"Maaf, Bapak jangan marah, karena kami sendiri pun tidak tahu sejarah hidup Bapak dan Bapak sedikit sekali memberikan wawancara. Karena itu dapatkah Bapak menentramkan hati saya barang sedikit dan menerima seorang wartawan CBS yang ramah sekali dan ingin menulis riwayat hidup Bapak?" Aku berpaling padanya dan berteriak , "Berapa kali aku harus mengatakan padamu, T-I-D-A-K!! Pertama, aku tidak mengenalnya, dan lagi kalau pada suatu saat aku menulis riwayat hidupku, aku akan melakukan dengan seorang perempuan. Sekarang, pergilah jauh-jauh!
------
Dialog di atas adalah komunikasi Bung Karno dengan Nyonya Siel Rohmulyati, Petugas Pers Istana Presiden pada 1960, berdasarkan pengakuan Bung Karno dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Dari dialog tersebut bisa digambarkan bahwasanya Bung Karno tidak tertarik menulis buku riwayat hidupnya.
Pada 1960-an kondisi dunia terbelah menjadi dua; Blok Timur yang Komunis dan Blok Barat yang Kapitalis. Perlombaan senjata dan perang proxy yang dijalankan benar-benar memanas. Hubungan Indonesia dengan Blok Barat juga sama, setelah meninggalnya John F. Kennedy, hubungan Indonesia memasuki titik terbawah dengan Amerika.Â
Kedatangan Bung Karno pada 1960 ke Gedung Putih yang diremehkan Oleh Presiden Eisenhower menjadi salah satu pemicu menjauhnya Indonesia dari Amerika.
Indonesia memilih untuk lebih dekat ke sahabat timur, Uni Sovyet dan sekutunya. Presiden Soekarno saat itu tidak disambut di lapangan udara, Â Eisonhower juga tidak menyambutnya di depan pintu Gedung Putih dan membiarkan dirinya menunggu selama sejam.
Karakter Bung Karno yang kuat dan tidak mau direndahkan akhirnya menjadi boomerang bagi Amerika. Indonesia antipati terhadap Amerika dan sering memaki-maki saat acara kenegaraan di Gelora Senayan dengan makian "go to hell with your aid" menunjuk pada Duta Besar Amerika yang saat itu dijabat Howard Jones.
Rayuan ekonomi Amerika gagal total di Indonesia. Indonesia menjadi liar tidak terkendali  dan labil menurut penilaian Amerika
Presiden Soekarno memang membenci Amerika namun hubungan pribadi dengan Howard Jones sangat baik. Setelah dimaki-maki, biasanya Howard Jones diundang makan nasi goreng buatan istri Bung Karno, Hartini, di Istana Bogor.
Adakalanya terjadi perdebatan sengit dan pahit antara Bung Karno dan Howard Jones. Namun, Bung Karno mengakui bahwa Duta Besar Amerika itu adalah salah satu sahabat dekatnya.
Saat acara makan tersebut Howard berkata "Tuan Presiden, aku kira sudah waktunya Anda melihat kembali perjalanan sejarah. Menurutku sudah waktunya Anda menuliskan sejarah kehidupan Anda" dan Bung Karno menjawab Tidak! Namun Howard Jones, memberikan banyak argumen tentang pentingnya otobiografi Soekarno.Â
"Anda tidak bisa menemui semua orang di seluruh dunia secara pribadi, tetapi Anda bisa menemui mereka lewat halaman-halaman buku. Anda adalah ahli pidato terbesar setelah William Jennings Bryan. Anda menawan hati jutaan pendengar di lapangan terbuka. Mengapa tidak ingin mencapai jumlah pendengar yang lebih besar lagi"
Bertemu Cindy Adams.
Pada 1961 seorang wartawati Amerika Serikat Cindy Adams sedang berada di Jakarta bersama suaminya, pelawak Joe adams, yang merupakan Misi Kesenian Presiden Kennedy ke Asia Tenggara. Bung Karno menaruh ketertarikan karena Cindy adalah wanita cerdas dengan humor menarik dan juga wawancaranya tidak memojokkan dan melukai.Â
Bagi Bung Karno tulisannya jujur dan ada rasa simpati terhadap Indonesia. Selain itu menurut Bung Karno, Cindy Adams adalah penulis tercantik yang ditemui.
Maka ketika Howard Jones menyampaikan lagi saran agar Bung Karno menulis biografinya, Howard Jones yang sekarang dibuat terkejut
"Dengan satu syarat, bahwa aku mengerjakannya dengan Cindy Adams"
Bung Karno adalah pribadi yang unik yang lebih banyak mengunggulkan rasa dalam pertemanan. Dirinya sangat mengagumi Amerika dan kebudayaan yang dibangunnya. Namun, hubungan dua negara haruslah sama sebagaimana hubungan antar manusia, tidak saling merendahkan.Â
itulah yang disesalkan saat Indonesia hanya dipandang sebagai negara miskin yang tidak perlu didengar suaranya dan hanya layak dilempari uang untuk diam.
Soekarno tidak menerima perlakuan semacam itu. Indonesia miskin, iya! Namun, jangan coba-coba merendahkan bangsa Indonesia hanya dengan iming-iming dollar. "Go to hell with your aid" persetan dengan bantuanmu. Murka Bung Karno.
Penunjukkan Cindy, memberikan satu gambaran bahwa kebencian Bung Karno bukan pada person orang Amerika. Namun pada kebijakan Amerika yang dinilai timpang memperlakukan negara-negara miskin. Amerika harus belajar tatakrama Asia. Begitu menurutnya. Dan Cindy adalah perempuan cerdas yang punya rasa humor dan estetika bergaul yang unik.
"Mr.Presiden, kenapa Anda selalu memakai peci?" Bung Karno menjawab serius dan menerangkan berbagai argumen mulai dari identitas nasional, perjuangan dan lainnya. Apa jawaban Cindy Adam? "Menurutku, Anda terlihat tampan pakai peci". Dengan pandangan tersebut Bung Karno tertawa, "Ya Anda Benar" balas Bung Karno.
Akhirnya proyek biografi tersebut rampung selama empat tahun, dan tahun 1965 siap diterbitkan. Namun, ada keengganan dari Bung Karno karena dalam biografi tersebut, tokoh dalam hal ini dirinya ditempatkan sebagai orang pertama "AKU". Namun, buku tersebut akhirnya terbit juga dalam bahasa Inggris tahun 1965 dengan judul Sukarno: An Autobiography as told to Cindy Adams, dan setahun kemudian dalam bahasa Indonesia dengan judul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Jika saja Howard Jones tidak mendesak Bung Karno, dan Cindy Adams tidak ke Jakarta mungkin saja buku fenomenal tersebut tidak akan pernah ada. Karena pada 1965 ada kisruh politik yang pastinya pembuatan biografi bukan fokus untuk diselesaikan.Â
Bung Karno; penyambung lidah Rakyat Indonesia adalah buku babon atau induk, sepadan dengan Negara Kertagama atau Pararaton. Dengan membaca buku tersebut bukan hanya membedah pribadi Bung Karno yang unik namun juga memahami sebuah bangsa yang bernama Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI