Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, dan hobi blusukan ke tempat unik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Anak-anak yang Malang (Bukan Renungan Hari Anak Nasional)

24 Juli 2021   21:31 Diperbarui: 24 Juli 2021   21:31 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ternyata bapak kepala sekolah, beberapa guru, ibu wali kelas, dan guru BK kelas telah berkunjung ke rumah mereka bergantian. Masing-masing berusaha membujuk anaknya agar mengurungkan niat berhenti sekolah. Hasilnya? Nihil.

Semula saya kira si anak keluyuran melulu dengan kawan-kawan sepermainannya, padahal mestinya sekolah daring. Jadi, ia malas bersekolah sebab pengaruh buruk pertemanan. Dugaan ini ternyata salah.

 X (disebutnya nama si anak) enggak pernah main. Justru mengurung diri terus di kamar. Kesehariannya ngegame melulu. Nonton YouTube. Main HP.

Ketika saya tanyakan kepada siapa X bercerita kalau punya masalah, kepada ayah atau ibu, jawabannya begini.

Maaf, Bu. Bapaknya sudah meninggal sejak dia kelas 4 SD. Anaknya dari dulu pendiam Bu, kalau ngomong juga cuma dikit, kalau ditanya paling jawab seperlunya saja. 

Mungkinkah anxiety? Setelah mengorek banyak keterangan dari sang ibu, saya menyampaikan permasalahan itu ke WAG alumni universitas. Tujuan utamanya tentu untuk mencari pertolongan dari anggota grup yang paham psikologi. Syukurlah segera memperoleh respons yang solusional. Yang kemudian saya teruskan kepada yang bersangkutan.

Kini si X telah betul-betul berstatus mantan siswa. Ketika kawan-kawan sekelasnya kembali berjibaku bersekolah daring, entahlah ia sibuk melakukan apa.  Akan tetapi, saya tahu pasti bahwa sesungguhnya ia kesepian dan ingin curhat dengan seseorang.

Tiap hari ketika melihat anak sibuk belajar daring dan bikin tugas-tugas, mau tak mau ingatan saya melayang pada kawannya yang putus sekolah itu. Saya sedih membayangkan perasaan ibunya. Sedih pula sebab tak mampu menolong lebih banyak.

Di hati ini kerap terlintas kecemasan akan nasib X. Tentang masa depannya kelak. Kini hanya bisa berharap, semoga X sudah diajak ke psikolog/psikiater. Tidak sekadar dirukyah sebagaimana informasi terbaru yang saya terima.

***

Selanjutnya saya hanya berdoa agar kedua ABG di atas punya masa depan yang baik. Seperti kisah happy ending dua murid les seorang kawan. Kawan ini pada masa kuliahnya nyambi bekerja sebagai guru les privat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun