Dan untuk anggaran kecamatan ini, sebenarnya pihak Depdagri terus memperjuangkannya di tingkat pusat. Sudah 2 tahun teraakhir ini diupayakan yaitu anggaran kecamatan antara 50 sampai 100 juta per kecamatan. Tetapi sepertinya belum direalisasikan oleh Kementerian Keuangan.
Adanya kebolehan dari pandangan Agama
Boleh saja UU Perkawinan yang baru mengatur batas usia menikah, tapi pemahaman di masyarakat masih tetap mengacu pada kebolehan dalam ajaran agama. Dalam ajaran agama Islam ditegaskan bahwa seorang perempuan bisa menikah apabila dia sudah haid. Dan itu yang menjadi dasar UU Perkawinan tahun 1974 dalam menetapkan batas umur 16 tahun.
Adanya buku “Indahnya Pernikahan Dini”, yang ditulis oleh Mohammad Fauzil Adhim, seorang pendakwah, ahli parenting, penulis yang aktif merupakan salah satu rujukan untuk pernikahan dini itu.
Lemahnya pengawasan dari para orang tua
Pernikahan dini bukan kejadian yang tiba-tiba terjadi, tetapi dimulai dari sebuah proses. Pertamanya adalah saling kenal lalu janjian untuk bertemu. Begitu intensnya pertemuan itu, mengakibatkan proses berikutnya yaitu menikah yang tidak bisa dihindari bahkan wajib dilaksanakan karena terjadi seks pra nikah. Akses yang sangat mudah untuk konten pornografi melalui hand phone, menjadi salah satu pemicu dari proses menuju pernikahan dini itu.
Dalam hal ini pengawasan yang lemah dari pihak orang tua menjadi salah satu penyebab, dimana sering terjadi orang tua melakukan pembiaran terhadap anak perempuannya yang dibawa jalan-jalan oleh teman lakinya. Pengawasan yang lemah ini juga terjadi karena ketidak hadiran dari orang tua yaitu akibat dari terjadinya perceraian atau orang tua yang pergi bekerja ke luar daerah atau ke luar negeri, sementara si anak gadisnya dititip di neneknya.
Kemiskinan
Kondisi ekonomi keluarga juga ikut memicu terjadinya pernikahan dini dan ini yang sering terjadi. Dengan kondisi yang miskin sering mengakibatkan semangat dari orang tua menjadi kurang dalam memotivasi anak gadisnya untuk melanjutkan sekolah ke SMP ataupun SMA. Apalagi keluarga yang jarak rumahnya dengan sekolah sering cukup jauh. Motor tidak kuat dibeli. Dengan fakta itu maka akhirnya si anak gadis dibiarkan saja menunggu jodohnya. Semakin cepat semakin baik.
Dari apa yang dikemukakan diatas, maka bisa diperkirakan hambatan yang akan dihadapi untuk bisa secara bertahap mengurangi kasus perkawinan anak. Karena itulah perlu dilaksanakan strategi yang tepat dan fokus. Dalam hal ini yang perlu dilakukan dan diusulkan disini adalah dengan memperkuat barisan di lini lapangan yaitu di tingkat dusun, desa dan kecamatan.
Pada tingkat Dusun, Bapak Kepala Dusun yang sekarang disebut Kawil (Kepala Kewilayahan) yang merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan proses kawin mawin di tengah masyarakat perlu diberikan pemahaman mengenai perlunya mencegah pernikahan dini. Bapak Kawil juga perlu mendapatkan dan memiliki data serta mengidentifikasi kelompok sasaran yang potensial dan beresiko untuk kawin dini di dusunnya.