Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis

Gemar membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[Novel] Menapak Jejak di Kimaam, Episode 111-112

7 Februari 2025   04:30 Diperbarui: 6 Februari 2025   19:08 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)

Perubahan di Kampung

Pagi itu, matahari terbit dengan indahnya di atas Kampung Tabonji, menyinari ladang-ladang yang kini mulai tampak berbeda. Josefa berdiri di tepi ladang, melihat hasil jerih payahnya bersama Didimus dan Teguh. Ubi-ubi yang tumbuh di tanah itu tidak hanya besar, tetapi juga lebih subur dan sehat. Rasa bangga dan haru memenuhi hati Josefa saat melihat perubahan yang nyata ini.

Penduduk kampung mulai menyadari keajaiban dari metode baru yang diperkenalkan Josefa. Awalnya, mereka skeptis dan ragu, menganggap bahwa teknik pertanian modern mungkin terlalu rumit dan tidak sesuai dengan cara mereka yang telah diwariskan turun-temurun. Namun, Josefa dengan kesabaran dan dedikasi, mengadakan sesi pelatihan dan demonstrasi di ladang. Dia menunjukkan langkah demi langkah cara menggabungkan teknik tradisional dengan teknologi modern, seperti penggunaan pupuk organik dan sistem irigasi sederhana.

"Saya tahu ini berbeda dari yang biasa kita lakukan," kata Josefa pada suatu sesi pelatihan. "Tapi lihatlah hasilnya. Kita bisa mendapatkan ubi yang lebih besar dan lebih banyak tanpa merusak tanah kita."

Perlahan tapi pasti, skeptisisme warga mulai berubah menjadi rasa ingin tahu dan akhirnya antusiasme. Warga kampung yang sebelumnya enggan mencoba metode baru, mulai ikut serta dalam sesi pelatihan. Mereka belajar cara membuat kompos dari sisa-sisa tanaman dan cara menanam dengan pola yang lebih teratur. Hasilnya, ladang-ladang mereka menjadi lebih produktif dan tanaman tumbuh lebih subur.

Suatu hari, saat sedang mengajarkan teknik pembuatan kompos, seorang warga bernama Marta angkat bicara. "Josefa, awalnya saya tidak yakin dengan semua ini. Tapi sekarang, setelah melihat sendiri hasilnya, saya sangat bersyukur kita mencoba metode ini."

Josefa tersenyum dan menjawab, "Terima kasih, Marta. Ini semua berkat kerja keras kita bersama. Tanpa dukungan dan kerjasama kalian, semua ini tidak akan mungkin terjadi."

Didimus yang sedang memperbaiki sistem irigasi sederhana di ladang juga menambahkan, "Kita sudah melihat perubahan nyata. Mari kita terus berinovasi sambil tetap menjaga tradisi kita."

Bukan hanya di ladang, perubahan juga terlihat dalam kehidupan sehari-hari warga. Mereka mulai memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara tradisi dan inovasi. Penduduk kampung semakin sadar bahwa dengan memadukan kearifan lokal dan teknologi modern, mereka bisa mencapai hasil yang lebih baik tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya mereka.

Suatu sore, setelah sesi pelatihan selesai, Teguh berbicara kepada Josefa, "Saya senang melihat bagaimana warga mulai menerima perubahan ini. Ini bukan hanya tentang pertanian, tapi juga tentang membangun masa depan yang lebih baik untuk semua."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun