Kelas menengah dan bawah yang dulu menjadi tulang punggung bangsa kini justru menjadi korban adu domba.
Sengkuni tahu, Werkudara tidak perlu dikalahkan dengan kekuatan fisik.
Cukup dengan membuatnya bingung, Werkudara akan memukul bayangan dan menghancurkan dirinya sendiri.
Babak III: Kesadaran yang Menyala
Namun, sejarah selalu memberi ruang bagi kebangkitan.
Di tengah gelombang kebohongan, muncul komunitas kecil yang memilih untuk berpikir kritis.
Mereka tidak mudah percaya pada kabar viral, bahkan rela menguji setiap narasi yang muncul.
Komunitas ini seperti titik-titik cahaya di tengah gelap.
Awalnya hanya belasan orang, lalu ratusan, hingga ribuan.
Tanpa sadar, Werkudara modern mulai bangkit. Bukan satu sosok, melainkan jutaan jiwa yang sadar bahwa musuh mereka bukanlah tetangga atau saudara, melainkan dalang yang tak terlihat.
"Di zaman ini, Sengkuni tak punya wajah,"
kata seorang aktivis muda.
"Wajahnya adalah setiap kebohongan yang kita percaya."
Babak IV: Puncak Kekacauan
Merasa posisinya terancam, Sengkuni mengeluarkan jurus pamungkas.
Ia menciptakan musuh palsu, lengkap dengan dokumen dan video yang tampak meyakinkan.
Media ikut terjebak, dan rakyat pun diarahkan untuk menyerang pihak yang sebenarnya tidak pernah ada.
Werkudara modern hampir tergelincir.
Mereka kembali saling curiga, saling hujat, bahkan nyaris pecah menjadi faksi-faksi yang saling bertentangan.
Sengkuni tertawa puas.
Namun, seorang hacker misterius bernama Jatayu berhasil membongkar rahasia ini.
Ia menemukan bukti bahwa semua kekacauan hanyalah ilusi yang dirancang Sengkuni.
Dengan keberanian luar biasa, Laras, pemimpin komunitas Werkudara modern, membuka semua data itu ke publik.
"Lebih baik kita malu sekarang," katanya,
"daripada hidup selamanya dalam kebohongan."
Kebenaran pun meledak seperti kilat.
Rakyat yang semula saling mencurigai kini bersatu melawan dalang yang sebenarnya.