Kini, meski usaha kopi keluarga kami vakum, saya tetap menyimpan harapan. Mungkin suatu hari Waglo bisa hidup lagi entah lewat penjualan online, lewat kemasan kecil ekonomis, atau lewat pojok ngopi di tengah wahana bermain yang kini sepi.
Saya percaya, kopi lokal seperti Waglo hanya butuh sedikit nafas baru: cerita yang disebarkan di media sosial, kolaborasi dengan komunitas, atau sekadar keberanian untuk menawarkannya kembali kepada orang-orang yang haus akan keaslian.
Karena pada akhirnya, kopi bukan hanya soal rasa. Ia juga soal cerita, tanah tempat ia tumbuh, dan orang-orang yang meraciknya dengan cinta.
Penutup
Jadi, kalau ada yang bertanya: "Mana kopi sachet lokal jagoanmu?" Saya akan menjawab dengan cara yang sedikit berbeda. Jagoan saya bukan kopi sachet yang praktis tinggal gunting, melainkan kopi kampung yang lahir dari tanah Subang: Waglo.
Meski kini hanya tersisa dalam kenangan dan beberapa kemasan di rumah, bagi saya Waglo tetap juara. Karena ia menyimpan sesuatu yang tak tergantikan: sebuah cerita keluarga, sebuah mimpi kampung, dan secangkir harapan dari kebun kecil di lereng gunung.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI