Mohon tunggu...
Agus Netral
Agus Netral Mohon Tunggu... Administrasi - Kemajuan berasal dari ide dan gagasan

Peneliti pada YP2SD - NTB. Menulis isu kependudukan, kemiskinan, pengangguran, pariwisata dan budaya. Menyelesaikan studi di Fak. Ekonomi, Study Pembangunan Uni. Mataram HP; 081 918 401 900 https://www.kompasiana.com/agusnetral6407

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memperkuat Lini Lapangan dalam Pencegahan Perkawinan Anak

8 Oktober 2020   10:28 Diperbarui: 13 Oktober 2020   04:21 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: Kampanye Stop Perkawinan Anak.(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra via KOMPAS.com)

Dengan UU perkawinan yang baru maka umur yang disarankan dalam melaksanakan pernikahan bisa nyambung, yang sebelumnya ini sering menjadi salah satu kendala.  Dengan UU Perkawinan yang baru, batas minimal untuk pernikahan dinaikkan menjadi 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan, yang sebelumnya 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.

Walaupun sudah cukup lama dilakukan berbagai upaya sosialisasi kepada masyarakat tentang dampak buruk pernikahan dini, akan tetapi ternyata penurunan kasus pernikahan dini perkembangannya cukup lamban selama 10 tahun terakhir. Pada tahun 2008, prevalensi perkawinan anak masih 14,67%, namun pada satu dekade kemudian (tahun 2018) hanya menurun sebesar 3,5 poin menjadi 11,21%.

Karena itu dalam periode kedua pemerintahan presiden Jokowi, pencegahan perkawinan anak menjadi salah satu prioritas. Dan sebagai tindaklanjutnya pada Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangkan Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, ditargetkan pada akhir tahun 2024 nanti, penurunan angka perkawinan anak bisa menjadi 8,74%, dari kondisinya saat ini yang masih 11,21%.

Kemudian Kantor BKKBN, juga mengacu pada dokumen Rencana Strategis tahun 2020-2024, target yang hendak dituju terkait pendewasaan usia perkawinan adalah meningkatnya Median Usia Kawin Pertama dari 21,9 tahun pada 2020 menjadi 22,1 tahun pada 2024 serta menurunnya angka kelahiran menurut kelompok umur 15-19 tahun/Age Specific  Fertility Ratio (ASFR) 15-19 tahun, dengan target 25 per-1.000 kelahiran pada tahun 2020 yang ditagetkan menjadi 18 per 1.000 kelahiran pada 2024.

Sedangkan untuk menindaklanjuti RPJMN itu pada awal bulan Februari tahun 2020 ini, dibuat juga dokumen Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, yang memuat berbagai strategi yang akan ditempuh untuk mencapai target yang sudah ditetapkan.

Pada dokumen Stranas Pencegahan Perkawinan Anak itu dikemukakan 5 strategi pokok yang perlu dilaksanakan yaitu;

Pertama, optimalisasi kapasitas anak, dengan memastikan anak memiliki kompetensi dan mampu menjadi agen perubahan. Kedua, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, dengan menguatkan peran orang tua, keluarga, organisasi kemasyarakatan, sekolah dan pesantren untuk mencegah perkawinan anak.

Ketiga, aksesibilitas dan perluasan layanan, dengan menjamin anak mendapatkan layanan dasar secara komprehensif untuk kesejahteraan anak. Keempat, penguatan regulasi dan kelembagaan, dengan menjamin penegakan regulasi serta meningkatkan kapasitas dan optimalisasi tata kelola kelembagaan. Dan kelima, penguatan koordinasi pemangku kepentingan, dengan meningkatkan sinergi dan konvergensi upaya pencegahan perkawinan anak.

Melihat kuatnya komitmen pemerintah yang seperti itu maka sepertinya sudah sangat lengkap syarat-syarat untuk memulai mengejar target yang dituju. Tetapi pertanyaanya, mampukah pemerintah mencapai target yang sudah ditetapkan itu dari tahun ke tahun selama 4 tahun kedepan?

Tampaknya kalau melihat dan mengacu pada fakta di lapangan, tidak mudah untuk mencapai target yang ditetapkan itu. Ada beberapa sebab yang bisa dikemukakan;

Meningkatnya batas usia minimal untuk boleh menikah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun