Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ompreng dan Dua Wajah MBG: Dari Tiga Bakul Sisa hingga Anak Berebut Makanan

23 September 2025   11:18 Diperbarui: 23 September 2025   21:56 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menu MBG yang tampak sederhana, kadang menggugah selera, kadang membuat anak-anak ragu.(Sumber: Dokumen Pribadi) 

Hari pertama program Makan Bergizi Gratis (MBG) dimulai di sekolah kami terasa meriah. Anak-anak datang dengan wajah penuh rasa ingin tahu. Mereka berbaris rapi, menerima ompreng wadah makan stainless steel yang mengilap, bertuliskan SUS304 seperti menerima hadiah istimewa.

Ompreng bertuliskan SUS304, menunjukkan material food grade yang umum digunakan untuk peralatan makan.(Sumber: Dokumen Pribadi)
Ompreng bertuliskan SUS304, menunjukkan material food grade yang umum digunakan untuk peralatan makan.(Sumber: Dokumen Pribadi)

"Wow, kayak di acara TV!" seru seorang siswa sambil tersenyum lebar.
Guru-guru pun ikut bersemangat. Kami membayangkan program ini akan menjadi tonggak penting, bukan hanya untuk memenuhi gizi anak-anak, tetapi juga membentuk kebiasaan hidup sehat sekaligus sikap menghargai makanan.

Namun, seiring hari berganti, antusiasme itu mulai pudar.
Anak-anak yang awalnya menerima apa saja dengan senang hati, kini mulai pilih-pilih menu.

Kalau terlihat menarik, mereka akan mengambilnya.
Kalau tidak, mereka lebih memilih melewatkannya.

Menu MBG yang tampak sederhana, kadang menggugah selera, kadang membuat anak-anak ragu.(Sumber: Dokumen Pribadi) 
Menu MBG yang tampak sederhana, kadang menggugah selera, kadang membuat anak-anak ragu.(Sumber: Dokumen Pribadi) 

Puncaknya terjadi beberapa hari lalu. Kami mendapati tiga bakul nasi dan lauk pauk menumpuk, tak tersentuh sama sekali. Guru-guru pun ogah memakannya, untunglah ada seorang guru pengelola pesantren di antara kami. 

Tumpukan ompreng berisi makanan MBG yang tak tersentuh, potret nyata tantangan di awal pelaksanaan program.(Sumber: Dokumen Pribadi)
Tumpukan ompreng berisi makanan MBG yang tak tersentuh, potret nyata tantangan di awal pelaksanaan program.(Sumber: Dokumen Pribadi)

Ia berinisiatif membawa sisa makanan itu, mengolahnya kembali, lalu membagikannya kepada santri di pesantrennya.
Setidaknya, makanan itu tidak berakhir di tong sampah.

Situasi ini membuat kami berpikir langkah apa yang harus diambil, supaya MBG tidak menjadi program mubazir?
Akhirnya, sekolah mengambil kebijakan tegas: setiap siswa wajib mengambil dan memakan jatahnya, apa pun menunya. Tak boleh lagi ada yang tersisa hanya karena alasan tidak suka menunya.

Agar lebih tertib, perwakilan kelas ditunjuk untuk mengambil ompreng bagi teman-temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun