada yang memutuskan bahwa jalan ini bukan untuknya, bukan karena ia lemah, tetapi karena ia menemukan bahwa panggilannya ada di tempat lain. Pergi dari Seminari bukanlah kegagalan, melainkan sebuah keberanian untuk jujur pada diri sendiri dan pada suara Tuhan yang berbicara dengan cara yang berbeda. Sebab panggilan bukan tentang memaksakan diri untuk bertahan, melainkan menemukan jalan yang benar-benar sesuai dengan rencana-Nya.
Seleksi di Seminari bukanlah penghakiman, bukan pula hukuman bagi mereka yang tidak lolos. Ia adalah bagian dari rencana Ilahi, cara Tuhan memurnikan hati, menyingkap yang tersembunyi, dan menuntun setiap orang ke tempat ia seharusnya berada. Sebab seperti logam yang ditempa dalam api, mereka yang bertahan akan keluar dengan kemurnian yang lebih dalam, dan mereka yang memilih jalan lain pun tetap berada dalam genggaman kasih Tuhan: ditempatkan di medan panggilan lain yang telah disiapkan bagi mereka.
Paparan di atas menunjukkan, api yang menyala bukan untuk menghancurkan, melainkan untuk memurnikan. Seleksi di Seminari bukanlah penghalang, melainkan cahaya yang menyingkapkan jalan panggilan sejati. Lebih dari sekadar proses administrasi, seleksi tersebut adalah perjalanan batin yang menolong setiap pribadi mengenali dirinya di hadapan Tuhan, dengan segala kelemahan dan keyakinannya. Mereka yang bertahan bukanlah yang paling unggul, melainkan yang berani melewati pergumulan, menaklukkan ego dan ketakutan, serta membuka hati pada kehendak Tuhan. Pada akhirnya, setiap seleksi dalam hidup adalah undangan untuk membaca jejak Tuhan, sebab tidak ada kegagalan di hadapan-Nya: hanya bimbingan menuju jalan yang paling sesuai. (*)
Merauke, 15 Mei 2025
Agustinus Gereda