"Pemandangan Perumahan Graha Bukit Raya 1 di Bandung Barat, dengan latar pegunungan yang indah. Di balik ketenangan ini, tersimpan keresahan warga setelah kasus dugaan keracunan MBG ramai diberitakan."
Dari rumah adik ipar saya di Perumahan Graha Bukit Raya 1, Bandung Barat, pemandangan yang tersaji sungguh kontras.
Di depan mata, genteng-genteng rumah yang padat berjejer rapat, membentuk lautan warna merah bata. Di kejauhan, pegunungan membingkai langit, menghadirkan panorama yang begitu menenangkan.
Namun di balik pemandangan yang tampak damai itu, keresahan tengah membuncah di hati warga. Kasus dugaan keracunan makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ramai diberitakan belakangan ini, membuat suasana perumahan berubah. Obrolan ringan di pos ronda kini bergeser menjadi diskusi serius tentang keamanan makanan anak-anak sekolah.
Adik ipar saya selama ini percaya pada program MBG, terutama karena anaknya bersekolah di STM Pembangunan Bandung Barat, salah satu sekolah terpercaya di kawasan ini. MBG terasa praktis, apalagi di tengah kesibukan orang tua yang bekerja.
Namun setelah mendengar kabar puluhan siswa di Bandung Barat diduga keracunan menu MBG, ia mengambil keputusan tegas:
"Mulai besok, anakku bawa bekal dari rumah saja. Aku tidak mau ambil risiko," ujarnya dengan wajah cemas.
Kasus yang Mengguncang Kepercayaan
Menurut laporan Detik.com (19/9/2025), sebanyak 68 siswa dari enam sekolah dasar di Kecamatan Ngamprah, Bandung Barat, mengalami gejala seperti mual, muntah, dan pusing setelah menyantap menu MBG. Dugaan sementara mengarah pada proses pengemasan makanan yang kurang higienis.
JabarNews.com (20/9/2025) menambahkan, pemerintah daerah kini memeriksa penyedia katering dan mempertimbangkan mengganti pihak yang terbukti lalai. Pengawasan di titik-titik rawan seperti dapur dan tempat pengemasan pun ditingkatkan.
Bagi masyarakat Graha Bukit Raya, berita ini terasa begitu dekat. Meski sekolah-sekolah di komplek ini belum terdampak langsung, wilayahnya masih satu administrasi dengan lokasi kejadian. Kekhawatiran pun cepat menyebar, terutama di kalangan orang tua yang anaknya bersekolah di SD, SMP, dan SMK di sekitar sini.
"Kalau makanan itu sampai dikemas berjam-jam sebelum dibagikan, siapa yang bisa jamin kebersihannya?" keluh istri saya, menguatkan asumsi adiknya.
Ompreng dan Risiko yang Mengintai
Makanan yang dimasak secara massal, lalu diporsikan ke ratusan wadah sebelum dikirim ke sekolah-sekolah. Dalam proses inilah risiko kontaminasi muncul. Sedikit kelalaian entah dari kebersihan dapur, peralatan, atau wadah bisa berdampak besar.
Hal ini selaras dengan pernyataan pejabat daerah yang dikutip JabarNews.com, bahwa standar higienitas harus diperketat, terutama pada tahapan pengemasan. Jika terbukti ada kelalaian, penyedia katering akan diganti.
Dari Rasa Syukur ke Rasa Takut
Pada awalnya, program MBG disambut dengan rasa syukur. Orang tua merasa terbantu karena anak-anak mendapatkan makanan bergizi lengkap setiap hari. Menu seperti ayam, ikan, sayur, dan buah menjadi bagian dari keseharian mereka.
Saya sendiri pernah melihat senyum lebar seorang siswa ketika membuka ompreng berisi lauk kesukaannya. Dari momen sederhana itu, saya percaya program ini bisa membawa perubahan nyata bagi generasi mendatang.
Namun kini, rasa syukur itu perlahan bergeser menjadi rasa takut. Beberapa tetangga adik ipar saya bahkan membicarakan rencana menarik anak-anak mereka dari program MBG, setidaknya sampai situasi benar-benar jelas dan aman.
"Kalau satu anak sakit saja, yang panik bukan cuma orang tuanya, tapi seluruh lingkungan," kata seorang ibu yang anaknya duduk di kelas dua SD.
Ketakutan ini bukan soal gengsi atau penolakan terhadap bantuan pemerintah, tetapi soal kepercayaan. Sekali kepercayaan publik terguncang, akan sulit mengembalikannya, meski program ini gratis dan bertujuan mulia.
Pemerintah Harus Bergerak Cepat
Kasus di Bandung Barat seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah pusat dan daerah. MBG adalah program ambisius yang menyentuh jutaan anak di Indonesia. Jika pengawasan lemah, dampaknya bisa meluas dan membahayakan citra program itu sendiri.
Beberapa langkah mendesak yang perlu dilakukan antara lain:
1. Audit Total Sistem MBG
Mulai dari dapur, pengemasan, hingga distribusi, semua harus diperiksa menyeluruh dan diumumkan hasilnya secara terbuka.
2. Standarisasi Wadah dan Pengemasan
Ompreng dan peralatan masak harus memenuhi standar higienitas seperti alat medis, bukan sekadar wadah biasa.
3. Melibatkan Komunitas Lokal
Komite sekolah dan warga sekitar perlu dilibatkan dalam pengawasan, agar prosesnya lebih transparan.
4. Pendekatan Edukatif
Sosialisasi kepada orang tua penting agar mereka memahami prosedur keamanan makanan dan tahu saluran pengaduan yang benar.
Menjaga Harapan di Tengah Keresahan
Dari rumah adik ipar saya, senja di Graha Bukit Raya tampak begitu indah. Gunung di kejauhan terlihat gagah, sementara deretan genteng rumah tampak rapi seperti lautan warna bata. Namun di balik pemandangan itu, ada kekhawatiran yang terus menggelayuti hati warga.
Orang tua ingin yang terbaik untuk anak-anak mereka: bukan hanya makanan bergizi, tetapi juga rasa aman dan kepercayaan pada pemerintah.
Saya percaya jika semua pihak bergerak serius, program MBG masih bisa menjadi simbol kepedulian negara terhadap generasi muda. Tapi jika masalah seperti keracunan dibiarkan berulang, yang tersisa hanyalah ketakutan dan prasangka.
Ompreng seharusnya bukan momok, melainkan wadah penuh harapan. Anak-anak kita layak mendapatkan yang terbaik, dan itu dimulai dari keberanian kita semua untuk memastikan mereka benar-benar aman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI