Bagi saya, kebiasaannya adalah cerita unik tentang kopi. Ada nilai kesederhanaan: kemampuan untuk melihat manfaat di balik sesuatu yang dianggap tak berharga. Ia tidak memburu gengsi, tidak mengejar keuntungan, hanya memanfaatkan yang tersisa dengan rasa syukur.
Menariknya, hingga kini kesehatannya tetap baik. Mungkin karena kebiasaan itu sendiri adalah bentuk meditasi: mengumpulkan, membersihkan, mengolah, menikmati. Semuanya dilakukan perlahan, penuh kesadaran dan keikhlasan.
Kopi, Alam, dan Kearifan
Di perbukitan Subang, kehidupan berjalan mengikuti irama alam. Musang dan tupai adalah bagian dari rantai itu, begitu pula manusia yang memetik hasil akhirnya.
Tetangga saya memberi gambaran, bahwa kita tidak perlu banyak untuk bahagia. Dari sisa biji kopi yang dianggap remeh, ia menciptakan kebahagiaan kecil: secangkir kopi hasil kerja tangannya sendiri.
Mungkin di situlah letak kemewahannya. Bukan pada harga, tapi dari kerja keras dan niatnya yang tulus.
Refleksi: Belajar dari Secangkir Kopi
Ketika saya melihatnya menikmati kopi racikannya, kopi yang diminumnya menenangkan tubuh dan jiwanya. Pada setiap teguk tersimpan rasa hormat pada alam, ada pelajaran bahwa rezeki tak selalu datang dalam bentuk sempurna.Â
Kadang ia hadir dari sesuatu yang berserakan, menunggu tangan sabar untuk memungutnya kembali.
Penutup
Setiap kali saya melihat buah kopi yang jatuh dari pohon, saya teringat pada tetangga itu: pada ketekunannya, caranya menghargai alam, dan pada filosofi hidupnya yang sederhana.