Selain peningkatan kesejahteraan Guru yang digadang-gadang oleh Presiden Prabowo, juga peningkatan kualitas guru sehingga menjadi guru-guru yang lebih profesional, serta tangguh dalam menghadapi murid yang beragam karakter dan latar belakang sosial serta emosionalnya.
Guru diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam pembangunan manusia Indonesia yang lebih baik lagi dalam menghadapi era globalisasi serta peningkatan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini.
Selain meningkatkan kesejahteraan Guru, Presiden Prabowo juga menjelaskan komitmen mereka dalam mewujudkan pendidikan yang merata, dimana dalam sepanjang sejarah republik ini, APBN tahun 2025 nanti adalah anggaran pendidikan paling tinggi yang peruntukannya, selain untuk makan siang bergizi gratis bagi peserta didik, juga telah mengalokasikan dana sebesar 17,15 triliun rupiah untuk melakukan rehabilitasi, perbaikan, dan renovasi 10.440 sekolah negeri dan swasta.
Dana tersebut nantinya akan dikirimkan langsung secara cash transfer dan dananya di kelola secara swakelola dengan cara membangun secara gotong-royong, sehingga dana itu bisa bermanfaat bagi desa atau kecamatan, karena bahan bangunannya di beli dari daerah tersebut dan pekerjanya juga dari daerah tersebut.
Baca Juga:Â Urgensi Manajemen Pendidikan Berbasis Karakter
Masih Terjadi Mispersepsi Kenaikan Gaji
Ternyata tangisan Presiden Prabowo berbeda dengan tangisan Guru-Guru yang terharu dengan pidato dan semangat Pak Prabowo kala mengumumkan kenaikan gaji Guru ASN maupun Non -- ASN tersebut.
Sampai sekarang masih ada kesimpang siuran saat mencerna informasi kenaikan gaji Guru Rp. 2 juta, karena tidak sesuai harapan dengan kenyataan, dimana banyak entitas guru merasa di prank.
Mengapa merasa di prank? Pertama karena gaji guru Aparatur Sipil Negara (ASN) akan mengalami kenaikan sebesar satu kali gaji pokok. Misalnya, jika gaji pokok seorang guru ASN adalah Rp. 3 juta, maka total gaji yang akan diterima menjadi Rp.6 juta per bulan.
Apakah pemerintah lewat Kementerian Keuangan mampu mewujudkannya? Kalau menurut logika berpikir saya, ini tidak akan mungkin terjadi, mengingat terbatasnya aloaksi anggaran dan pendapatan negara tidak mungkin dihabiskan hanya untuk menggaji dua kali lipat Guru di Indonesia.
Sementara sektor lain pastinya masih butuh perhatian dan anggaran belanja negara yang tidak sedikit.