Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... wellness coach

Makan dengan makanan yang kita olah sendiri dengan bumbu organik tanpa perasa dan bahan kimia, dapat menyembuhkan hampir semua penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Kritik Majaridus Salikin; Ketika Jalan Spiritual Dibingkai Jadi Manual Baru

17 Agustus 2025   15:43 Diperbarui: 17 Agustus 2025   15:43 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover buku Majaridus Salikin | Sumber koleksi pribadi

 

Saya masih ingat seorang teman, tahun 2000 memberikan sebuah buku dengan nada kagum: "Kalau mau memahami perjalanan menuju Tuhan, baca Madarijus Salikin. Lengkap. Ada 100 stasiun hati yang harus dilewati."

Saya diam. Entah kenapa kalimat itu terdengar seperti penawaran paket wisata: rute sudah ditentukan, pemberhentian jelas, bahkan panduan resminya tersedia. Tinggal ikuti, nanti sampai.

Dalam beberapa hari buku itupun saya baca.

Di titik itulah saya mulai curiga: bukankah perjalanan spiritual justru lahir dari ketidakpastian, dari tersesat, dari jatuh bangun yang tak beraturan? Bagaimana mungkin pengalaman batin yang liar bisa dijadikan buku manual serapi itu?

Madarijus Salikin adalah karya besar Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, murid Ibn Taymiyyah. Ia menafsirkan sebuah karya sufi sebelumnya (Manazil as-Sa'irin) dan menjadikannya sistematis. Semua tahapan batin manusia, katanya, bisa dijelaskan lewat satu ayat: iyyka na'budu wa iyyka nasta'n. Dari situlah lahir tangga 100 stasiun: taubat, sabar, syukur, ridha, cinta, dan seterusnya.

Di satu sisi, ini menakjubkan. Ia merapikan jalan batin menjadi peta. Kita tidak lagi berjalan di hutan gelap tanpa arah, karena sudah ada penunjuk jalan.
Tapi di sisi lain, justru di situlah bahayanya. Peta yang dimaksudkan untuk membantu, bisa berubah menjadi pagar baru.

Bukankah agama sendiri lahir sebagai jalan? Dan ketika jalan itu dikunci, ia berubah menjadi pagar yang mengekang. Bukankah kita sedang melihat pola yang sama: melawan dogma lama, tapi diam-diam menciptakan dogma baru?

Tasawuf selalu dikenal sebagai bagian paling liar dari agama. Ia penuh paradoks, sering mengguncang nalar, kadang bahkan membuat pemeluknya dianggap menyimpang. Tapi Ibnul Qayyim tampaknya ingin meluruskannya. Ia menaruh syarat: perjalanan batin boleh, asal tetap dalam pagar syariat dan akidah ortodoks.

Hasilnya, spiritualitas yang cair tiba-tiba dibekukan. Yang seharusnya personal jadi formal. Yang seharusnya pengalaman jadi kurikulum. Dan dogma pun berganti wajah: dulu orang harus taat hukum luar, kini orang juga harus taat hukum batin versi buku ini.

Sertifikasi Jalan Batin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun