Mohon tunggu...
Agung Wasita
Agung Wasita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kunci Persoalan Pelajaran Agama adalah pada Prespektif Pribadi Guru

19 Maret 2021   13:16 Diperbarui: 19 Maret 2021   13:20 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama dua dekade ini (mulai sekitar tahun 2000) kita berada pada situasi yang sangat berbeda dengan sebelumnya, dimana kebebasan berpendapat dan mengeluarkan ide menjadi sangat terbuka dan nyaris tidak menimbulkan dampak psikis dan fisik seperti yang sering terjadi pada masa orde baru. Pada masa itu kebebasan berpendapat apalagi yang berbeda dengan kebijakan pemerintah dianggap sebagai sesuatu yang menganggu dan sering membuat aparat keamanan turun tangan untuk "membereskannya'.

Namun situasi memang berubah sejak reformasi. Kebebasan berpendapat yang berbeda dimungkinkan dan dilindungi undang-undang, meski kemudian regulasi soal informasi juga diatur untuk menertibkan konten-konten yang tidak sesuai dengan UUD dan situasi di Indonesia, sehingga UU ITE diterbitkan untuk memberi rambu-rambu kepada warga negara dalam mengelola informasi dengan segala jenis alat distribusi informasi yang digunakan.

Iklim keterbukaan juga terjadi di bidang pendidikan. Guru termasuk sekolah juga bebas untuk mempergunakan buku pegangan meski tetap harus mengacu pada kurikulum Kementrian Pendidikan. Kita bisa melihat di banyak sekolah dasar dan lanjutan yang memakai buku pengajaran yang berbeda antara satu sekolah dengan yang lainnya, tapi semuanya masih dalam koridor kurikulum yang sudah ditetapkan.

Namun kebebasan di kalangan pendidikan rupanya punya implikasi serius karena kebebasan mendapatkan informasi ini tidak selalu diikuti dengan kedewasaan mengelolanya. Kita melihat banyak sekali prespektif pribadi dalam memberikan pengajaran kepada anak didik. Kita ambil contoh pelajaran agama. Disitu kita bisa mendengar atau melihat apa yang diajarkan oleh guru seringkali bercampur dengan prespektifnya sendiri sebagai seorang muslim, dan bukan mengajarkan agama dalam koridor berbangsa dan bernegara.

Soal anak yang berbeda keyakinan misalnya. Beberapa guru punya pandangan berbeda soal perbedaan keyakinan di tanah air. Ada yang menganggapnya sebagai rekan sesama namun banyak yang menganggap orang yang berbeda ini sebagai sesuatu yang tidak selaras dengan agama mereka sehingga mereka sering menafikan (mengabaikan) yang yang berkeyakinan berbeda itu.

Jika pendidikan agama diajarkan oleh guru dengan menggunakan prespektif pribadinya, maka yang ada adalah sikap intoleransi yang cenderung melebar. Pendidikan dengan prespektif pribadi ini justru memperlambat iklim tolerasi dan akhirnya menghambat perkembangan manusia dan bangsa Indonesia itu sendiri. Keadaan ini banyak ditemukan di sekolah-sekolah termasuk sekolah negeri.

Karena itu sejatinya yang harusnya dipersoalkan masyarakat adalah prespektif pribadi guru yang terlibat dalam proses belajar mengajar khususnya pendidikan agama. Karena sebenarnya ajaran agama ini baik untuk semua mahluk, yang tidak baik adalah telaah kita sendiri terhadapnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun