Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Riwehnya Mudik Demi Menjalin Silaturahmi di Masa Pandemi

14 Mei 2021   00:29 Diperbarui: 14 Mei 2021   00:35 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Ibu Negara bersilaturahmi dengan Wakil Presiden dan Ibu Wury secara daring (Screeshoot dari saluran Youtube @Sekretariat Presiden)Presiden Jokowi dan Ibu Negara bersilaturahmi dengan Wakil Presiden dan Ibu Wury secara daring (Screeshoot dari saluran Youtube @Sekretariat Presiden)

Barangkali istilah "riweh" pernah mampir di pendengaran Anda sekalian. Istilah ini sebenarnya dicuplik dari salah satu istilah dalam bahasa Sunda, yaitu riweuh. Dalam bahasa aslinya, ungkapan riweuh bermakna banyak (ribut).

Kata "riweh", yang acapkali saat ini dipergunakan dalam bahasa gaul sehari-hari dimaksudkan untuk melukiskan keadaan atau situasi ribet, hectic, sibuk, rempong, kalut, rushing things, buru-buru, kerumitan, kompleks, aktif, perasaan tidak menentu arah.

Tetap Mudik "Meski" Mudik Dilarang

Seminggu terakhir, liputan di berbagai media massa di Tanah Air kita sebagian diantaranya diisi dengan pemberitaan mengenai mudik yang dilakukan warga dari kota-kota besar, khususnya di Pulau Jawa.

Informasi seputar mudik pun banyak menghiasi status maupun unggahan netizen di berbagai platform media sosial yang ada.

Setahun kemarin, wacana "mudik" versus "pulang kampung" pernah menjadi perbincangan hangat dan dibahas banyak orang, bahkan tidak sedikit yang memperdebatkannya.

Menurut pendapat saya pribadi, perdebatan-perdebatan seperti itu sebenarnya tidak perlu dibahas secara berkepanjangan. Karena inti masalahnya di sini bukanlah sekedar soal perbedaan atau persamaan makna di antara keduanya. Namun ada hal yang jauh lebih penting untuk menjadi pokok perhatian kita bersama yaitu tentang "pandemi Covid-19"!

Toh, meskipun perdebatan panjang berhasil dirangkai, tetap saja tidak mampu menghapuskan keinginan para pemudik (baca: mereka-mereka yang pulang kampung) untuk mudik atau pulang ke kampung halamannya.

Data jumlah kendaraan yang keluar dari wilayah Jakarta pada 2020 silam masih relatif tinggi, meskipun secara angka mengalami penurunan 62% dibanding tahun sebelumnya. Adapun rincian volume lalu lintas periode Lebaran 17 -- 23 Mei 2020 menurun dari 1,21 juta unit menjadi 465.582 unit.

Imbauan Pemerintah berkaitan dengan larangan mudik ternyata dipatuhi oleh sebagian warga yang jauh-jauh hari mempunyai rencana untuk mudik ke kampung halamannya; demi memutus rantai penyebaran virus Covid-19.

Tentu di belahan wilayah Indonesia lainnya, hiruk-pikuk mudik juga masih terjadi, meskipun kala itu aparat Kepolisian Republik Indonesia melakukan penjagaan ketat di pos-pos pengawasan yang ada.

Bahkan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Budi Karya Sumadi kala itu dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR RI pada awal Juli 2020 menyatakan bahwa selama masa mudik dan balik Lebaran 2020 terjadi penurunan jumlah penumpang yang drastis dan jumlahnya nyaris sampai 99% jika dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya.

"Total seluruh penumpang dari H-53 sampai dengan H+13 semua moda transportasi mencapai 1.893.253 penumpang, paling banyak penurunan terjadi para periode kedua pembatasan kendaraan yaitu pada H-30 sampai H-18 menjadi hanya 121.006 penumpang, dan terjadi kenaikan pada H-17 sampai dengan H+13 menjadi 450.021 penumpang," ujar Budi Karya seperti dirilis detik.com.

Meski setahun kemarin Indonesia baru saja dilanda pandemi Covid-19, namun rupanya tidak semua warga mempunyai pemahaman yang benar terkait bahaya dan ancaman virus mematikan asal Wuhan ini.

Dan sudah menjadi rahasia umum, situasi tersebut salah satunya dipicu oleh provokasi yang dilakukan oleh mereka-mereka atau pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 

Melalui beragam bentuk postingan di media sosial maupun broadcast berupa pesan berantai yang diteruskan berkali-kali melalui media WhatsApp maupun Telegram; informasi sesat yang mengulas Covid-19 marak beredar.

Sebagian dari pesan berantai itu mencampuradukan antara fakta dan informasi palsu yang diramu dengan kalimat-kalimat persuasif yang berusaha meyakinkan pembacanya. Bagi mereka-mereka yang tidak jeli biasanya punya kecenderungan membaca beberapa baris awal saja, kemudian meneruskannya kepada jejaring nomor kontak yang ada.

Alasan Realistis Menjaga Silaturahmi

Meskipun dalam paparan data di atas disebutkan bahwa penurunan jumlah penumpang nyaris mendekati angka 99% pada Lebaran 2020 lalu; namun fakta yang dipaparkan oleh Presiden Joko Widodo di akhir bulan April 2021 menunjukkan data lonjakan kasus Covid-19 yang mencapai angka 93%!

Jika dihitung-hitung secara matematis, dengan memperbandingkan angka jumlah pemudik dan kenaikan kasus Covid-19 pasca libur Lebaran 2020 yang hampir mendekati angka 100%; tentu sangat tepat sekali bilamana pada libur Lebaran 2021 kali ini Pemerintah secara gencar menyampaikan perihal larangan mudik yang berlaku mulai 6 hingga 17 Mei 2021 mendatang.

Berkaca dari peristiwa setahun lalu, alih-alih semakin mentaati aturan Pemerintah, di tahun 2021 animo para pemudik untuk pulang ke kampung halamannya pun tetap terjadi di tengah situasi pandemi Covid-19 yang belum usai ini.

Dari tayangan televisi, media daring, maupun unggahan di media sosial, ternyata usaha para pemudik terbilang beraneka macam bentuknya. Semua itu dilakukan untuk menjebol pertahanan di pos-pos penyekatan yang telah dijaga ketat oleh jajaran Kepolisian. Bahkan ada warga di sekitar lokasi pos penyekatan yang memberikan dukungan terhadap perilaku para pemudik tersebut.

Semuanya dilakukan demi dapat tiba di kampung halamannya masing-masing untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga, sanak saudara, dan handai taulannya. 

Dan sudah jelas, prinsip untuk menjaga silaturahmi menjadi alasan realistis yang mereka kemukakan. Meski di sisi lain bahaya dan ancaman dari virus Covid-19 tetap mengintai dan siap menerkam, terutama bagi mereka-mereka yang lalai dan tak memedulikan protokol kesehatan.

Harapan Realistis, Semoga Berbuah Manis

Saya pribadi sebenarnya tidak mampu membayangkan apa yang akan terjadi pasca libur Lebaran tahun ini. Data perkembangan kasus Covid-19 per 13 Mei 2021 menunjukkan bahwa beberapa provinsi di Pulau Jawa masih menduduki peringkat teratas kasus Covid-19 secara nasional. Adapun 5 besar provinsi dengan kasus Covid-19 tertinggi antara lain: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.

Hari ini, data Covid-19 yang dirilis Kompas.com menunjukkan angka 1.731.652 kasus positif, dengan penambahan kasus sebanyak 3.448. Sedangkan pada tanggal yang sama di tahun 2020 lalu, di Indonesia tercatat 15.438 kasus positif, dengan penambahan sebanyak 689 kasus.

Bila kita hitung secara sederhana dengan memperbandingkan angka kasus Covid-19 hari ini dengan angka pada tanggal yang sama setahun kemarin, maka kenaikan jumlah total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 11.117%; dari kisaran total 15 ribuan kasus menjadi 1,7 jutaan kasus.

Sebagai warga negara yang baik, maka kenyataan ini seharusnya menjadi perhatian kita bersama. Meskipun faktanya sebagian warga masyarakat barangkali sudah merasa bosan menjalani segala aturan dan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.

Namun jika rasa bosan tersebut tidak diimbangi dengan usaha nyata dan usaha bersama dari seluruh warga negara, bagaimana mungkin pandemi ini dapat segera diatasi? Angka-angka yang dirilis pemerintah sudah jelas menunjukkan di tahun 2021 angka lonjakan kasus Covid-19 terus mengalami peningkatan dari hari ke hari.

Jika di tahun ini banyak dari antara kita yang berdoa dan memohon agar "tidak dipertemukan kembali" dengan pandemi Covid-19 ini di Ramadan berikutnya; usaha apa yang sudah kita lakukan agar seirama dan sejalan dengan permohonan dan doa-doa tersebut?

Silaturahmi memang harus dijaga, itu adalah prinsip baik dan sudah menjadi suatu budaya adiluhung yang dimiliki bangsa ini. Namun kita juga dapat bersikap bijaksana demi melakukan usaha bersama untuk mengakhiri pandemi ini.

Bila perilaku nekat para pemudik terus berlanjut pada liburan-liburan lainnya yang akan tiba di bulan-bulan mendatang; sebuah pertanyaan kecil patut kita serukan di hati kita masing-masing: "Apakah saya masih akan tetap nekat mudik? Kalau jawabannya iya, berarti secara tidak langsung saya ikut berpartisipasi menjadikan pandemi Covid-19 ini semakin lama!"

Demikian permenungan singkat di akhir Ramadan 1442 Hijriah ini. Salah dan khilaf mohon dimaafkan.

Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1442 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga kita sekalian dipertemukan kembali dengan Ramadan selanjutnya.

Banjarmasin, 14 Mei 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun