Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Bahasa Ibu, Riwayatmu Kini!

24 Februari 2021   00:54 Diperbarui: 25 Februari 2021   08:56 2967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: lokadata.id

"Bahasa Daerah Terawat, Bahasa Indonesia bermartabat," demikian tagline yang dikumandangkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dalam Festival Pemertahanan Bahasa Ibu 2021 memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional yang jatuh setiap tanggal 21 Februari.

Makna Bahasa Ibu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ungkapan "bahasa ibu" bermakna bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya.

Berdasarkan makna di atas, tentu yang dimaksud bahasa ibu bagi setiap orang atau setiap keluarga tentu akan merujuk kepada bahasa ibunya masing-masing, yang tak serta merta akan diidentikkan dengan bahasa daerah setempat.

Sebagai contoh kasus, seseorang yang tinggal di Banjarmasin dengan bahasa Banjar sebagai bahasa keseharian, tentu tidak otomatis akan memakai bahasa Banjar sebagai bahasa ibunya. 

Saya sendiri terlahir dari ayah dan ibu yang sama-sama berasal dari Jawa Tengah, dengan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Maka saya pun akhirnya mewarisi "bahasa Jawa" sebagai bahasa ibu.

Contoh lainnya, jika dalam sebuah keluarga yang asli orang Indonesia ternyata memakai bahasa Inggris sebagai bahasa percakapan dalam kesehariannya, maka bisa saja anak-anak mereka akan menerima bahasa Inggris sebagai bahasa ibunya.

Dengan gambaran demikian, maka bahasa ibu bisa dimaknai secara tepat sebagai bahasa yang pertama kali kita kenal dalam keluarga kita masing-masing. Pun jika dalam sebuah keluarga terdiri dari orang tua dan kerabat yang berasal dari beberapa daerah; maka bahasa daerah yang dominanlah yang akan menjadi "bahasa ibu" bagi setiap bayi atau anak yang lahir dalam keluarga tersebut.

Untuk Apa Bahasa Ibu?

"Saya orang Banjar tapi sejak kecil diajarkan bahasa Inggris, manakah bahasa ibu saya?" mungkin pertanyaan demikian pernah berkecamuk dalam diri saya dan Anda. Bahkan tidak sedikit anak-anak yang kedua orang tuanya asli Indonesia di zaman sekarang sejak bayi telah dibiasakan untuk mendengarkan kata dan kalimat dalam bahasa asing tertentu; misalnya bahasa Inggris atau bahasa Korea.

Barangkali selama si anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam keluarganya dan sampai batas usia tertentu "masih tinggal" bersama kedua orang tuanya yang mempergunakan bahasa asing tersebut, maka tidak terlampau menjadi soal bagi si anak.

Masalah mulai muncul manakala si anak mulai belajar bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya. Jika si anak masih dipertemukan dengan keluarga-keluarga lain yang juga telah memberlakukan bahasa asing sebagai "bahasa ibu" bagi anak-anak mereka, tentu lagi-lagi masih tidak menjadi persoalan serius.

Persoalan akan muncul tatkala si anak mulai mengenal lingkungan yang semakin luas. Maka hubungan pertemanan yang terjalin pun akan mengikuti pola yang kian meluas tersebut. 

Ada peluang atau kemungkinan bahwa di suatu ketika si anak yang fasih berbahasa asing sejak kecil itu akan bertemu teman-teman sebayanya yang justru menguasai bahasa daerah yang menjadi asal-usul kedua orang tuanya masing-masing. Di sisi lain, anak-anak itu juga lancar berbahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu di antara mereka.

Sebagai contoh lain, bila misalnya si anak lahir dari ayah dan ibu yang menjadikan bahasa Mandarin sebagai bahasa ibunya. Namun karena berbagai pertimbangan, bahasa Mandarin yang seharusnya diajarkan kedua orang tua si anak tadi kemudian diganti dengan bahasa Korea misalnya. 

Bisa dibayangkan kalau nanti si anak mulai besar dan berjumpa dengan sanak keluarganya yang rata-rata fasih berbahasa Mandarin; tentu dalam hati kecil si anak akan bertanya-tanya: "Itu bahasa apa ya? Kok saya nggak pernah diajarin Mama dan Papa saya?"

Sebagai contoh lain, bila misalnya si anak lahir dari ayah dan ibu yang menjadikan bahasa Mandarin sebagai bahasa ibunya. Namun karena berbagai pertimbangan, bahasa Mandarin yang seharusnya diajarkan kedua orang tua si anak tadi kemudian diganti dengan bahasa Korea misalnya. 

Bisa dibayangkan kalau nanti si anak mulai besar dan berjumpa dengan sanak keluarganya yang rata-rata fasih berbahasa Mandarin; tentu dalam hati kecil si anak akan bertanya-tanya: "Itu bahasa apa ya? Kok saya nggak pernah diajarin Mama dan Papa saya?"

Bersama bahasa "yang berkembang" dalam keluarganya masing-masing, biasanya seorang anak juga akan menerima transfer pengetahuan dasar, kearifan lokal, nilai-nilai kehidupan, dan lain sebagainya. Dan di berbagai daerah di Indonesia, keberadaan bahasa daerah yang kebanyakan juga menjadi bahasa ibu, menjadi media atau sarana yang memadai untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman hidup dari kedua orang tua kepada anak-anak mereka.

Saya pribadi merasa beruntung, karena sejak kecil diperkenalkan dengan bahasa Jawa yang menjadi bahasa keseharian dalam keluarga saya. Melalui bahasa Jawa inilah saya kemudian mengenal pengetahuan dan kebudayaan awali yang dituturkan dalam bahasa Jawa. 

Sebagai contoh adalah saat saya belajar menyanyikan gending (lagu) dalam bahasa Jawa yang berbentuk Pupuh atau Tembang Macapat; tentu konteksnya akan berbeda andai kata saya tidak memahami bahasa Jawa.

Pun saat menyimak dongeng atau kisah-kisah kehidupan adiluhung berbahasa Jawa, penguasaan bahasa Jawa saya sangat membantu proses pemahaman dan penyerahan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang suku Jawa.

Tak Kenal Maka Tak Sayang

Bila seandainya saja semenjak kecil saya sudah dibiasakan berbahasa Inggris oleh kedua orang tua saya, maka sudah bisa ditebak bahwa saya tidak akan berkenalan dengan pengetahuan dan kebudayaan Jawa. Sangat mungkin ketika saya tengah berbicara dengan orang lain, maka saya akan lebih mengenal sopan santun ala orang bule ketimbang unggah-ungguh dalam tradisi Jawa.

Dalam unggah-ungguh (tingkatan) berbahasa Jawa, terdiri dari empat, yaitu: ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu,dan krama inggil. Perbedaan kosakata atau pemilihan kata diberlakukan karena adanya perbedaan usia dan tujuannya dalam relasi sosial sehari-hari. Sedangkan bila kita memakai bahasa Inggris, maka tingkatan berbahasa tersebut praktis tidak akan kita temukan.

Dari gambaran di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ternyata pengetahuan dan kebudayaan daerah setempat sangat erat kaitannya dengan bahasa daerah masing-masing, di mana pengetahuan dan kebudayaan daerah tersebut tumbuh dan berkembang. 

Sehingga otomatis bila bahasa daerahnya tidak kita kuasai, maka hampir mustahil kita akan dapat mempelajari pengetahuan dan kebudayaan daerah tersebut.

Artinya, jika misalnya kedua orang tua kita aslinya berasal dari suku Jawa, maka jika sejak kecil kita tidak diperkenalkan dengan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu, maka hampir bisa dipastikan bahwa kita pun tidak akan mengenal pengetahuan dan kebudayaan asli Jawa. 

Sebab akan menjadi kesulitan tersendiri manakala kedua orang tua kita tetap keukeuh untuk mengajarkan pengetahuan dan kebudayaan asli Jawa dalam balutan bahasa Inggris. Sehingga sudah bisa diprediksi bahwa ungkapan "Tak kenal maka tak sayang" pun akan berlaku.

Bila sejak kecil seorang anak tidak mengenal pengetahuan dan kebudayaan Jawa; bagaimana mungkin dia akan mencintainya? Bila sejak kecil seorang anak tidak mengenal pengetahuan dan kebudayaan Makassar; mana mungkin di saat dewasa nanti anak tersebut bisa kita harapkan untuk melestarikan kebudayaan asli Makassar?

Bahasa Ibu dan Budaya Menulis

Mungkin antara bahasa ibu dan budaya menulis tidak mempunyai hubungan yang berkaitan lurus satu sama lain. Karena banyak dijumpai, para penulis yang menghidupi budaya menulis dalam hidupnya namun tidak menuturkannya dalam bahasa ibu yang mereka kuasai.

Secara umum kebanyakan penulis akan memakai yang sebagian besar dikuasai oleh para "pembaca" atau "penggemar" tulisan-tulisannya. Jika seseorang menulis untuk audiens yang sebagian besar menjadikan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sebagai bahasa utama komunikasinya sehari-hari; maka penulis itu akan mewujudkan artikelnya dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

Hal serupa juga terjadi manakala seseorang tengah berbicara dengan orang lain atau orang-orang yang dikenalnya; maka dengan serta merta orang tersebut akan mempergunakan bahasa apa yang paling dominan dipergunakan sebagai sarana komunikasi. 

Jadi kesamaan suku tidak selalu dapat dijadikan ukuran yang pasti mengenai pemakaian bahasa lisan; entah itu dikaitkan dengan bahasa ibu atau bahasa daerah tertentu.

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud bahasa ibu itu tidak selalu identik dengan bahasa daerah setempat; karena bisa jadi bahasa asing tertentu bisa menjadi bahasa ibu bagi bagi sebagian orang. Tentu latar belakang peristiwa dan asal usul kedua orang tua dari seorang anak akan turut menentukan label "bahasa ibu" pada anak-anak mereka.

Dalam situs resminya, UNESCO (Konferensi Umum Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa) menekankan bahwa keragaman bahasa kini semakin terancam sebab semakin banyaknya bahasa yang menghilang dari atas bumi ini. 

Untuk itu, UNESCO di tahun 2021 ini mengangkat tema: "Fostering multilingualism for inclusion in education and society" (membina multibahasa untuk inklusi dalam pendidikan dan masyarakat."

Secara global, 40 persen penduduk dunia saat ini tidak memiliki akses ke dalam bidang pendidikan dalam bahasa yang mereka gunakan atau pahami sehari-hari. Namun demikian, kemajuan sedang dibuat dalam pendidikan multibahasa berbasis "bahasa ibu" dengan pemahaman yang berkembang tentang pentingnya, terutama di sekolah usia dini, dan lebih banyak komitmen untuk pengembangannya dalam kehidupan publik.

Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mari kita ikuti anjuran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia berikut, "Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing!"

Dan berkaitan dengan bahasa ibu, maka dapat kita berlakukan dalam diri kita masing-masing, "Bahasa ibu: sayang jika tak dikuasai, teramat sayang bila tak dilestarikan. Bahasa ibu, riwayatmu kini!"

Banjarmasin, 22 Februari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun