Kedua, ide bisa berupa apa yang kita pikirkan saat itu, apa yang sedang mengganggu pikiran kita, apa yang sedang meledak-ledak dalam emosi kita, apa yang sedang menerpa diri kita, apa yang sedang kita lihat di suatu ketika, dan seterusnya. Ya, sesederhana itu memang yang namanya ide!
Ketiga, ide sifatnya mudah hilang, menguap, dan terhapus dari memori kita. Maka dari itu untuk menjaganya kita dapat membiasakan diri untuk mencatat setiap ide yang berkelebat di pikiran kita. Catat dan catat saja, selanjutnya ide yang sudah berhasil kita dokumentasikan dapat kita olah lebih lanjut untuk menjadi sebuah tulisan; bahkan tidak menutup kemungkinan akan menjadi sebuah buku atau buku berseri yang dapat diterbitkan secara kontinyu dan berkelanjutan.
Keempat, jika seseorang merindukan mendapatkan "ide asli", maka dia akan mudah menjadi kecewa dan berputus asa. Karena dari semua tulisan yang sudah ada sebenarnya adalah interpretasi atau pengungkapan berbagai ide yang sudah pernah dibahas oleh para penulis sebelumnya. Yang membedakan hanyalah cara untuk mengungkapkan ide yang sama itu menjadi tulisan atau artikel yang berbeda di hadapan pembaca. Tentu alasan sederhananya adalah supaya kita tidak mendapatkan label sebagai plagiator atau penjiplak ulung!
Kelima, yang jelas dan pasti, ide bisa menjadi sesuatu yang sangat-sangat sederhana dan berada di sekitar kita. Misalnya saja, "secangkir kopi tanpa gula". Ya, secangkir kopi tanpa gula jika kita bahas dan ulas sedemikian rupa akan menjadi bacaan bernas dan menarik bagi para pembaca tulisan kita.
Sampai di sini, masihkah Anda tidak percaya bahwa untuk mendapatkan ide kita cukup duduk dengan tenang di atas kursi kita masing-masing, sembari menikmati seduhan teh atau kopi hangat, ditemani sepiring kecil pisang goreng atau kudapan yang menggugah selera, dan ide itu pun akan hadir dengan sendirinya...
Banjarmasin, 4 Februari 2021