Mohon tunggu...
Advokat Agus Candra
Advokat Agus Candra Mohon Tunggu... Administrasi - Advokat dan Konsultan HKI

Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Advokat di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Praktisi di Bidang Hukum Perlindungan Varietas Tanaman (PVT). Menjadi Pembicara HKI di Radio Suara Edukasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pembicara HKI untuk Lembaga Pendidikan Non Formal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Melihat Kualitas dan Jumlah Paten Indonesia

23 Oktober 2009   04:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:33 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Perolehan paten peneliti Indonesia masih terendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk di ASEAN. Sebagai contoh, Singapura, Thailand, dan Filipina memiliki paten domestik masing-masing 215, 203, dan 163 pada tahun 1996, sedangkan Indonesia pada tahun yang sama hanya mempunyai 40 paten saja. Itu berarti, pada tahun 1996 jika dibandingkan dengan jumlah paten asing yang didaftarkan di Indonesia, paten domestik hanya 1 % saja (40 dari 4000 paten). Upaya untuk menaikan jumlah kepemilikan paten domestik menjadi 10 % setahun, salah satu caranya adalah dengan mendorong sebanyak mungkin peneliti menjadi peneliti penemu atau inventor (Gunadi dalam Suyono, 1999).

Menurut data tahun 1999 potensi peneliti di perguruaan tinggi salah satunya ITB berjumlah 1300 dosen yang berpotensi mendapatkan paten, sedangkan potensi penelitian pada Indrustri-Indrustri nasional misalnya ASTRA dalam setiap tahunnya dihasilkan sekitar 300 penemuan (Karyatmo, 1999).

Sebagai catatan, hampir 100.000 produk Indrustri kecil di Jawa Timur belum dilengkapi hak paten, sehingga sulit untuk menembus pasar ekspor. Oleh karena itu, maka dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk memberikan bantuan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bagi para perajin indrustri skala UKM di Indonesia.

Sedangkan menurut Data Ditjen HKI Jumlah permohonan paten asing dan dalam negeri periode September 2009 adalah berjumlah 405 buah dengan jumlah permohonan terbanyak dari Amerika , Jepang, dan Jerman.

Cerminan kualitas Riset dan Teknologi bisa dilihat dari sejauh mana jumlah Paten yang dihasilkan oleh suatu negara. Masih sedikitnya jumlah Paten yang dihasilkan para peneliti Indonesia mungkin disebabkan beberapa faktor, diantaranya mungkin sebagaimana dikutip Susantha Goontilake dalam Kadiman (2007) dalam Sains dan Teknologi 2 (2009), dikatakan bahwa kondisi perkembangan sains dan teknologi di negara-negara dunia ke 3 (termasuk Indonesia) saat ini masih cenderung imitatif, tidak memiliki orsinilitas serta sangat rendah dalam berkreatifitas.

Hal lain yang menyebabkan rendahnya jumlah paten Indonesia adalah karena menurut laporan International Innovation Index pada Maret 2009 menyebutkan, Indonesia menempati posisi ke-71 dari 108 negara, jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Bahkan di kawasan ASEAN sekalipun, Indonesia masih tertinggal dari Singapura, yang menduduki peringkat pertama, Malaysia (21), dan Thailand (44). Kondisi ini mengindikasikan inovasi belum menjadi ujung tombak dalam membangun daya saing Indrustri Nasional (Warsono, S.Y, 2009 dalam Sains dan Teknologi 2).

Jika dilihat dari data diatas, semakin banyaknya negara yang menghasilkan paten dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), maka semakin maju pula negara tersebut. Oleh karena itu, Indonesia hanya akan menjadi negara yang maju jika pemerintah menciptakan iklim yang kondusif bagi proses penelitian dan pengembangan (Litbang) salah satu caranya adalah meningkatkan insentif bagi para peneliti yang menghasilkan paten, maupun meningkatkan anggaran untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Selain itu, penegakan hukum di bidang HKI dengan menanggulangi pembajakan-pembajakan akan membuat masyarakat Indonesia terputus dari mata rantai ketergantungan barang bajakan yang dapat membuat matinya kreatifitas dan inovasi diri sendiri. Apabila penegakan hukum benar-benar ditegakan, niscaya masyarakat Indonesia akan lebih kreatif dan inovatif, karena mereka akan mencoba untuk mencipta daripada membajak. Salah satu contoh di bidang sofwere, apabila Hak Cipta Sofwere orisinal ditegakkan maka mereka akan takut untuk membeli sofwere bajakan, sehingga alternatifnya mereka akan mengembangkan sofwere berbasis open source yang akan membuat kita lebih kreatif dan inovatif.

Penulis Bekerja di Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Ambadar and Partner Jakarta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun