Memperkaya pembelajaran dengan media lokal: Mengintegrasikan media lokal seperti cerita rakyat yang menawan, lagu daerah yang merdu, atau permainan tradisional yang ceria ke dalam pembelajaran bahasa Indonesia bisa menjadi pendekatan yang sangat efektif. Media lokal yang penuh warna ini mampu menghidupkan suasana kelas dan memberikan makna mendalam pada pembelajaran. Geertz (The Interpretation of Cultures, 1973) menegaskan bahwa budaya lokal adalah sumber yang kaya untuk pendidikan karena menghubungkan anak dengan nilai-nilai sosial dan identitas mereka. Misalnya, cerita rakyat seperti Malin Kundang atau Lutung Kasarung dapat digunakan untuk mengajarkan nilai kebajikan sekaligus kosakata baru. Lagu daerah, seperti Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan, dapat digunakan untuk mengajarkan bunyi bahasa dengan cara yang menggembirakan. Guru juga dapat mengenalkan permainan tradisional seperti congklak untuk membantu pembelajaran kosakata dalam suasana penuh tawa.
Kolaborasi dengan orang tua dan komunitas: Kolaborasi yang hangat dan harmonis antara guru, orang tua, dan komunitas dapat menciptakan ekosistem pembelajaran yang menyeluruh dan mendalam. Melibatkan orang tua dalam memperkenalkan bahasa dan budaya lokal di rumah memberikan anak landasan kuat untuk memahami pelajaran di sekolah. Menurut Epstein (School, Family, and Community Partnerships: Preparing Educators and Improving Schools, 2001), kolaborasi yang efektif antara rumah dan sekolah menciptakan kesinambungan dalam proses belajar anak. Misalnya, guru dapat meminta orang tua bercerita tentang tradisi keluarga, seperti upacara adat atau makanan khas, yang kemudian dihubungkan dengan pelajaran di kelas. Selain itu, komunitas juga bisa dilibatkan melalui kegiatan seperti festival budaya atau kunjungan ke tempat-tempat bersejarah lokal. Dengan cara ini, anak-anak tidak hanya belajar bahasa, tetapi juga mengalami langsung nilai budaya yang indah dan kaya.
Uraian di atas menunjukkan, guru SD memiliki peran strategis sebagai penerjemah budaya, tidak hanya menyampaikan materi pembelajaran tetapi juga menjembatani dunia anak dengan materi buku paket yang sering terasa jauh dari kehidupan mereka. Melalui kreativitas dan empati, guru dapat menyesuaikan isi pembelajaran dengan konteks lokal, seperti menyederhanakan bahasa atau mengaitkan cerita dengan pengalaman anak, yang tidak hanya meningkatkan kemampuan berbahasa tetapi juga menanamkan rasa cinta terhadap bahasa Indonesia sebagai identitas bersama. Sebagaimana dikemukakan bahwa pembelajaran yang menghubungkan bahasa dengan budaya anak mampu membangun koneksi mendalam antara bahasa, identitas, dan masyarakat. Dengan langkah proaktif guru dan materi yang relevan, pembelajaran bahasa Indonesia di SD menjadi sarana untuk melestarikan budaya lokal sekaligus mempersiapkan generasi yang fasih berbahasa dan bangga pada warisan budayanya dalam menghadapi globalisasi. (*)
Merauke, 5 Desember 2024
Agustinus Gereda
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI