Mohon tunggu...
Agustine Ranterapa
Agustine Ranterapa Mohon Tunggu... Guru

Aku seorang Guru SD. Tidak ada keajaiban dalam pekerjaanku. Aku tidak pernah berjalan diatas air dan aku juga tidak mampu membela lautan. Tetapi yang aku tahu, aku adalah seorang pemimpin pembelajaran yang mencintai anak-anak didikku. Karena menurutku seni tertinggi seorang guru adalah bagaimana ia menciptkan kegembiraan dalam ekspresi kreatif dan pengetahuan". Alhamdulillaah ditakdirkan menjadi seorang guru.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Syukur dan Ikhlas, Dua Sisi Penting Etika Kehidupan

7 September 2025   19:27 Diperbarui: 13 September 2025   23:36 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Doa malam. (Sumber: pxfuel.com)

Padahal, doa dan ucapan syukur sekecil apa pun mampu mempererat hubungan, melembutkan hati, dan menumbuhkan solidaritas sosial. Tanpa adab dalam mensyukuri, hubungan manusia akan gersang, dipenuhi perhitungan transaksional yang miskin makna. 

Maka, menjaga adab dalam bersyukur adalah benteng moral agar kita tidak kehilangan kemanusiaan di era digital ini. Seperti yang diingatkan Imam Al-Ghazali, "Akal tanpa adab adalah kegilaan, ilmu tanpa adab adalah kesia-siaan, dan amal tanpa adab adalah kebinasaan."

Di era disrupsi digital saat ini, ikhlas menghadapi ujian yang terasa semakin berat. Media sosial sering kali menjadi panggung tempat kebaikan ditampilkan, dipublikasikan, bahkan diproduksi ulang demi mendapatkan "likes" dan apresiasi publik. 

Tidak jarang, kebaikan kehilangan makna batinnya karena lebih diarahkan untuk konsumsi visual ketimbang sebagai ibadah. Amal saleh yang sejatinya rahasia antara hamba dan Tuhannya berubah menjadi konten yang dikomodifikasi. Padahal, ikhlas justru tumbuh subur dalam kesunyian, ketika tangan kanan memberi tanpa diketahui tangan kiri.

Refleksi ini penting karena kebaikan yang didorong oleh kebutuhan pencitraan hanya akan melahirkan kepuasan semu. Ia mungkin menghadirkan pujian sesaat, tetapi tidak memberi ketenangan yang mendalam. 

Sebaliknya, ikhlas menumbuhkan keteguhan hati yang tidak goyah oleh komentar orang lain, entah berupa pujian atau cercaan. Rasulullah pernah bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian dan harta kalian, tetapi Allah melihat hati kalian dan amal kalian" (HR. Muslim). 

Hadits ini menegaskan bahwa ukuran sejati amal bukan pada tampilan luar atau apresiasi sosial, melainkan pada keikhlasan hati yang melandasinya. Maka, di tengah arus digital yang deras dan penuh godaan untuk menampilkan diri, ikhlas adalah benteng moral yang menjaga kemurnian amal. Dengan ikhlas, kita belajar bahwa kebaikan bukanlah konten, melainkan jalan menuju ridha Allah. 

Kita juga belajar bahwa ketenangan hati lebih bernilai daripada pujian publik. Dalam keheningan ikhlas, manusia menemukan kebebasan: kebebasan dari ego, dari pamrih, dan dari belenggu pencitraan. Inilah tantangan sekaligus peluang spiritual di zaman media sosial: berbuat baik tanpa merasa perlu dilihat, karena cukup Allah yang menjadi saksi.

Sayangnya, banyak orang terjebak pada kebaikan yang penuh pamrih. Kita menolong dengan harapan dipuji, atau membantu dengan syarat tertentu. Akibatnya, kebaikan berubah menjadi alat untuk mengikat orang lain. 

Dalam filsafat moral, hal ini disebut sebagai instrumental good: kebaikan yang dilakukan bukan karena nilainya sendiri, tetapi demi tujuan lain. Bahaya dari kebaikan pamrih adalah hilangnya ketulusan, sehingga hubungan sosial berubah menjadi hubungan transaksional. Padahal, esensi kebaikan adalah kebebasannya dimana ia murni, tanpa syarat, dan tidak terikat pada balasan.

Membalas kebaikan orang lain tidak selalu harus dengan materi. Sebuah doa sederhana sering kali jauh lebih tulus dan bermakna. Ketika kita mendoakan seseorang, kita menghubungkan namanya dengan Allah, Sang Pemilik segala kebaikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun