Setelah bebas dari sanksi FIFA, Indonesia bernafas lega. Tak lain karena bisa lagi menggelar Liga Indonesia secara resmi yang diakui oleh FIFA. Tetapi, dalam penyelengaraannya tidaklah sesuai harapan.
Kepengurusan PSSI baru--juga operator liga--awalnya menjanjikan akan suksesnya Liga 1 GO-JEK Traveloka.
Tetapi, ternyata masih jauh dari kata sempurna. Sebab, banyak terjadi hal-hal yang tidak sesuai yang diharapkan seperti, aturan-aturan canggung, juga berbagai insiden yang terjadi di dalam juga luar lapangan.
Ini merupakan PR besar yang perlu diperbaiki sebelum masalah besar terjadi kembali dalam kancah sepak bola Indonesia.
Sanksi FIFA yang Tidak Membuat Jera
Sanksi FIFA yang sebelumnya di jatuhkan untuk Indonesia, karena federasi sepakbola Indonesia yang bobrok, tidak menjadi pelajaran bagi para pengurus sepak bola di negeri, padahal antusias masyarakat Indonesia tentang hiburan sepak bola sangatlah tinggi, dan menjanjikan dari berbagai bidang termasukan dibidang ekonomi, terutama yang menyangkut masyarakat bawah yang bisa mengais rezeki lewat terselenggaranya sepak bola Indonesia.
Selai itu antara sepak bola dan urusan politik yang masih terlalu dekat sehingga sering terjadinya dagelan-dagelan yang tidak diinginkan masih bisa terlihat dengan kasat mata. Akibatnya, sportivitas dalam sepak bola tergerus.
Aturan yang Membingungkan
Aturan yang tidak lazim di Liga 1 mulai dari awalnya kompetisi sangat heran, seperti berbagai regulasi yang diterapkan, misal pergantian pemain yang melebihi kapasitas taraf profesional, juga adanya penggunaan pemain muda, yang aturannya dicabut ketika kompetisi lagi berjalan, ini adalah sebagian contoh, betapa kurang profesionalnya Liga Indonesia mulai dari aturan yang plin-plan, sehingga sangat membingungkan peserta Liga juga pecinta sepak bola Indonesia.
Uang Denda yang Berlebihan
Uang denda yang berlebihan, sehingga setiap klub sering merogoh kocek uangnya untuk membayar denda puluhan hingga ratusan juta, dan ini sangat terkesan memeras uang setiap klub dengan senjata aturan yang telah ditetapkan, sehingga terlihat kurang lazim atas sering terjadinya hal tersebut, yang sedikit menyengsarakan setiap klub, bukan memberi efek jera terhadap pelanggaran yang dilakukan.
Dan sampai akhir kompetisi masih ada klub yang terkena denda, dengan aturan yang sedikit di paksakan yaitu Mitra Kukar, yang harus mengeluarkan uang denda 100 juta, karena memainkan seorang Sisoko yang menurutnya tidak boleh tampil ketika melawan Bhayangkara FC.
Keselamatan Pemain Kurang Terjamin
Pertandingan yang keras sering ditampilkan disetiap pertandingan, untuk sekelas pemain lokal mungkin sudah terbiasa, tetapi untuk sekelas pemain Marquee Player seperti Odemwingie, Essien juga yang lainnya mereka sering terlihat meriding jika bersentuhan dengan pemain lokal Indonesia, dan atas jaminan keselamatan yang kurang terjamin tersebut, ada beberapa pemain asing yang mungkin akan meninggalkan Indonesia.
Contohnya Peter Odemwingie yang menurut kabar terakhir akan pergi meninggalkan Madura United yang kapok bermain di Liga Indonesia, yang sebelumnya beliau cedera kaki karena di langgar keras ketika melawan Bhayangkara FC.
Wasit yang Masih Jauh dari Harapan
Perbaikan kinerja wasit terus diperbaiki, karena wasit merupakan masalah yang menonjol di Liga Indonesia, dengan mendatangkan Wasit asing dengan tujuan memperbaiki wasit Indonesia, juga pemain yang taat pada aturan, tidak begitu memecahkan masalah.
Pada pertandingan terakhir wasit asing asal Australia dengan kedua hakim garisnya yang sama-sama Impor, melakukan blunder ketikan memimpin pertandingan big match antara Persija VS Persib yang diadakan disolo, yang menganulir gol Persib Bandung oleh Ezechiel, padahal gol tersebut sudah menyentuh jaring gawang, sehingga jaring tersebut bergetar.
Dan Bambang Pamungkas yang merupakan pemain Persija, mengakuinya bahwa itu sebuah gol, atas kejadian tersebut membuktikan bahwa perbaikan kinerja wasit masih jauh dari harapan, dan masalah wasit tersebut kurang ditanggapi dan dipermasalahkan
Dua Klub yang di Paksakan
Bhayangkaran FC dan PS TNI, merupakan dua klub yang mewakili Polri dan TNI sehingga identik dengan pemerintah, hal ini sangat disayangkan karena dua klub tersebut seharusnya menjadi sosok pengaman dalam Kompetisi berjalan, dan tidak untuk mengikuti kompetisi karena seharusnya bersifat netral dan riskan terjadinnya masuk unsur politik dalam dunia sepak bola yang akan merusak khasanah dunia sepak bola di negeri ini.
Sehingga banyak pecinta sepak bola di negeri, mulai kembali kurang percaya atas kinerja operator liga juga PSSI, ini adalah masalah yang harus segera diselesikan, karena jika hal tersebut berkepanjangan, ditakutkan kembali akan terjadinya kericuhan dan sanksi FIFA pasti akan kembali menanti.