Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Administrasi - Kerja di dunia penerbitan dan dunia lain yang terkait dengan aktivitas tulis-menulis

Founder #purapurajogging

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengenal Kelenteng Poncowinatan, Kelenteng Tertua di Yogyakarta

19 Januari 2023   21:53 Diperbarui: 22 Januari 2023   22:31 1499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika mengetahui bahwa Lomba Imlek Click menyuguhkan tema "Kelenteng (vihara) yang lokasinya dekat dengan stasiun kereta", otak saya seketika menghitung-hitung. Lebih dekat mana ya, jarak antara Stasiun Tugu dengan Kelenteng Poncowinatan atau jarak antara Stasiun Tugu dengan Kelenteng Gondomanan?

Ternyata hasilnya tak jauh beda. Kedua kelenteng tersebut sama-sama berjarak sekitar 1 km saja dari Stasiun Tugu. Tidak bakalan melelahkan jikalau Anda seturun dari kereta api, langsung berjalan kaki menuju salah satu dari keduanya. Terlebih rute yang mesti ditempuh sama-sama berupa pusat keramaian kota. Pasti rasanya tahu-tahu tiba di tempat tujuan.

Namun, terkhusus bagi Anda yang baru pertama kali ke Yogyakarta, saya rekomendasikan untuk mengunjungi Kelenteng Poncowinatan saja. Mengapa? Sebab lokasinya berdekatan dengan Tugu Pal Putih (Tugu Golong Gilig). Selanjutnya dari kelenteng nanti, Anda bisa langsung nongkrong dan pepotoan di area ikon Yogyakarta itu.

Capture G Maps
Capture G Maps


Lokasi, Akses, dan Syarat Berkunjung

Di mana lokasi Kelenteng Poncowinatan? Bagaimana cara mencapainya? Jika hendak berkunjung ke kelenteng tersebut, apa saja syaratnya?

Baik. Akan saya jelaskan satu per satu. Namun, perlu diketahui bahwa nama "Kelenteng Poncowinatan" cuma sebutan. Cuma nama tenar alias nama gaul. Bukan nama sebenarnya.

Nama sebenarnya adalah Kelenteng Kwan Tee Kiong. Nama tersebut tercantum pada papan identitas BCB (Bangunan Cagar Budaya) yang dipasang di depan klenteng.

Adapun penetapannya sebagai BCB berdasarkan Permenbudpar RI No.PM.07/PW.007/MKP/2010 pada tanggal 8 Januari 2010. Tak terasa tahun ini telah menginjak tahun yang ke-13.

Lalu, mengapa sebutan Kelenteng Poncowinatan melekat erat pada Kelenteng Kwan Tee Kiong atau Kelenteng Zhen Ling Gong ini? Simpel saja jawabannya, yaitu biar mudah diucapkan dan diingat letaknya.

Kelenteng Kwan Tee Kiong memang berlokasi di Jalan Poncowinatan. Tepatnya di Jalan Poncowinatan Nomor 16 Yogyakarta. Persis di belakang Pasar Kranggan. Masih di wilayah Kota Yogyakarta. Jadi, sangat mudah dicari dan bisa diakses dari mana saja secara mudah.

Jika datang ke Yogyakarta naik kereta api, turunlah di Stasiun Tugu. Dari situ Anda tinggal berjalan ke arah utara. Menyusuri Jalan Mangkubumi yang kini bernama Jalan Marga Utama.

Sesampai di perempatan yang merupakan lokasi Tugu Pal Putih, menyeberanglah ke utara. Sesampai di seberang jalan, teruskanlah perjalanan ke utara. Sebentar saja. Kalau ketemu pertigaan yang super ramai khas pasar tradisional, silakan belok kiri (ke arah barat). Yup, Anda sudah berada di Jalan Poncowinatan!

Sembari berjalan ke barat, perhatikan deretan sebelah kanan. Kelenteng Poncowinatan bakalan segera Anda temukan. Namun, tolong waspadalah. Jalanan yang acakadut berpotensi Anda menabrak atau ditabrak kendaraan/orang.

Bila telah melihat sebuah halaman luas berpagar yang dipenuh dengan sepeda motor, bahkan mobil, berarti Anda telah tiba di tujuan. Langsung masuk saja ke halaman itu. Halaman Kelenteng Poncowinatan memang dimanfaatkan sebagai lahan parkir.

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina

Namun, tak perlu ragu untuk melihat-lihat dan memainkan kamera sepuas hati. Tukang parkir beserta orang-orang yang akan menitipkan atau mengambil kendaraannya tidak bakalan mengomeli Anda.

Tahu sama tahu sajalah. Pokoknya pergerakan diatur sedemikian rupa supaya masing-masing pihak tidak saling mengganggu. Lagi pula, mereka sudah paham bahwa Kelenteng Poncowinatan memang BCB yang sering dikunjungi wisatawan.

Kalau ingin melihat-lihat bagian dalam kelenteng tidak perlu membeli tiket. Silakan tengok pintu samping kiri yang biasanya terbuka dan masuklah. Biasanya pula ada seseorang di dalam. Minta izin saja. Asalkan berpakaian sopan dan bersedia untuk berperilaku santun saat di dalam kelenteng, niscaya diizinkan.

Namun sebelum meninggalkan kelenteng nanti, lebih baik tidak lupa untuk berdonasi pay as your wish alias seikhlasnya. Terlebih kalau selama melihat-lihat isi kelenteng Anda dipandu. Dipandu berarti mendapatkan pengetahuan dan wawasan baru 'kan? Jadi, tak ada salahnya berterima kasih dengan cara berdonasi.

Sejarah Singkat dan Isi Kelenteng

Ada referensi yang menyebutkan bahwa Kelenteng Poncowinatan dibangun pada tahun 1879. Yang lainnya menyebutkan pada tahun 1881. Yang akhirnya membuat saya berpikir, mungkin mulai dibangunnya tahun 1879 dan selesai (mulai dipakai) pada tahun 1881.

Yang pasti, dibangunnya ketika era pemerintahan Sultan HB VII dan bersamaan dengan masa pembangunan Stasiun Tugu Yogyakarta. Bahkan sesungguhnya, Klenteng Poncowinatan dibangun di atas tanah hibah dari Sultan HB VII.

Tatkala itu beliau selaku penguasa tertinggi Kraton Yogyakarta menetapkan daerah Poncowinatan sebagai kawasan Pecinan. Area tempat tinggal warga Tionghoa. Itulah sebabnya Kelenteng Poncowinatan dibangun menghadap ke selatan, berhadapan dengan Kraton Yogyakarta, sebagai sebentuk penghormatan.  

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina
 

Kelenteng Poncowinatan adalah kelenteng tertua sekaligus terluas di Kota Yogyakarta. Halaman depannya luas. Bangunannya juga luas. Bahkan, bangunan yang bagian utara berlantai dua. Bagian atas itu sebagai tempat pemujaan untuk Dewa Langit.

Bangunan kelenteng ini berbentuk persegi panjang, yang kemudian dibagi-bagi menjadi beberapa ruangan.  Sebagai pusatnya adalah ruangan suci utama. Di ruangan ini terdapat Patung Dewa Keadilan (Kwan Tie Koen), lonceng, beduk, dan segenap peranti peribadatan lainnya.

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina
 

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina
 

Di sekeliling ruangan suci utama ada ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai tempat pemujaan dewa. Plus ruangan yang difungsikan sebagai gudang dan kamar untuk penjaga kelenteng.

Terusterang saja saya belum paham sepenuhnya dengan Kelenteng Poncowinatan. Masih banyak hal yang ingin saya ketahui dan tanyakan tentangnya. Semoga segera ada Kelas Heritage yang bertemakan Kelenteng Poncowinatan ini.

Tentang Dewa Tuan Rumah dan Alas Kaki

Perlu diketahui bahwa Kelenteng Poncowinatan dipergunakan sebagai tempat pemujaan untuk tiga agama (Tri Dharma). Ketiganya adalah Buddha, Konghucu, dan Taoisme. Dengan demikian, 17 altar pemujaan yang terdapat di Kelenteng Poncowinatan berasal dari tiga ajaran tersebut.

Adapun yang menjadi tuan rumah Kelenteng Poncowinatan adalah Dewa Keadilan (Kwan Tie Koen), yang patungnya terletak di ruangan suci utama. Mengapa Dewa Keadilan yang menjadi tuan rumah? Karena kebetulan yang membangun Kelenteng Poncowinatan adalah orang-orang Tionghoa yang bersembahyang kepada Dewa Keadilan.

Menurut sejarah Tionghoa kuno, Dewa Kwan Tie Koen  itu dahulunya seorang jenderal perang yang jujur, adil, dan setia. Sebab sikap mulianya tersebut, ia kemudian diangkat sebagai Dewa Keadilan.

Lalu, ada apa dengan alas kaki? Apa hubungannya dengan Dewa Keadilan?

Sesungguhnya saya tak hendak bercerita mengenai hubungan di antara keduanya. Di sini saya hanya akan menjelaskan mengapa kami tetap memakai alas kaki saat berfoto di dalam kelenteng ini.

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina
 

Semula kami hendak mencopot alas kaki. Akan tetapi, pihak Kelenteng Poncowinatan mempersilakan kami tetap memakai alas kaki. Alasannya, tidak ada batas suci di kelenteng tersebut.

Dengan demikian, andai kata Anda pernah punya pengalaman berbeda di kelenteng lain, mohon jangan bersikap julid ketika melihat foto kami di atas. Ada "dasar hukum" jelas bagi pose kami tersebut, kok.

***

Demikian cerita saya dalam rangka Imlek Click tentang kelenteng (vihara) yang lokasinya dekat dengan stasiun kereta. Semoga mengesankan dan berfaedah. Selamat menyambut Imlek tahun ini.

Salam.

Referensi dari berbagai sumber, antara lain dari website BPCB DIY serta kisah yang dituturkan oleh penjaga Kelenteng Poncowinatan dan story teller saat saya mengikuti sebuah Walking Tour ke situ.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun