K-O-L-E-K-S-I.
Apa yang terbayang di benak Anda ketika mendengar kata 'koleksi'? Saya yakin, yang terbayang pertama kali pastilah sekumpulan barang. Iya, sekumpulan. Namanya juga koleksi. Pastilah terdiri atas banyak barang. Bukan cuma satu atau dua.
Adapun bayangan selanjutnya akan tergantung pada pengalaman Anda dengan sebuah (atau malah lebih dari sebuah) koleksi, baik koleksi sendiri maupun koleksi orang lain. Bisa jadi pengalaman itu menyenangkan sehingga bayangan tentang koleksi pun membahagiakan. Pada sisi sebaliknya jika pengalaman Anda kurang menyenangkan, bayangan mengenai koleksi pastilah dipenuhi rasa kesal.
Tak beruntungnya, saya termasuk ke dalam golongan orang-orang yang punya pengalaman kurang menyenangkan dengan koleksi. Maklumlah. Yang saya hadapi adalah koleksi milik adik dan anak. Bukan koleksi milik saya.
Mengapa koleksi mereka tak menyenangkan saya? Yeah .... Karena setelah keduanya bosan dengan koleksi mereka, sayalah yang mesti menatanya (membersihkannya) secara periodik. Tentu menatanya bukan berdasarkan rasa tanggung jawab, melainkan sebab terpaksa. Kalau saya enggan menatanya, yang berantakan rumah saya. Adik saya tak melihatnya. Ia 'kan tidak tinggal bersama saya. Â "Hebat"-nya hal demikian berlangsung bertahun-tahun. Entah sampai kapan. Duh! Â
Faktanya, hingga hari ini mereka tak kunjung membereskannya. Yang berarti saya masih menunggu ....
Punya Koleksi Itu Baik atau Buruk?
Dalam sebuah artikel terkait koleksi dijelaskan bahwa hobi anak mengoleksi barang-barang tertentu bukanlah hal yang sia-sia. Walaupun ujung nasib dari barang-barang yang dikoleksi kerap kali tempat sampah, hobi tersebut ternyata memiliki beberapa manfaat. Â
Apa saja manfaatnya?Â
Ternyata anak dapat mencari identitas diri dan mengembangkan rasa percaya diri dari koleksi yang dimiliki.