Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekuasaan dan Kekayaan Itu seperti Rubicon: Menghanyutkan dan Menenggelamkan

25 Februari 2023   16:43 Diperbarui: 2 Maret 2023   17:30 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaya, lalu punya kekuasaan. Punya kekuasaan, lalu kaya. Seolah saudara kembar yang tak terpisah.

Heroin dan sejenisnya membuat penggunanya tidak bisa berpikir waras. Tindakannya tidak terkendali. Abai terhadap norma sosial. Bahkan dengan gagah melanggar norma sebagai atraksi untuk menunjukkan dirinya hebat. Atau malah tidak tahu itu salah. 

Mereka seolah berada di luar jangkauan. Mereka seperti aliens. Kekuasaan dan kekayaan punya akibat yang sama. Sama persis. Memabukkan.

Masih membahas temuan Keltner. Gangguan psikologis akibat kekuasaan, Keltner menyebutnya sosiopati dapatan (acquired sociopathy). Sebuah gangguan kepribadian antisosial yang bukan warisan. Sosiopati dapatan biasanya terjadi karena benturan di kepala yang merusak bagian tertentu otak, dan mengubah orang baik jadi tidak baik.

Orang yang mengidap sosiopati dapatan cenderung keluar dari lingkaran sosial yang ada. 

Ada kecenderungan mereka merasa berbeda. Saat temannya tertawa, orang normal cenderung ikutan tertawa sebagai wujud pencerminan.

Orang berkuasa cenderung menghindari itu. Pertanda melemahnya pencerminan. Menganggap dirinya berada di atas. Mereka tidak terhubung dengan lingkungan sosial. Mereka menganggap dirinya superior. Pikiran mereka seperti itu. Nyatanya memang begitu.

Hasil penelitian Profesor Dacher Keltner bisa untuk menjelaskan kasus yang lagi ramai. Seorang anak pegawai pajak dengan menaiki mobil mewah harga milyaran, dengan brutal menganiaya seorang remaja hanya masalah sepele. Remaja yang layak sebagai adiknya. Layak dilindungi. Makian tidak takut hukum nyembur dari mulutnya saat menendang dan menginjak korban.

Apakah dirinya tidak melihat dari pemberitaan TV tentang Jendral Bintang Dua yang divonis hukuman mati akibat membunuh ajudannnya? Seratus persen saya yakin dirinya mengetahui hal itu. Tapi hanya sekadar tahu. Bukan malah berhati-hati untuk tidak masuk dalam kondisi yang sama.

Mobil yang dikendarai, jabatan yang disandang bapaknya dan kekayaan melimpah yang didapatkan--entah dengan cara bagaimana. Membuat emosinya labil, seperti orang gila. Tidak wajar secara sosial.

Video penganiayaan yang dirinya lakukan sangat mengerikan (lihat saja sendiri). Terlihat keinginan membunuhnya tinggi. Bahkan mungkin dia akan puas saat korbannya tewas. Mentalnya mentah. Benar-benar mentah. Mati rasa. Kekayaan dan imajinasi kekuasan, menjadi benturan hebat di kepalanya. Merusak sistem kerja otaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun