Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berburu Vaksin Setelah Kasus Meledak

5 Juli 2021   17:39 Diperbarui: 5 Juli 2021   17:46 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrian warga untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19 (news.detik.com)

Ada sesuatu yang membuat geleng-geleng kepala tentang perilaku masyarakat kita. Hal ini berkaitan dengan Gerakan vaksinasi yang dilakukan pemerintah beberapa bulan belakangan ini. Keheranan itu berkait dengan apa yang terjadi saat ini, dengan beberapa bulan sebelumnya.

Sebagai contoh saja di lingkungan saya. Setiap hari yang muncul di setiap grup WA adalah pertanyaan tentang di mana ada kegiatan vaksinasi. Setelah itu mereka beramai-ramai menyerbu tempat tersebut. Mereka sangat berharap agar masuk dalam daftar vaksinasi yang diselenggarakan.

Berbeda dengan beberapa bulan sebelumnya. Program vaksinasi yang ditawarkan oleh pemerintah, tidak dilirik sama sekali. Mereka yang ikut vaksinasi sebagian besar dari golongan ASN dan tenaga kesehatan. Kuota bagi masyarakat umum, termasuk kaum lansia yang diutamakan tidak menarik minat mereka. Mungkin saat itu belum butuh.

Keengganan masyarakat untuk mengikuti sebenarnya dipengaruhi oleh lemahnya literasi mereka tentang vaksinasi. Padahal kalau mereka mau menengok ke belakang, vaksinasi sudah bukan barang asing lagi. Berbagai vaksinasi telah berlangsung di negeri ini. Termasuk di antaranya vaksinasi cacar yang mereka terima.

Rendahnya literasi masyarakat ini diperparah dengan berbagai informasi yang berkembang di masyarakat. Kemajuan tehnologi komunikasi lewat sosial media tak dapat dimungkiri berpengaruh besar. Berbagai hoax yang mengiringi program ini turut mempengaruhi minat masyarakat akan program imunisasi Covid-a9.

Entah kebetulan atau tidak, vaksin yang pertama digunakan di Indonesia adalah Sinovac yang notabene dibuat oleh negara Cina. Asal vaksin inilah yang menjadi sasaran empuk kelompok tertentu. Akhirnya pemerintah pun jadi bulan-bulanan hoax terkait Sinovac. Mulai dari efikasi yang rendah, halal tidaknya vaksin, terkandungnya chip dalam tiap vaksin, dan lain-lain.

Saat pemerintah melirik ke vaksin lain, seperti Astrazeneva ternyata sama saja. Bidikan hoax akan keberadaan vaksin semakin liar. Bahkan muncul teori konspirasi jahat untuk mengendalikan manusia melalui chip yang ditanam dalam tiap vaksin. Sungguh luar biasa kreatifnya mereka para pembuat hoax ini.

Berbekal segala hal yang nampak mengerikan ini, masyarakat pun jaga jarak dengan vaksinasi. Mereka ketakutan dengan berbagai narasi yang beredar melalui sosial media. Dan lebih parah lagi, mereka pun terlibat aktif dalam penyebaran hoax tersebut. Maka ibarat hukum multilevel marketing, pesan ini pun bergerak liar.

Kelemahan literasi masyarakat ini menjadi sasaran empuk hoax. Sikap kritis terhadap berita yang ada, dengan menggunakan logika untuk mencerna informasi yang masuk tidak mereka gunakan. Langkah cek dan recek terhadap informasi yang ada pun tidak mereka lakukan. Mereka percaya dengan membuta pada informasi tersebut. 

Maka jangan heran jika ada sebagian orang mengatakan bahwa hoax termasuk musuh paling besar dalam menghadapi pandemic ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun