Lagi pula, kami sekeluarga memang tinggal di kompleks sekolah. Tak berat bagi bapak untuk merangkap-rangkap pekerjaan seperti itu. Membersihkan dan memotong rumput di halaman sekolah dianggapnya olahraga saja.
Terlebih sebetulnya kalau sekolah telah bubaran, ada tukang cari rumput (buat pakan ternak) yang minta izin ngarit di situ. Simbiosis mutualisme jadinya. Yang ngarit memperoleh rumput, bapak pun diringankan tugasnya.
Oke. Mari balik ke acara makan nasi gandul bareng-bareng. Acara makan bersama itu, itung-itung semacam tumpengan dalam rangka merayakan ulang tahun Ki Hajar Dewantara. Bukankah tanggal 2 Mei sesungguhnya juga merupakan tanggal lahir beliau? Â
Sekarang saya jadi penasaran. Jangan-jangan keputusan bapak untuk makan-makan setelah upacara Hardiknas, memang dilandasi jalan pemikiran begitu? Bahwa tanggal 2 Mei adalah HUT Ki Hajar Dewantara? Entahlah. Agak menyesal saya. Mengapa semasa bapak masih hidup, saya malah tidak penasaran? Jadinya tidak pernah bertanya, deh.
Namun, apa pun dasar pertimbangannya tetaplah menarik. Telah sukses menyadarkan saya bahwa kenangan Hardiknas tanggal 2 Mei tidak melulu harus tentang upacara bendera. Terbukti bisa juga tentang makan nasi gandul bersama-sama di sekolah. Sebagaimana yang saya saksikan di sebuah sekolah kampung yang kebetulan dipimpin almarhum bapak saya.
Salam.
*Nasi gandul adalah nasi dengan lauk daging sapi yang dimasak dengan kuah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI