Mohon tunggu...
Agustanto Imam Suprayoghie
Agustanto Imam Suprayoghie Mohon Tunggu... Administrasi - Konsultan Komunikasi di Republik Ini

berusaha mendisiplinkan diri, dengan menjadi diri sendiri, bersikap lebih baik, selalu memandang bahwa tidak ada sebuah kelebihan tanpa kekurangan, dan tidak ada kesempurnaan tanpa kesalahan, masa depan adalah tantangan, dan itu harus ditaklukkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menangkal Teroris Sejak Dini, Bisa?

14 Mei 2018   09:13 Diperbarui: 15 Mei 2018   08:20 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

3.  Membatasi Penggunaan Internet dan Gawai

Ini mungkin penting. Dan harus konsisten pula dilakukan oleh orang tua. Penggunaan internet untuk konsumsi di rumah harus dibatasi. Anak-anak bisa mengakses internet saat ada tugas dari sekolah dan saat weekend tiba. Itupun tidak boleh lepas kontrol. Sama dengan internet, penggunaan gawai dan alat-alat yang membutuhkan koneksi internet harus pula dibatasi penggunaannya. Aplikasi yang ada dan boleh di akses oleh mereka kita harus tau. Apakah saya pernah kebobolan? hehehe..sering, tapi itu selalu saya jelaskan. Misal, menggunakan HP saat menemani mereka akan tidur. Anak-anak kerap protes dengan hal ini, dan biasanya, saya akan minta maaf ke mereka lalu, mematikan HP saya sampe menunggu mereka tertidur, dan baru melanjutkan setelahnya.

4.  Aktifitas Luar Rumah itu Penting

Karena bermain games, internet itu harang mewah dirumah, terkadang saat weekend, anak-anak lebih suka ndekem di rumah bermain internet dan games. Siasat yang biasanya dipakai istri saya adalah menyuruh mereka bermain di kompleks perumahan di pagi hari sebelum mandi, atau di sore hari dengan batasan waktu, dimana 45 menit sebelum adzan Maghrib, mereka harus sudah di rumah. Jika mereka abai, maka hak untuk bermain internet akan saya potong waktunya sesuai dengan keterlambatan mereka tiba di rumah. 

5.  Mendampingi anak menonton tayangan telecisi

Untuk poin ini sebenarnya saya tidak begitu khawatir dengan anak-anak saya, karena di rumah kami dibiasakan menonton tivi itu bisa dilakukan hanya saat liburan atau weekend saja. Jika dihari biasa meraka tiba-tiba ingin menonton, ya harus dipastikan mereka menonton acara yang sesuai dengan usia mereka. Jika kemudian kita ingin nonton berita dan mereka ikutan? nah...saya harus siap dengan resiko menjawab pertanyaan-pertanyaan anak seputar materi berita yang kita tonton. Dan usahakan, setelah memberikan jawaban, untuk bertanya balik ke mereka; sudah paham, atau masih adakah yang mau ditanyakan?


6. Berdiskusi dengan Pasangan

Adakalanya, saya berdiskusi tentang hal-hal yang menarik yang terjadi di Indonesia dengan istri saya. Ini penting, agar kami berdua mempunyai satu pemahaman yang sama bagaimana sebuah peristiwa bisa terjadi. Dari pemahaman yang sama ini, saya kerap kemudian mencari referensi bagaimana posisi peristiwa tersebut dalam perspektif ajaran Islam. Karena anak-anak saya didik di lingkungan pesantren NU yang moderat, maka hal ini menjadi penting, agar nantinya saat ditanya oleh mereka tentang hal-hal tersebut, kami bisa memberi pemahaman yang sesuai dengan ajaran yang merdeka peroleh di sekolah. Referensi yang biasa kami gunakan beragam, tidak satu sumber saja. Otentifikasi dari pemahaman, khususnya radikalisme, terorisme terus kami update sesuai dengan peristiwa dan perkembangannya dari waktu ke waktu

7.  Mencari Analogi sesuai Ulul Azmi

Ada banyak buku cerita tentang kehidupan Nabi yang kami sediakan di rumah. Selain untuk dibaca anak-anak, kamipun tak segan membacanya. Hal-hal terkait dengan kekerasan dan ajaran-ajaran anti damai, kami kerap memberikan contoh sesuai dengan apa yang sudah dilakukan para Nabi dan Rasul dijamannya. Contoh, suatu ketika ada pertanyaan dari anak saya yang pertama, kelas 5 SD; Yah, Perang dan Kekerasan itu memang diperbolehkan oleh Agama? Saya sempet mumet saat mencoba mencari analogi untuk menjawab pertanyaan ini. Saya minta waktu 30 menit untuk mencari jawabannya. dan, alhamdulillah saya menemukan jawaban itu; Selama 23 tahun Rasullullah berdakwa, atau 8000 hari hidup Nabi Muhammad sebagai Rasul, hanya 80-an hari (atau 1%) yang digunakan untuk perang. Itupun karena terpaksa. Artinya, jalan kekerasan dan perang itu adalah jalan terakhir yang sebenarnya dibenci oley Rasullullah, terapi harus tetap digunakan untuk menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini.

Nah, kemudian si anak bertanya lagi, di situasi apa itu bisa dilakukan ya? berperang, dan jalan kekerasan? hehehe...mumet kan? maka jawaban saya seperti ini, disituasi dimana hak kita untuk sholat di masjid dilarang, hak kita untuk beramal dilarang, hak Kakak untuk bersekolah dan mondok dilarang. Nah, itu sekarang dilarang tidak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun