Menurut Mubin (2021) dalam Refleksi Pendidikan Filsafat Idealisme, orientasi pendidikan idealis tidak terletak pada hasil, tetapi pada pembentukan pribadi yang sadar dan berkarakter. Siswa harus dididik untuk menjadi manusia yang utuh, yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan intelektual, kedalaman spiritual, dan kematangan moral.
Artikel Implikasi Filsafat Pendidikan Aliran Idealisme pada Pendidikan Modern yang diterbitkan dalam Jurnal Humaniora (2021) menambahkan bahwa penerapan idealisme dalam pendidikan modern dapat memperkuat kemampuan berpikir kritis dan reflektif siswa. Dengan pendekatan ini, kurikulum tidak hanya menekankan keterampilan teknis, tetapi juga mengembangkan dimensi filosofis dan etis dalam diri peserta didik.
Dalam praktiknya, idealisme menempatkan guru pada posisi yang sangat strategis. Guru bukan sekadar fasilitator pembelajaran, melainkan teladan moral dan intelektual bagi siswa. Seorang guru idealis percaya bahwa setiap murid memiliki potensi rasional dan spiritual yang harus dikembangkan melalui dialog, bimbingan, dan keteladanan. Krisdiana dan rekan-rekan (2022) menegaskan bahwa pendidikan idealis menuntut guru tidak hanya menguasai ilmu, tetapi juga menjadi contoh hidup bagi nilai-nilai yang diajarkan.
Konsep idealisme juga menolak pandangan yang memisahkan antara pengetahuan dan nilai. Bagi kaum idealis, belajar sains atau matematika sekalipun bukan hanya soal memahami konsep, tetapi juga tentang menumbuhkan kekaguman terhadap keteraturan dan kebesaran alam semesta. Dalam perspektif ini, pendidikan IPA misalnya, bukan hanya mengajarkan fakta, tetapi juga menanamkan rasa tanggung jawab moral terhadap penggunaan ilmu pengetahuan bagi kebaikan manusia dan alam.
Selain itu, idealisme berperan penting dalam membentuk visi pendidikan jangka panjang. Dalam sistem yang sering berubah karena kebijakan politik dan tuntutan ekonomi, idealisme menjadi jangkar moral yang menjaga arah pendidikan agar tetap berorientasi pada kemanusiaan. Artikel Examination and Reflection on Idealism as a Philosophy of Education (Khasawneh, 2023) menegaskan bahwa idealisme memiliki peran penting sebagai kekuatan normatif yang mengingatkan pendidikan agar tidak kehilangan nilai-nilai universalnya.
Dengan demikian, idealisme dalam pendidikan dapat dipahami sebagai sebuah pandangan filosofis yang memusatkan perhatian pada pembentukan manusia yang berjiwa, berakal budi, dan bermoral. Idealisme tidak menolak kemajuan teknologi atau sains, tetapi berupaya agar kemajuan tersebut tidak melepaskan manusia dari nilai dan tujuan moralnya.
Dalam konteks pendidikan Indonesia, idealisme bukanlah konsep asing. Nilai-nilai idealis seperti kebenaran, kebajikan, dan keindahan tercermin dalam Pancasila, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, dan Profil Pelajar Pancasila. Oleh karena itu, idealisme perlu dipahami bukan sebagai konsep teoretis belaka, tetapi sebagai fondasi untuk memperkuat karakter dan spiritualitas dalam pendidikan nasional.
2. Idealisme dan Tantangan Pendidikan Kontemporer
Setiap aliran filsafat pasti diuji oleh zamannya. Idealisme yang menekankan nilai-nilai abadi kini menghadapi tantangan besar di era modern, ketika pendidikan lebih diarahkan pada hasil, efisiensi, dan kebutuhan pasar. Dalam konteks ini, idealisme sering kali dianggap terlalu abstrak, bahkan tidak realistis, di tengah sistem pendidikan yang serba terukur dan berorientasi pragmatis.
Menurut artikel Implikasi Filsafat Pendidikan Aliran Idealisme pada Pendidikan Modern dalam Jurnal Humaniora (2021), pergeseran paradigma pendidikan global telah menyebabkan terjadinya “devaluasi nilai” dalam sistem pendidikan. Artinya, aspek moral, spiritual, dan estetika semakin terpinggirkan oleh tuntutan produktivitas, sertifikasi, dan penguasaan kompetensi kerja. Pendidikan berubah menjadi alat ekonomi, bukan lagi wahana pembentukan manusia yang bermartabat.
Fenomena tersebut tampak jelas dalam praktik pendidikan Indonesia. Dalam sistem ujian nasional atau seleksi akademik, penilaian berbasis angka sering kali lebih dihargai dibandingkan perkembangan karakter. Guru lebih banyak mengejar target kurikulum daripada membangun dialog moral atau refleksi nilai bersama siswa. Penelitian Mubin (2021) dalam Refleksi Pendidikan Filsafat Idealisme menegaskan bahwa kondisi ini menunjukkan pergeseran orientasi pendidikan dari idealisme menuju pragmatisme, di mana nilai moral dan spiritual hanya menjadi pelengkap formalitas.